Menjalani rumah tangga bahagia adalah mimpi semua pasangan suami istri. Lantas, bagaimana jika ibu mertua dan ipar ikut campur mengatur semuanya? Mampukah Camila dan Arman menghadapi semua tekanan? Atau justru memilih pergi dan membiarkan semua orang mengecam mereka anak dan menantu durhaka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tie tik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keguguran
Keheningan malam menemani sosok yang sedang termenung di dekat jendela kamar. Penunjuk waktu sudah berada di angka satu malam, tetapi Camila masih terjaga. Pikirannya dipenuhi beberapa kejadian yang menimpanya. Helaan napas berat pun beberapa kali terdengar di sana.
"Aduh," keluh Camila tatkala merasakan nyeri di perut bawah. Dia mencengkram tirai yang menutupi sebagian jendela saat rasa sakit itu datang lagi.
Semakin lama, rasa sakit itu semakin terasa. Pada akhirnya Camila menepuk lengan Arman beberapa kali sambil mendesis kesakitan. "Mas, perutku sakit banget," keluh Camila.
Arman terperanjat setelah mendengar rintihan istrinya. Meski nyawanya belum sepenuhnya terkumpul, Arman segera duduk di samping Camila. "Bagian mana yang sakit?" tanya Arman dengan suara serak. "Rebahan dulu, Sayang." Arman membantu Camila merebahkan diri di atas tempat tidur.
"Rasanya nyeri banget, Mas. Tembus ke pinggang," keluh Camila sekali lagi.
"Aku ambilkan air hangat dulu ya. Siapa tahu nanti bisa reda sakitnya. Tunggu sebentar," ucap Arman sebelum keluar dari kamar.
Rasa sakit semakin terasa. Camila meringis kesakitan karena perutnya seperti ditusuk-tusuk ribuan jarum. Camila beranjak dari tempat duduknya dan berjalan cepat menuju kamar mandi saat merasakan ada sesuatu yang tidak nyaman di underwear yang dia pakai.
"Hah! Darah!" Camila terkesiap setelah melihat darah di celana. "Aku kenapa ya? Ini menstruasi atau gimana?" gumam Camila setelah duduk di atas closet.
"Mas Arman!" teriak Camila dari dalam kamar mandi.
Tak berselang lama, Arman datang dengan membawa segelas air hangat. Pria tampan itu terkejut melihat darah yang ditunjukkan Camila. "Kita ke rumah sakit sekarang!" ujar Arman seraya membantu Camila berdiri.
Mereke berdua pergi tanpa membangunkan orang-orang rumah. Arman nekad membawa Camila ke rumah sakit dengan motor hitam kesayangannya. Rintih kesakitan terus terdengar dari balik tubuhnya. Arman pun semakin mempercepat laju kendaraannya hingga mereka sampai di rumah sakit terdekat.
Panik. Ya, inilah yang dirasakan Arman saat ini. Dia mondar-mandir di depan bilik pemeriksaan. Arman khawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dan benar saja, setelah dokter jaga keluar dari bilik, Arman harus menerima kabar buruk. Camila keguguran.
"Kami harus mengambil tindakan kuret. Silahkan Bapak tanda tangani surat persetujuannya di meja perawat. Mari saya antar," ucap dokter jaga sambil mempersilahkan Arman berjalan terlebih dahulu.
Perasaan Arman semakin tak karuan setelah menandatangani surat persetujuan kuret. Arman tidak siap kehilangan janin yang sudah lama dinanti itu. Dia bergegas kembali ke bilik yang ditempati Camila untuk melihat kondisinya.
"Mas," panggil Camila saat melihat kehadiran Arman.
"Gak papa ya. Kamu harus kuat menjalani semua ini. Kita tidak bisa berbuat apapun kalau memang takdirnya seperti ini. Jangan takut, aku selalu ada di sampingmu." Suara Arman bergetar karena menahan tangis. Dia tidak tega melihat kekalutan Camila.
"Aku minta maaf karena tidak bisa menjaga diri," ucap Camila.
"Tidak, Sayang. Kamu tidak perlu minta maaf. Semua ini adalah takdir Allah. Jangan menyalahkan diri sendiri ya." Arman membungkukkan tubuh agar bisa memeluk Camila.
Detik demi detik telah berlalu. Setelah adzan subuh berkumandang, Arman memutuskan untuk menghubungi Yudi agar menyampaikan berita ini kepada orang tuanya. Entah, bagaimana nanti respon ibunya jika mengetahui berita buruk ini.
"Mas, aku sekarang di rumah sakit. Istriku keguguran dan harus kuret," ucap Arman setelah panggilan terhubung.
****
Serangkaian pemeriksaan telah dilakukan. Kuret pun berhasil tanpa ada kendala. Camila dipindahkan ke ruang rawat inap yg untuk pemulihan. Selain karena keguguran, Camila memiliki diagnosa yang lain. Alhasil, selama beberapa hari ke depan, wanita asal Surabaya itu harus rawat inap di rumah sakit.
"Jangan terlalu setres ya, Bu. Kemungkinan besar keguguran terjadi karena tekanan pikiran. Saya bisa menyimpulkan seperti ini setelah melihat hasil pemeriksaan. Tensi Ibu turun, asam lambung naik dan ada beberapa hasil lab yang nilainya kurang. Setelah ini mungkin saya akan merekomendasikan dokter spesialis psikomatis untuk menangani kegelisahan Ibu ya."
"Terima kasih, Dok," ucap Camila setelah mendengar penjelasan panjang dokter spesialis kandungan yang menanganinya.
Arman hanya bisa menghela napas berat setelah dokter keluar dari ruangan. Dia meraih tangan Camila untuk digenggam. Tatapan mereka saling beradu cukup lama. Namun, tak ada sepatah katapun yang terucap dari bibir masing-masing.
"Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam."
Arman beranjak dari tempat duduknya saat melihat kehadiran mertuanya di ambang pintu. Arman bergegas menyambut mertuanya dan mempersilahkan duduk di kursi tunggu. Tangis Camila akhirnya pecah setelah merasakan dekapan hangat ibunya.
"Bagaimana keadaan Mila, Nak?" tanya Latif setelah mengamati anak dan istrinya.
"Alhamdulillah, Pa. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Kesehatannya sedikit menurun," jawab Arman.
"Sabar ya, Nak. Mungkin belum waktunya. Setelah ini ikhtiar lagi," tutur Latif sambil menepuk bahu Arman. "Bagaimana kalau kita mencari udara segar di luar biar kamu tidak setres? Biar mama yang menjaga Mila," tawar Latif setelah melihat kode dari istrinya.
"Mari, Pa," jawab Arman sambil berdiri dari tempat duduknya. "Sayang, aku keluar dulu sama papa," pamitnya kepada Camila.
Setelah kepergian Arman dan ayahnya, Camila tak kuasa menahan air mata di hadapan sang ibunda. Dia menumpahkan kesedihannya di hadapan wanita yang sudah melahirkannya ke dunia ini. Hanya saja Camila tidak menceritakan apa saja yang dia alami akhir-akhir ini.
"Jangan terlalu setres, Mil. Tidak masalah sekarang kehilangan dulu. Toh, setelah ini kamu bisa hamil lagi. Kalau kamu setres memikirkan hal ini, nanti justru bisa menghambat kehamilan kedua loh," tutur Fatin—Ibunda Camila—dengan nada bicara yang sangat lembut.
"Ma, kalau aku tinggal sementara di Surabaya boleh gak, Ma? Katanya orang yang habis kuret kan sama seperti orang pasca melahirkan dan aku tidak mau merepotkan mertua, Ma. Beliau sudah tua, aku tidak mau menjadi beban. Bagaimana menurut Mama?" tanya Camila setelah kondisinya lebih tenang.
"Mama oke saja. Tapi kamu harus bicara dulu dengan suamimu. Kalau dia tidak setuju jangan membangkang ya," jawab Fatin sambil membelai rambut Camila dengan gerakan lembut.
Sebagai ibu, tentu Fatin tahu jika putrinya sedang tidak baik-baik saja. Hati Fatin terasa pedih melihat wajah sendu Camila. Namun, Fatin pun tidak bisa mencampuri urusan rumah tangga putrinya. Jika bisa protes, tentu Fatin adalah orang nomor satu yang menentang keberadaan Sinta di rumah Aminah. Sangat tidak baik jika dua ipar berada di atap yang sama.
"Bu Aminah sudah tahu belum kalau kamu keguguran?" tanya Fatin setelah terdiam beberapa menit.
"Tadi kata Mas Arman sudah dihubungi. Katanya ibu pingsan dan sekarang keadaannya masih drop," jawab Camila.
Hembusan napas berat kembali terdengar. Fatin semakin sedih karena putrinya menjadi penyebab kesehatan besannya menurun. Fatin mulai memikirkan jalan keluar atas persoalan ini. Memikirkan kesehatan mental putrinya dan juga kesehatan besannya.
"Nanti Mama bantu bicara sama Arman," ucap Fatin dengan diiringi senyum tipis.
...🌹TBC🌹...
Arman mana tau,,berangkat pagi pulang sore
terimakasih
Anak sekarang benar2 bikin tepok jidat
Lagi musim orang sakit..
Fokus sama usahanya biar makin lancar..
Goprutnya ntar sampai hafal sama Mila 😀😀
Camila harus lebih tegas lagi
Yg g boleh itu jadi pengadu domba
Fokus saja sama keluarga dan usaha biar sukses