[UPDATE 2 - 3 CHP PERHARI]
"Hei, Liang Fei! Apa kau bisa melihat keindahan langit hari ini?"
"Lihat! Jenius kita kini tak bisa membedakan arah utara dan selatan!"
Kira kira seperti itulah ejekan yang didapat oleh Liang Fei. Dulunya, dia dikenal sebagai seorang jenius bela diri, semua orang mengaguminya karena kemampuan nya yang hebat.
Namun, semua berubah ketika sebuah kecelakaan misterius membuat matanya buta. Ia diejek, dihina, dan dirundung karena kebutaanya.
Hingga tiba saatnya ia mendapat sebuah warisan dari Dewa Naga. Konon katanya, Dewa Naga tidak memiliki penglihatan layaknya makhluk lainnya. Dunia yang dilihat oleh Dewa Naga sangat berbeda, ia bisa melihat unsur-unsur yang membentuk alam semesta serta energi Qi yang tersebar di udara.
Dengan kemampuan barunya, si jenius buta Liang Fei akan menapak puncak kultivasi tertinggi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25 Keheningan yang Mematikan: Liang Fei dan Pembantaian Bandit
Semua orang sudah tidur, dan suasana malam menjadi sunyi. Sesekali, hanya terdengar suara nafas orang yang tertidur dan suara jangkrik di kedalaman hutan.
Liang Fei memejamkan mata, tetapi tetap waspada. Ia sedikit beristirahat tanpa melonggarkan penjagaannya.
Tiba-tiba, suara langkah kaki yang menginjak ranting dan dedaunan terdengar olehnya. Liang Fei memfokuskan mata batinnya, melihat ada orang-orang berpenampilan sangar dan bersenjata tajam yang mengendap-endap.
'Bandit ya, terus jumlahnya sepuluh orang,' batin Liang Fei.
Liang Fei menghela nafas panjang. 'Sepertinya aku tidak bisa beristirahat dengan tenang malam ini.'
Di sisi lain, sepuluh orang bandit sedang mengawasi kelompok Paman Guan yang tengah tertidur.
Mata mereka menyala penuh keserakahan, nafsu, dan keinginan membunuh.
"Hehehe, aku akan mengambil semua wanita yang ada di sana," kata salah seorang bandit, menjilat bibirnya. Ekspresi mesum yang menjijikkan terpampang jelas di wajahnya.
Ketika mereka bersiap untuk menyergap, salah seorang bandit kebingungan menatap sebuah batang kayu.
"Bukankah ada satu orang penjaga di sana? Sejak kapan dia menghilang?"
Bersamaan dengan itu, terdengar suara benda yang terjatuh dan menggelinding di bawah kaki mereka.
Mata mereka terbelalak, nyaris keluar saat menyadari bahwa benda yang menggelinding itu ternyata adalah kepala rekan mereka.
Malam seketika berubah menjadi ketegangan. Para bandit yang sebelumnya tampak percaya diri kini terdiam, jantung mereka berdetak kencang seiring adrenalin meningkat.
Kebingungan dan ketakutan merayap ke dalam benak mereka saat mereka memahami bahwa kelompok mereka telah terdeteksi dan seorang dari mereka kini tergeletak tak bernyawa.
Liang Fei, yang peka terhadap suara dan gerak-gerik di sekitarnya, bergerak dalam kesunyian malam tanpa terdengar.
Pedangnya telah mengukir batas antara hidup dan mati, sementara wajahnya tetap tenang tanpa emosi.
Pikiran para bandit kini dilingkupi ketidakpastian. Mereka saling bertukar pandang.
Seorang pria berbadan besar dengan bekas sayatan di wajahnya melangkah marah ke depan.
"Siapa pun kau, tunjukkan dirimu! Jangan sembunyi seperti pengecut!" teriaknya menantang.
Liang Fei, berdiri dalam bayang-bayang pepohonan, merasakan angin malam berhembus lembut di wajahnya.
Sambil menatap para bandit yang mulai gelisah, dia melangkah maju perlahan, menampakkan diri dari balik gelapnya pepohonan.
"Aku di sini," katanya dengan suara tenang namun penuh wibawa.
Jari telunjuknya menempel di bibirnya, memberi isyarat untuk diam. "Ada gadis kecil imut yang sedang tertidur," lanjutnya. "Aku akan memenggal kepala kalian jika kalian berisik sekali lagi."
Wajah pria itu memerah karena marah. "Siapa peduli dengan hal itu—"
Namun, sebelum dia menyelesaikan kalimatnya, pedang Liang Fei sudah memenggal kepala pria itu dalam keheningan.
Para bandit yang tersisa tertegun. Kengerian mulai menjalari tulang punggung mereka saat kepala pria terkuat di kelompok mereka jatuh ke tanah, terpisah dari tubuhnya yang masih berdiri beberapa detik sebelum akhirnya roboh.
Malam yang tadinya sunyi kini dibayangi ketegangan dan ketakutan. Liang Fei, membuktikan dirinya adalah ancaman nyata. Ia berdiri dengan sikap tenang, menunjukkan bahwa dia tidak main-main dengan ancamannya.
Salah seorang bandit muda, dengan suara bergetar, memberanikan diri berbicara. "Kami hanya mencari harta, kami tidak ingin ada masalah."
Liang Fei menatap pemuda itu dan berkata dengan tegas, "Ketahuilah bahwa keserakahan sering berakhir dengan kerugian. Pergilah, dan jangan kembali. Jika tidak, kalian mungkin tidak seberuntung ini di lain waktu."
Beberapa bandit yang berpikir lebih rasional, yang menyadari bahwa menghadapi Liang Fei sama dengan menantang maut, mereka mulai mundur dengan ragu-ragu.
Naluri bertahan hidup mereka lebih kuat daripada keserakahan mereka.
Namun, satu-dua bandit yang lebih keras kepala atau mungkin dungu, berusaha menutupi ketakutan mereka dengan keberanian palsu.
Mereka tetap mengangkat senjata sambil menggertakkan gigi, "K-kami adalah bandit bulan perak, kami tidak akan menyerah begitu saja," teriak mereka dengan suara gemetar.
'Sungguh orang-orang bodoh,' pikir Liang Fei sambil menghela napas pelan, merasa kasihan kepada mereka yang tidak paham kapan harus mundur.
Dengan gerakan anggun seperti tarian, dia meluncur di antara mereka, menghindari serangan mereka dengan sangat mudah.
Kepala kedua bandit itu jatuh dengan cepat, mengikuti jejak rekan mereka yang tewas terlebih dahulu.
Tanpa suara atau pertumpahan darah berlebihan, Liang Fei memastikan bahwa pertempuran itu singkat dan mematikan.
Bandit lainnya, yang menyaksikan teman-teman mereka dengan cepat dihabisi, tidak berani melawan balik.
Mereka ingin segera pergi, tetapi Liang Fei tiba-tiba menghentikan mereka. "Tunggu, aku berubah pikiran," ucapnya.
Nada tenangnya yang dingin membuat mereka semua menelan ludah.
"Kalian bilang kalian adalah bandit bulan perak?" tanya Liang Fei, dibalas dengan anggukan para bandit.
"Kalau begitu, pasti banyak harta yang kalian simpan di markas, bukan?" tanyanya lagi, kini dengan niat licik.
Para bandit menelan ludah untuk kesekian kalinya. Baru saja dia memberi mereka ceramah tentang bahaya dari keserakahan, tetapi kini dia sendiri yang terlihat serakah.
Para bandit ingin mengoreksi, tetapi menahan diri karena masih sayang dengan kepala mereka.
Liang Fei menyeringai, tidak seperti senyuman ramah biasanya. "Baiklah, jika kalian tidak ingin kehilangan kepala, aku berikan pilihan. Bawa aku ke markas kalian, dan kita lihat bagaimana kita bisa 'berbagi' harta itu."
Para bandit saling berpandangan, ketidakpastian menghantui, "Namaku Go Hua, aku tunjukkan jalannya dengan syarat keamanan kami terjamin," ucap bandit muda sambil memperkenalkan diri.
"Akan kupertimbangkan, jika kalian bekerja sama dengan baik."
Dengan kesepakatan yang tidak sepenuhnya nyaman tetapi lebih baik daripada kekalahan total, bandit yang ketakutan itu memimpin Liang Fei menuju markas tersembunyi mereka.
Liang Fei dan para bandit bergerak dalam keheningan malam, menyusuri jalur sempit yang hanya diketahui oleh para bandit. Sinar bulan tersembunyi di balik awan, menambah kesan rahasia.
Liang Fei tetap waspada, menyadari jebakan bisa muncul kapan saja. Setelah beberapa saat perjalanan, mereka tiba di lembah kecil yang dikelilingi tebing.
Markas bandit bulan perak tersembunyi dan tak terlihat dari jalur biasa. Sebuah pintu kayu besar yang tampak berat terdapat di bagian bawah tebing, dijaga oleh dua orang yang kini terkejut melihat Liang Fei bersama kelompok bandit.
"Katakan apa urusan pria itu disini!" teriak penjaga kepada rekannya yang pergi untuk mengincar kereta pedagang.
Salah satu penjaga melihat rekannya dan menyadari jumlah mereka yang kurang.
"Dimana sisa kelompok kalian?" tanya penjaga itu, ia mulai menaruh curiga terhadap Liang Fei dan rekan rekannya yang tampak tertindas olehnya.
"D-dia pelakunya!" teriak Go Hua sambil menunjuk Liang Fei.
Para penjaga terperangah sejenak sebelum meningkatkan kewaspadaan mereka terhadap Liang Fei.
Liang Fei, dengan ketenangannya yang menusuk, melangkah maju tanpa ragu.
"Aku datang untuk mencari harta kalian. Jika kalian tidak ingin melewati nasib yang sama dengan rekan kalian sebelumnya, aku sarankan untuk tidak melawan," ucapnya dengan tenang, sementara matanya menatap tajam ke arah para penjaga.