NovelToon NovelToon
TRAGEDI KASTIL BERDARAH

TRAGEDI KASTIL BERDARAH

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Doni arda

abella dan sembilan teman dekatnya memutuskan untuk menghabiskan liburan musim dingin di sebuah kastil tua yang terletak jauh di pegunungan. Kastil itu, meskipun indah, menyimpan sejarah kelam yang terlupakan oleh waktu. Dengan dinding batu yang dingin dan jendela-jendela besar yang hanya menyaring sedikit cahaya, suasana kastil itu terasa suram, bahkan saat siang hari.

Malam pertama mereka di kastil terasa normal, penuh tawa dan cerita di sekitar api unggun. Namun, saat tengah malam tiba, suasana berubah. Isabella merasa ada yang aneh, seolah-olah sesuatu atau seseorang mengawasi mereka dari kegelapan. Ia berusaha mengabaikannya, namun semakin malam, perasaan itu semakin kuat. Ketika mereka semua terlelap, terdengar suara-suara aneh dari lorong-lorong kastil yang kosong. Pintu-pintu yang terbuka sendiri, lampu-lampu yang padam tiba-tiba menyala, dan bayangan gelap yang melintas dengan cepat membuat mereka semakin gelisah.

Keesokan harinya, salah satu teman mereka, Elisa, ditemukan t

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30: Malam Penuh Darah

Langkah kaki mereka bergema pelan di lorong kastil yang dingin dan gelap. Zoe terus menempel di belakang Isabella, matanya melirik ke segala arah, sementara tangannya gemetar memegang senter kecil yang mereka temukan di pos penjaga hutan.

“Gue nggak suka ini, Bella,” Zoe berbisik, suaranya hampir tenggelam dalam keheningan.

“Gue juga nggak suka, Zo. Tapi kita nggak punya pilihan,” Isabella menjawab pelan tanpa menoleh.

Mereka terus berjalan, melewati lukisan-lukisan besar yang menggantung di dinding kastil. Wajah-wajah di lukisan itu seperti memperhatikan mereka, mata mereka terasa hidup.

Tiba-tiba, Zoe berhenti dan menarik lengan Isabella. “Tunggu. Lo denger itu nggak?”

Isabella memicingkan telinga. Dari kejauhan, terdengar suara seperti sesuatu yang diseret di lantai batu. Suara itu pelan tapi jelas, bikin bulu kuduk mereka berdiri.

“Kayaknya... kita harus balik, Bella,” Zoe berkata, suaranya hampir putus asa.

Belum sempat Isabella menjawab, pintu besar di ujung lorong terbuka dengan keras. Suara kayu yang berderit memekakkan telinga mereka. Dari dalam, keluar sosok tinggi besar dengan topeng menyeramkan. Dia memegang senjata tajam—kapak besar yang berkilauan dalam cahaya redup senter Zoe.

“LARI!” Isabella langsung menarik Zoe dan mereka berdua berlari secepat mungkin ke arah yang berlawanan.

---

Mereka terus berlari tanpa arah yang jelas, hanya ingin menjauh dari pria bertopeng itu. Tapi suara langkah kakinya yang berat terus mengikuti mereka, semakin lama semakin dekat.

“Bella! Dia makin deket!” Zoe berteriak sambil menoleh ke belakang.

“Tutup mulut lo dan terus lari!” balas Isabella.

Namun di depan mereka, muncul satu lagi pria bertopeng, kali ini dengan pedang panjang di tangannya. Isabella langsung menarik Zoe ke sebuah ruangan kecil di sebelah mereka.

“Di sini!” Isabella menutup pintu dengan keras dan mengunci dari dalam.

Mereka terengah-engah, mencoba menenangkan diri. Tapi ketenangan itu nggak bertahan lama. Suara langkah kaki mulai mendekat ke pintu.

Tok. Tok. Tok.

“Gue nggak mau mati, Bella...” Zoe mulai menangis.

Isabella memeluk Zoe erat, tapi matanya mencari sesuatu—apa saja—yang bisa mereka gunakan untuk bertahan. Di ruangan itu, hanya ada rak tua yang penuh dengan buku berdebu.

Tiba-tiba, pintu dihantam keras. Kayu tua itu mulai retak.

“Bella, mereka masuk!” Zoe panik.

“Gue tahu! Bantu gue cari sesuatu buat bertahan!” Isabella balas sambil mencoba menggeser rak buku ke depan pintu.

Tapi sebelum mereka berhasil, pintu itu akhirnya jebol. Salah satu pria bertopeng masuk dengan senjata di tangannya. Isabella mencoba menyerang dengan potongan kayu dari rak, tapi pria itu dengan mudah mendorongnya ke lantai.

Dia mengangkat kapaknya tinggi-tinggi, siap menebas Isabella. Tapi tiba-tiba, Zoe melompat dan mendorong pria itu.

“LARI, BELLA!” Zoe berteriak.

Isabella nggak mau pergi, tapi dia tahu nggak ada pilihan lain. Dengan air mata yang mengalir, dia berlari keluar dari ruangan itu, meninggalkan Zoe yang kini di hadapan pria bertopeng.

---

Isabella terus berlari tanpa arah, tangisannya bercampur dengan napas yang tersengal-sengal. Di lorong berikutnya, dia menemukan Alex—temannya yang sebelumnya terpisah.

“Alex!” Isabella menghampirinya.

“Bella! Lo masih hidup?!” Alex terlihat lega, tapi wajahnya penuh luka.

“Kita harus keluar dari sini! Mereka ngebunuh Zoe!” Isabella hampir histeris.

Alex mengangguk. “Gue tahu jalan keluar. Ikut gue!”

Mereka berdua mulai berlari lagi, tapi baru beberapa meter, seorang pria bertopeng muncul dari samping dan menyerang Alex dengan pisau panjangnya.

“Alex!” Isabella berteriak, tapi semuanya terjadi terlalu cepat. Pisau itu menancap di dada Alex, darah mengalir deras dari lukanya.

“Pergi... sekarang...” Alex berkata pelan sebelum tubuhnya jatuh ke lantai.

Isabella nggak punya waktu untuk menangis. Dia berlari lagi, mencoba mengabaikan suara langkah kaki pria bertopeng yang masih mengejarnya.

---

Penuh Perangkap

Setelah berlari cukup jauh, Isabella menemukan tangga spiral yang mengarah ke bawah tanah. Tanpa pikir panjang, dia turun.

Tapi di bawah, dia menemukan sesuatu yang jauh lebih menyeramkan. Ruangan besar itu penuh dengan mayat teman-temannya yang tergantung di dinding, tubuh mereka penuh luka. Di tengah ruangan, ada meja besar dengan simbol aneh yang dilukis dengan darah.

“Oh Tuhan...” Isabella menutup mulutnya, hampir muntah.

Dari belakang, suara pintu besar menutup dengan keras. Dia berbalik dan melihat dua pria bertopeng berdiri di sana.

“Kalian... kenapa ngelakuin ini?!” Isabella berteriak, mencoba mencari jawaban.

Tapi mereka nggak menjawab. Salah satu dari mereka mendekat dengan perlahan, mengangkat kapaknya tinggi-tinggi.

Isabella mundur, tapi dia terpojok di sudut ruangan. Dalam kepanikan, dia meraih sebuah pisau kecil yang ada di meja dan bersiap untuk melawan.

“Kalau lo mau gue mati, lo harus kerja lebih keras dari ini!” Isabella berteriak sambil menyerang dengan pisau itu.

Pertarungan sengit terjadi. Isabella berhasil melukai salah satu pria bertopeng, tapi pria kedua menyerangnya dari belakang dan menendangnya hingga dia terjatuh.

---

Ketika Isabella pikir semuanya sudah berakhir, terdengar suara tembakan dari arah pintu. Salah satu pria bertopeng jatuh, sementara yang lain kabur ke kegelapan.

Dari balik pintu, muncul seseorang yang nggak asing—penjaga hutan yang mereka temui sebelumnya.

“Lo masih hidup?” dia bertanya dengan nada datar sambil membantu Isabella berdiri.

“Gue nggak tahu gimana caranya,” Isabella menjawab dengan suara serak.

“Kalau lo mau hidup, lo harus ikut gue sekarang,” katanya tegas.

Isabella nggak punya pilihan lain selain mengikutinya, meninggalkan ruangan penuh darah itu. Tapi di lubuk hatinya, dia tahu ini belum selesai. Dan dia nggak yakin apakah dia benar-benar bisa selamat malam itu.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!