Kisah seorang murid yang menjadikan gurunya sebagai inspirasi terbesar nya. Terjadi di dunia modern, yang semuanya serba ada namun serba sulit banyak kekurangan.
Murid yang selalu berusaha mencari perhatian sang guru. Dengan kemampuan aneh yang dimilikinya. Dan bagaimanakah kisah kelanjutannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Febby Sadin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak ada Bu Fastaqima
Riuh terdengar, satu sama lain semua berbicara, termasuk Fandi dan Hasbi yang kini pun ikut mengobrol. Hasbi menceritakan dimana dia tak bisa mendekati Fandi awalnya, tetapi atas bantuannya Anggrek dia dapat bergabung dengan teman-temannya.
"Tapi anehnya, kok kalian semua ada disini? sekelas lagi!" ucap Bintang kemudian, memecah keriuhan, yang membuat semua mata tertuju pada Bintang.
"Iya ya..." pikir mereka semua, menjawab dengan jawaban yang sama.
"Mungkin ini semua hanya ilusi." ucap Bara, mencoba memberikan pendapat.
"Atau mungkin sebenarnya ini nyata?" kini suara Nur juga terdengar. Salah satu murid perempuan lain, yang dalam cerita ini baru tersebut namanya. Dia termasuk salah satu murid perempuan cerewet kedua setelah Pertama dan Roro.
Roro juga murid perempuan yang sama-sama cerewet nya, bahkan lebih cerewet. Namun Roro, Nur, dan Pertama tampak sama. Mereka sama-sama tercerewet di kelas nya Bu Fastaqima.
"Iya, tapi pertanyaannya sekarang mana Bu Fastaqima nya?" satu suara menyahut. Tidak lain dialah Roro. Dimana ide-ide kreatif salah satunya juga muncul pasti dari ide konyol nya.
"Tadi aku lihat Bu Fastaqima subuh subuh." sahut Rangga.
Dimana kemudian disambung oleh Fandi, "Ah gobl*k! itu kan tadi. Ini kayaknya udah siang..."
"Eh iya ya betul Fandi, kita ini dimana? ini siang atau malam? Atau kapan? Kalau di dunia nyata?" ucap Bintang kemudian setelah menyadari, dari semua pendapat teman-temannya.
"Kenapa kalian menyimpulkan begitu? Mungkin saja ini semua bukan ilusi, ini memang nyata," ucap Anggrek. Jawaban terbijak dari semua pendapat murid-murid yang ada.
"Udah udah.... Aku rasa ini memang benar apa yang Anggrek katakan, ini nyata. Cuma intinya ini bukan di rumah Bu Fastaqima." ucap Bara kemudian, mencoba menengahi perdebatan.
"Sudah! gini, intinya tidak ada Bu Fastaqima disini. Kita ini entah ilusi atau bukan, yang penting sekarang kita ini bersama, tak ada yang perlu ditakutkan." ucap Bintang.
"Nah ya betul." sahut semuanya kemudian.
Mereka pun bersenang-senang, ada yang mulai mendekati derasnya aliran air terjun. Ada yang hanya duduk-duduk santai di tanah yang berlapiskan rerumputan. Pokoknya saat itu terasa sejuk, syahdu, dan tenang.
Perhatian semuanya!
tiba-tiba terdengar kembali suara misterius yang tadinya kelima murid laki-laki itu dengar. Membuat kini semua murid yang berjumlah 30 siswa itu pun mendengar semuanya.
"Ayo berdoa akan segera dimulai. Duduk yang rapi semuanya! Dan tidak ada yang boleh keluar bangku!" ucap suara itu.
"Hah?" semua murid tercengang. Dan tanpa sadar, ternyata.....
Mereka kini ada di kelas?! Kok bisa?!
Mereka bergumam masing-masing semuanya dalam hati. Gumaman yang sama.
Ya, benar. Kini mereka telah berada di dalam kelas tempat mereka sekolah, tidak lain yaitu di SDIMT di kampung Idiom.
Masing-masing mereka masih saja bergumam. "Lalu tadi kita kok kayaknya di air terjun." semuanya bergumam yang sama.
Masing-masing saling tatap menatap, seolah tatapan mereka dapat berbicara. Fandi menatap Hasbi, Bintang menatap Anggrek dan lainnya. Seolah mereka mengatakan pada satu sama lain, KOK BISA?!
Dan hanya satu jawabannya! Mereka kini sedang berdoa bersama. Berdoa sebelum dimulainya pembelajaran sekolah, dimana setiap berdoa masing-masing siswa tidak ada yang boleh ramai, bergurau, ataupun keluar dari bangkunya.
Jadi mereka hanya bisa mengikuti saja, mengikuti alur hidup yang kini mereka alami. Walaupun kenyataannya bagi mereka, tadinya mereka ada disebuah tempat, tempat yang asing bagi mereka. Namun indah.
Seusai bel sekolah berbunyi, tanda pulang sekolah telah tiba, murid-murid yang tadinya satu kelas bergumam karena berpindah tempat secara mendadak. Mereka memutuskan untuk mengadakan pertemuan.
"Iya... Ayo kita ketemu saja nanti malam, kita ganti baju dulu baru kita kumpul satu kelas." ucap Bintang mengetuai. Padahal ketua kelasnya bukan Bintang disini, tapi Bara.
"Oke ayo." sahut yang lainnya.
Mereka pun memutuskan untuk bertemu di rumah Hasbi, yang daerah rumahnya cukup strategis. Dan Hasbi pun setuju.
"Tunggu dulu," Hasbi menarik tas Bintang, sehingga Bintang menghentikan langkah nya yang hendak melenggang pulang.
"Kamu juga nyadar nggak. Kita ini sebenarnya pulang kemana?" tanya Hasbi.
"Ya pulang ke rumah masing-masing lah!" jawab Bintang.
"Loh! Serius!!!! Kamu pikun lagi ta?!" tanya Hasbi dengan lantang dan tegas.
Bara, Rangga dan Fandi pun ikut mengerutkan kening. Kini hanya tinggal mereka berlima yang belum pulang.
"Eh tunggu-tunggu. Nggak! Aku gak pikun. Kita kan mondok di rumah Bu Fastaqima kan ya?!" ucap Bintang kemudian.
Yang baru sadar bahwa mereka sedang mondok. Hampir saja Hasbi jantungan. Hasbi hampir saja berpikir bahwa apa yang tadinya selama ini terjadi semuanya adalah ilusi semata.
"Huh kirain." pekik Hasbi kemudian.
"Kirain apa?" tanya Bara.
"Iya ..... " ucap Fandi. "Atau kalian juga berpikir hal yang sama denganku?" tanya Fandi kemudian.
"Tunggu deh iya!!!! Seperti nya ada yang tidak beres!" ucap Rangga.
Akhirnya kini mereka berpikiran hal yang sama tidak lagi berpikir berbeda-beda. Mereka pun berjalan berdampingan seolah geng lima berjalan. Mereka memutuskan berjalan bersama, ke arah yang sama, hendak menemui satu orang. Yang hanya akan dapat menjawab pertanyaan mereka semua. Ada apa gerangan yang terjadi. Mengapa tadinya mereka ada di kawasan air terjun tiba-tiba ada di kelas. Dan kenapa sebenarnya mereka bisa kadang lupa kalau mereka itu sedang mondok dirumah Bu Fastaqima. Hanya satu orang yang dapat menjawab semua kegalauan itu.
Hanya Bu Fastaqima, Ya!
.
.
.
Lanjutannya besok guys udah malam 😘