Nada memiliki Kakak angkat bernama Naomi, mereka bertemu saat Nada berumur tujuh tahun saat sedang bersama Ibunya di sebuah restauran mewah, dan Naomi sedang menjual sebuah tisu duduk tanpa alas.
Nada berbincang dengan Naomi, dan sepuluh menit mereka berbincang. Nada merasa iba karena Naomi tidak memiliki orang tua, Nada merengek kepada Ibunya untuk membawa Naomi ke rumah.
Singkat cerita, mereka sudah saling berdekatan dan mengenal satu sama lain. Dari mulai mereka satu sekolah dan menjalankan aktivitas setiap hari bersama. Kedekatannya membuat orang tua Nada sangat bangga, mereka bisa saling menyayangi satu sama lain.
Menginjak remaja Naomi memiliki rasa ingin mendapatkan kasih sayang penuh dari orang tua Nada. Dia tidak segan-segan memberikan segudang prestasi untuk keluarga Nada, dan itu membuat Naomi semakin disayang. Apa yang Naomi inginkan selalu dituruti, sampai akhirnya terlintas pikiran jahat Naomi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Evhy Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 4
Nada mencoba bernegosiasi dengan satpam sekolah, namun namanya peraturan sekolah satpam pun tidak bisa membuka gerbang sembarangan, akhirnya Nada mencari cara supaya bisa masuk ke dalam lingkungan sekolah.
Dia berjalan melewati belakang sekolah, terlihat Nada mendapatkan cara. Di sana ada tangga yang berdiri tegap, entah siapa yang menggunakannya namun jika bertemu dengan orangnya, Nada akan berterima kasih sekali.
Perlahan namun pasti, Nada pun menaiki anak tangga dengan penuh hati-hati, lalu dia mencoba memindahkan tangga dari luar ke dalam tembok.
"Akhirnya bisa masuk juga," ucap Nada sambil membenarkan seragamnya.
"Enggak ada yang liat kan?" tanyanya sambil menatap sekeliling, dan dia pun bernapas lega karena tidak ada siapa pun di sana.
Masuk perlahan dan mengendap-ngendap membuat Nada merasakan suasana yang panas dingin, karena ini kali pertamanya dia telat masuk ke sekolah.
"Mau ke mana?" tanya seseorang yang menarik tas Nada hingga gadis itu terdiam.
Nada berbalik dan dia melihat Kenzo di sana. Kenzo adalah ketua Wolf Warrior sekaligus ketua Osis di sekolah High School.
"Ma-mau ke.... " jeda Nada dengan suara yang tertahan.
"Pergi ke lapangan, sekarang!" titah Kenzo dengan suara tegas dan penuh dengan kegalakan.
"I-iya," jawab Nada sambil berjalan pincang menuju lapangan basket.
Dari belakang Kenzo menatap jalan Nada yang menurutnya ada yang tidak beres dengan kaki gadis itu.
Tiba-tiba saja Nada mencoba berbalik ke belakang dan tidak ada siapa pun di sana, Kenzo menghilang tanpa suara.
"Lah, katanya suruh ke lapangan? Terus ini gue harus ngapain? Udahlah hormat aja." Nada pun akhirnya berinisiatif untuk hormat bendera dengan panasnya cahaya matahari yang langsung menuju kepalanya.
"Aduh panas," keluh Nada sambil mengipasi wajahnya dengan tangan.
Tiba-tiba Kenzo datang dan menyentak tempat P3K yang dia bawa dari UKS.
"Buset kaget!" Nada memegangi dadanya yang berdetak cepat.
"Obatin kaki Lo," titah Kenzo.
"Enggak usah nanti juga sembuh sendiri," jawab Nada santai.
"Obati atau gue tambah luka yang Lo punya?"
Nada menelan salivanya susah payah saat mendengar ancaman Kenzo yang tak main-main.
"Dia niat baik atau gimana sih? Heran deh," gumam Nada sambil mengambil kotak P3K tersebut.
"Ponsel gue mana?" tanya Kenzo mengalihkan pembicaraan.
Nada yang baru saja membuka obat merah langsung menatap Kenzo yang sedang berdiri di hadapannya.
"Hemm, belum beres hehe. Nanti kalau udah sembuh itu HP gue balikin suer deh!"
Kenzo pun berbalik dan meninggalkan Nada tanpa mengucapkan apapun lagi. Nada mengedikkan bahunya acuh dan kembali mengobati kakinya yang terluka.
Sedangkan di koridor ada Naomi yang sedang mengepalkan lengannya, kala melihat Kenzo berbincang dengan Nada. Selama mereka memasuki remaja, Naomi tidak memperlihatkan kejahatannya, dia masih terlihat baik-baik saja dengan Nada, suaranya yang lembut membuat orang tua Nada percaya dengan sikap baik Naomi selama ini.
"Awas aja Lo!" gumam Naomi.
**
Bel istirahat berbunyi, Jeno langsung berlari menghampiri Nada di lapangan.
"Nada, kenapa Lo bisa telat?" tanya Jeno.
"Enggak kenapa-kenapa," jawab Nada.
Jeno memicingkan mata dan langsung mengarah ke kaki Nada yang memerah.
"Kaki Lo kenapa? Ish Lo kaya bocah bener sih, enggak suka hati-hati."
"Lo kaya emak-emak banget sih, Jen. Santai kali gue juga baik-baik aja."
Jeno memutar bola matanya, mulut Jeno memang bawel dan seperti wanita tapi dia tetap terlihat gagah dan tampan.
"Yee gue kan, sahabat Lo jadi wajar dong! Gue khawatir tahu."
"Unch, iya deh makasih khawatirnya."
"Terus ini kenapa, bisa Lo ceritain?"
"Enggak sengaja injek batu, jadi kesandung."
Jeno menatap mata Nada dengan penuh keseriusan. Nada menaikkan sebelah alisnya.
"Mau gue colok itu mata, hah?"
Jeno bergedik ngeri. "Serem amat sih. Udah nih, minum dulu."
Nada mengambil air di tangan Jeno, dia minum sampai habis tak tersisa dan Jeno hanya menatap takjub sambil bertepuk tangan.
"Gila, keren."
"Ah! Mantap. Thanks ya."
Jeno menganggukkan kepalanya. "Gue antar ke kelas."
Nada dan Jeno berjalan berdampingan menuju kelas mereka. Nada teringat ucapan Jeno yang kenal dengan tempat servis ponsel.
"Oh ya, nanti balik sekolah antar gue ke tempat servis yang Lo kenal itu ya, Jen."
"Oke nanti gue antar. Emang HP siapa yang rusak?"
Nada menghela napas. "HPnya Kenzo."
"Apa Kenzo?!" teriak Jeno di koridor kelas.
Nada langsung membekap mulut Jeno, bisa-bisanya dia menyebut nama Kenzo dengan suara lantang.
"Sialan Lo, berisik!"
Jeno terkekeh. "Maaf-maaf, terus gimana kok bisa?"
Nada pun menjelaskan cerita sata dirinya pulang sekolah kemarin. Jeno mendengarkan dengan penuh penghayatan sambil mengangguk-angguk mengerti.
"Bener kata Bagas, Lo masuk kandang serigala." Jeno menepuk bahu Nada berulang kali.
Nada menutup wajahnya dengan tangan. "Terus gimana dong, Jen. Gue takut dia bunuh gue."
"Hus sembarangan kalau ngomong, ya udah kita benerin dulu aja ponselnya. Kali aja enggak terlalu parah."
Nada menganggukkan kepalanya. Setelah berbincang cukup menegangkan, Jeno pamit ke kantin dan Nada tetap berada di kelas sambil memejamkan mata karena terlalu lelah dijemur di lapangan.
Tak lama Naomi datang menghampiri Nada sambil menyilangkan kedua tangannya.
"Nada," panggil Naomi.
Nada menggeliat dan membuka mata, terlihat Naomi berdiri di hadapannya.
"Kenapa?"
"Lo tadi ngobrol apa sama Kenzo?"
Nada menaikkan sebelah alisnya. "Ngobrol apaan? Gue kaga ngobrol sama dia."
"Jangan bohong, tadi gue liat kalian berdua ngobrol di lapangan."
"Oh itu, dia cuma bilang gue dihukum terus dia ngasih kotak obat."
"Lo enggak bohongkan?"
"Gue bohong? Emangnya Lo yang suka bohong."
Naomi berdecak. "Gue enggak mau usaha gue sia-sia, karena Lo deket sama Kenzo."
"Gue dekat sama dia? Yang ada gue ogah deket sama Kenzo."
"Bagus deh, kalau Lo coba buat deketin dia. Gue enggak segan-segan bikin orang tua Lo semakin benci sama Lo."
"Tega Lo ya, kita saudara dan Lo malah giniin gue."
Naomi terkekeh. "Sejak kapan gue jadi saudara Lo? Gue ini anak Mama sama Papa, dan Lo cuma anak pungut."
"Hah? Enggak salah dengar gue?"
"Ya Lo bisa liat aja perlakuan mereka sama gue gimana? Beda kan? Haha."
Nada mengepalkan lengannya, rasanya dia ingin mencubit bibir Naomi namun dia tetap menahannya sampai waktu yang belum ditentukan.
Naomi keluar dari kelas Nada dengan hati lega, bahwa Kenzo dan Nada tidak sedekat yang dia bayangkan sebelumnya, namun tetap saja Naomi harus berhati-hati supaya Nada tidak mendekati Kenzo.
Nada tidur kembali dengan rasa yang penuh amarah dan kesal, bisa-bisanya Naomi tidak sadar diri dengan posisinya di dalam rumah Jhonson.