"Assalamualaikum, ini pak Ahmad. Bapak, anak anda sedang tidak baik-baik saja. Bila anda mau bertemu langsung, dengan anak anda... Serahkan kepada saya 1M secepatnya, jangan banyak alasan. Ketemu di depan gedung Serbaguna"
"Apa! Apa maksud mu! Siapa kau!! "
....
Ahmad Friko, pengusaha sukses setelah ia mengadopsi anak panti asuhan, yang diberi nama Rara, pak Ahmad bekerja dengan serius sampai terkadang lupa dengan kewajibannya untuk mengurus anak. Hingga saat ia bangkrut, ia mendapat pesan dari seseorang bahwa anaknya sedang di sekap, ditawan dan dimintai uang satu milliar, yang jumlahnya tak biasa. Apa yang akan dilakukan Ahmad setelah ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bu Alisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19-Putriku , ditawan preman satu milliar
Selamat membaca kawan-kawan>.<
"Apa kakak tak apa? "
"Ah! "
"Astaga... Kamu lagi?! " seru Eve, sepertinya dia bangun dalam mimpi yang terulang kedua kalinya. Tapi dia tak menghadapi beberapa kematian, gadis di sampingnya terlihat khawatir pada dirinya. Eve menolehkan wajah, melihat rupa gadis itu yang lebih baik daripada mimpi kemarin. Rupanya sangat indah dan terlihat lembut, "Siapa kamu sebenarnya? Apa... Kamu peri atau semacamnya? "
Tanya Eve meminta jawaban, dan jawaban gadis kecil berambut se bahu di depannya menggeleng kecil. Senyum gadis itu mengembang, entah mengapa Eve sedikit terenyuh melihat senyum itu. "Kak... "
"Kenapa kakak kembali kesini? "
"Apa? "
Tanya Eve kebingungan, remaja itu melihat dia berdiri menunjukan bagaimana gaun tipis pink yang dia kenakan sangat pas di tubuhnya. "Kenapa aku bisa disini, maksud lo? "
"Karena ini mimpi gue kan? Biasanya pas aku sekarat juga, elo yang selalu ada di sini. Ini alam bawah sadar gue kan? " tanya Eve, menganggap kalau gadis imut di depannya bukan lah manusia nyata melainkan hanya halusinasi nya.
Gadis itu menggeleng, memutari tubuh Eve pelan tampa bicara. "Kakak harus kembali, dan menemukan tubuhku. Seharusnya kakak tidak boleh ada di sini, "
"Aku disini juga bukan kemauan ku! " seru Eve sambil berdiri, kalau bukan kemauannya lalu apa? "Kalau gue gak kayak gini apa gue harus di ambang kematian baru bisa ketemu elo? "
Gadis itu berhenti sejenak, dan memundurkan badan menghadap ke tubuh kakak di depannya. Tangan yang Eve rasakan sekarang sangat dingin, Eve bisa merasakan bagaimana anak di depannya ini seperti dia bersentuhan dengan es. "Kak... Kan sudah ku bilang, tolong aku kak... "
"Gue? "
"Gue gak tahu, kita juga gak kenal. Lu cuma khayalan gue doang! "
Seru Eve masih tak terima, dan gadis kecil yang ukuran atas sepinggangnya menggeleng cepat. "Aku nyata kak, kakak tahu kenapa kakak selalu disini? "
"Karena aku tak mau kakak mati dulu, "
"Aku mau kakak hidup... "
"Tapi kakak, selalu berusaha sendirian... "
"Kakak juga, tidak pernah mengeluh. "
"Andai aku bisa jadi seperti kakak, aku selalu mengeluh ayah tidak pulang semalaman. " kata gadis itu entah membicarakan siapa, Eve berusaha melepaskan tangannya. Ia tak mengerti apa yang dibicarakan, bila benar apakah ini waktunya perempuan itu untuk mati?
"Gue... Mau mati aja, itu lebih baik, " kata Eve, melepas kecil tangannya dari genggaman gadis asing di depannya. Gadis itu menggeleng cepat, memeluk pinggang Eve erat. Pelukan gadis di depannya seakan membuat Eve rindu akan kehangatan, rasanya sangat nyata bila dibilang hanya mimpi.
"Kenapa.... Kalau gue mati, bukannya gue bebas dari mereka semua? "
"Gak... Bukan! " seru gadis itu berteriak, melihat ke atas. "Kakak gak pernah menyerah, juga kakak jauh-jauh datang ke sekolah untuk mengakhiri semua pembullyan ini ke kakak kan? "
"Lalu mengapa kakak harus menyerah? Kenapa tak kakak lanjutkan saja? "
"Kakak juga sekarang punya pangkuan, mereka menolong kakak di saat kakak kedinginan di luar rumah, kakak juga diberi pengobatan dan makanan, "
"Apa untuk kakak mereka masih tak cukup? " tanya gadis itu polos, seakan tak tahu bagaimana kehidupan dan hanya tahu kenyataan positif nya. Eve memejam mata erat, tak bisa melepaskan diri.
"Kalau mau mu hidup, atau diri ku yang hidup. Setelah kutemukan dirimu, dan aku bisa mengeluarkanmu... "
"Apakah diriku bisa berubah? "
Gadis itu dengan mantap menganggukkan kepala, bahkan tak segan untuk mengatakan "Iya! " ucapnya. Tapi Eve masih tak percaya, remaja itu berjongkok demi bisa menyetarakan tinggi yang tak sama. Eve menelan ludah kecil, "Benarkah? "
"Aku bisa berubah? "
"Hm. Aku akan membantu kakak! Aku janji!! "
"Kakak, aku mau hidup... "
"Setelah kamu ku selamatkan apa kamu ingat janji mu gadis manis? " tanya Eve pelan melihat ke arah wajah di depannya dengan seksama. Dan jawaban gadis itu sedikit membuat Eve tak mengerti sama sekali. "Aku tak tahu, tapi aku mau hidup. "
"Masih ada teman yang harus ku temui, "
"Apa kakak bisa menolong ku? "
Eve mengalihkan wajahnya ke samping, tersenyum heran. Memegang cepat kedua lengan kanan-kiri gadis itu dengan erat bahkan seperti tak akan Eve lepaskan. "Lalu bagaimana perjanjian kita, akhirnya kau akan melupakan diriku... "
"Kau yang mau lepas dari mimpi ini, atau aku yang lebih memilih melawan kegelapan? "
"Jawaban kita tetap sama, kita terus terkekang.. "
"Tak ada lagi kata pertolongan yang harus elo ucapkan... "
"Gue... "
Gadis di sampingnya terjatuh kaget, wajah gadis itu menatap ke atas. "Kak... "
"Tapi kakak akan begitu selamanya, kakak tidak akan pernah menemukan kebahagiaan! "
"Aku tak peduli!!! " teriak Eve, memegang kedua telinga nya. Mengusir keberadaan anak perempuan itu yang dirasa sangat mengganggunya, "Pergi!! Pergi!!! Pergi!!! Jangan kembali ke pikiran gue lagi!!! "
"Pergi elo jauh-jauh!!!! "
"PERGI!!! "
Gadis itu menggeleng kecil, dia berteriak tapi suaranya seakan pecah dan dunia alam bawah sadar milik Eve di oleh palu dan membuat kesadarannya terhempas seketika. Remaja itu jatuh, dimana dirinya yang berada di tempat serba menghitam, kini dirinya jatuh ke dalam dasar laut tak terhingga, saat ia mengayunkan tangan pelan meminta bantuan pada penyintas kapal laut di atas sana.
Tak ada yang meresponnya, ia diacuhkan dan dibuatnya jatuh tenggelam. Memikirkan berapapun dan kapanpun dirinya sampai menyentuh tanah laut dalam, dan mulai menatap kosong, 'Apakah kalau aku menerima permintaannya... Hidupku tak jauh dari kata nyaman 'seperti ini? ' katanya sedikit memejamkan kedua mata erat seolah sudah waktunya menunggu ajal tiba.
****
"Ibuk! "
"Ibuk! "
"Apa Anjani! "
"Udah belum di antarin bubur ayam nya ke kamar nya dek Eve? "
"Itu buk, Anjani pengen nanya, mbak Eve nya kemana? Jendela kamar nya kebuka buk, terus kayaknya mbak Eve keluar deh dari rumah kita... "
"APA?!! " Seru bu Fitri sampai kedua matanya keluar, kaget-terkaget sejadi-jadi nya apalagi Eve itu habis terluka parah, bagaimana bisa keluar dari rumah mereka. Anjani sebenarnya curiga pada perempuan itu, tapi ibuk nya yang merasa mbak Eve baik hati langsung ngomong gini. "Kayaknya mbak Eve gak tahu terimakasih deh buk, masa kita udah jaga dia sama udah kasih dia makan tapi dia malah kabur dari kita... "
Bu Fitri menggeleng, masih percaya dengan remaja itu. "Astaga Anjani kamu gak boleh seudzon, "
"Kita harus cari dia sekarang. Soalnya kata dokter kalau belum satu minggu, luka di dadanya bakal tambah parah! "
"Aduh gimana nih buk... Kita harus cari kemana?!! " Tanya Anjani repot sendiri dengan ibu nya yang kerepotan mencari dimanakah keberadaan Eve sekarang, kalau mereka tahu Eve sekarang sedang terkapar sekarat lagi dan sedang berada di ambang kematiannya.
Wajah dan kulitnya pucat, berantakan dengan kotoran tanah dan debu.
***
Hari ini, setelah masa dimana perayaan pembukaan hotel santo di buka, setiap hari setiap perusahaan atau setiap orang yang telah mengunjungi hotel itu telah diberi penawaran dan diskon gratis, ya seperti promosi hotel pada umumnya, yang cukup membayar harga dari setengah sewa per-malam.
Tetapi, Ahmad tak tertarik sama sekali. Dirinya fokus bekerja dan tak memedulikan iklan ataupun lembar promosi yang diberikan padanya begitu mewah dan meriah isinya. Katanya akan ada hadiah spesial lah ini atau itu, Ahmad menekan enter dengan tekanan yang sangat keras. Pria itu sedang tak mau diganggu, dan merasa kecapekan sendiri. Terlihat gurat kelelahan tercetak jelas menghitam di bawah kelopak matanya, sang asisten Shafira datang dan mengetok pintu ruangannya terlebih dahulu.
"Pak permisi... "
"Ya masuk, " kata si Ahmad. Membiarkan wanita itu masuk, dan mendengar apa yang akan dia bicarakan padanya. Shafira melatih suaranya agar dapat berbicara secara ringan tetapi juga formal kepada atasannya, sebelum dia mulai bicara, wanita itu menunduk kepala. "Ada satu hal yang ingin saya sampaikan kepada Anda pak, "
"Maaf bila mengganggu waktu anda. "
"Tidak, langsung saja. " kata Ahmad, mengetik-ngetik sesuatu. Lalu Shafira mengeluarkan tablet yang dia genggam, dan melanjutkan pembicaraannya. "Begini pak ada satu perusahaan yang ingin berkolaborasi dengan perusahaan kita pak, katanya di festival musim panas nanti kita juga ikut serta bersama produk mereka. "
"Apakah itu? " tanya Ahmad penasaran. Pembahasan ini membuatnya terpancing, Shafira mengangguk. "Begini pak, perusahaan jajan kue tradisional yang di kemas apik dan mencapai lebih dari 20 juta per minggu untuk pendapatan mereka, memilih untuk berkolaborasi dengan makanan buah kering yang kita miliki, juga di harap memiliki masa depan yang baik untuk keduanya, "
"Lalu-..."
"Tunggu dulu, apa ini menurutmu menguntungkan? " tanya Ahmad sebenarnya tak begitu tertarik, tapi bila di lihat kegiatan ini digandrungi oleh banyak orang tua mungkin kesempatan untuk memoroti uang mereka. "Festival musim panas ini juga bukan hanya mempromosikan makanan pak, tetapi air mineral mungkin, atau tempat fittness untuk para orangtua berkelanjutan. Mereka pasti membutuhkan ION untuk menjaga kesehatan mereka, "
Ahmad berpikir sebentar, kalau dirinya membuat sedikit kemajuan dari banyaknya peserta menginjak masa tua, apakah perusahaan ini akan untung atau malah buntung?
"Biar ku pikir terlebih dahulu, "
"Baik Pak. "
"Tetap disini, jangan ke mana-mana. "
"Aku mau cek sesuatu, " kata pria itu berdiri dari duduknya dan menyalakan handphone hingga layarnya memadati wajah tampan miliknya itu, lalu dia memiliki kegiatan pribadi di sana. Shafira tak terlalu tahu dengan apa itu, tapi tadi public speaking nya begitu baik dan lancar.
"Untunglah... " ucapnya pelan, mengusap dada. Sebelum Ahmad menyelesaikan kegiatannya di layar handphone, pria itu mengangguk kecil. "Ya mungkin ide mu benar juga, menerima tawaran mereka tak buruk. Ini juga menaikkan properti dan populasi peringkat kita, "
"Sebelumnya kita menarget 500 ribu orang untuk mengenal perusahaan ini, tapi targetkan satu juta orang... "
"Apa pak? Satu juta!?! " seru Shafira melotot kecil, tak menyangka dalam lensa kacamata, pak Ahmad memiliki ide yang lebih menggetarkan jantung. Memang ucapan atasan nya selalu tak bisa di prediksi.
Bila menargetkan satu juta orang demi kolaborasi mungkin hal mudah, semua orang bisa memilikinya ataupun mengunjungi festival itu. Tapi pertanyaannya darimanakah Shafira bisa mendapatkan audiens sebanyak itu....
Ah... Kini wanita itu memiliki banyak tugas.
"Apa tak mungkin? " tanya Ahmad melihat wajah Shafira yang ketar-ketir, sudah berkeringat basah sendiri. Wanita itu sedikit mengelap keringat menggunakan punggung tangan, "Mungkin tidak pak, tugas anda selalu mutlak bagi saya. " ucap wanita itu serasa sedikit dipermainkan, tapi rasanya memarahi orang setampan ini hanya membuang waktu dan tenaga.
"Akan segera saya pertimbangkan pak, "
"Oke."
Ucap Ahmad singkat.
****
Kedua mata remaja itu membola lebar, dirinya tak bisa bergerak. Serasa dipaku di tempat, kini tempat apa lagi yang ia singgahi? Rumah bu Fitri? Atau siapa? Tapi kalau dia pikir lagi, apakah tempat ini... Adalah kamar rumah sakit?
Eve, dia lah yang terbangun itu mencopot selang pernafasan di hidungnya cepat dan melihat layar detak jantungnya. Dia bisa merasakan ada yang menempel di dada nya, remaja itu menoleh kesamping, "Kenapa aku belum juga mati? "
"Kenapa masih disini? " ucapnya pelan, berusaha turun dari ranjang dan akan keluar dari kamar. Namun sebelum dirinya bergerak saat itulah seseorang membuka pintu sambil membawa bunga, "Eve! Jangan! Mau kemana kamu?! "
Remaja itu menoleh, siapa dia? Apa dia mengenalnya? Gadis itu melihat wanita paruh baya dari atas sampai ke bawah. Tunggu siapa dia? "Em... Apa kita kenal? " tanya Eve seolah tak memiliki rasa bersalah sama sekali, padahal dirinya sudah di rawat inap oleh wanita paruh baya ceria penuh warna di depannya sambil membawa bunga matahari.
"Ya ampun kamu lupa dengan ku?! "
"Oh ya... Kamu memang baru bangun dari tidurmu yang seminggu lebih, "
"Seming-gu?!! SEMINGGU LEBIH?!! " Teriak Eve kaget, matanya tak bisa lenyap dari keterkejutan yang ia dapatkan. Selama terakhir dia saat itu hampir di ambang kematian lalu siapa, siapa yang menolongnya?
Bersambung...