Andara Mayra terpaksa menerima perjodohan dengan seorang pria yang sudah dipilihkan oleh ayahnya.
Namun dibalik perjodohan yang ia terima itu ternyata ia sudah memiliki kesepakatan sebelumnya dengan sang calon suami. kesepakatan jika setelah satu tahun pernikahan, mereka akan bercerai.
akankah mereka benar-benar teguh pada kesepakatan mereka? atau malah saling jatuh cinta dan melupakan kesepakatan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wiwit rthnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
magang
Pagi ini aku sudah siap magang di kantor mas Bara. Pakaian formal, kemeja putih dengan blazer warna maroon juga rok hitam diatas lutut membuatku sedikit terlihat dewasa dan seksi. Kita lihat, apa dia masih bisa mengatakan aku seperti anak kecil lagi sekarang.
"Kamu niat magang apa enggak?" Kulihat mas bara terus melihat jam di tangannya saat aku turun.
"Ini sudah jam de la pan-" kulihat matanya menatapku tak berkedip. Namun sedetik kemudian ia menggelengkan kepalanya pelan.
"Jika kamu berangkat sesiang ini, takkan ada perusahaan yang akan menerimamu bekerja disana." Ia berjalan meninggalkanku dan aku mengikutinya dengan kesal karena ia berjalan dengan sangat cepat, sampai-sampai aku harus melepas heels milikku karena takut ketinggalan olehnya.
"Mas Bara bisa pelan gak sih jalannya." Aku duduk disebelahnya dengan wajah cemberut.
Mobilpun melaju, Mas bara terus melihat kearah depan tak mau menatap kearahku, bahkan saat aku bicarapun ia seolah tak menghiraukannya.
Mobil memasuki pelataran kantor. Baru pertama kali aku menginjakkan kakiku di perusahaan milik wijaya group.
Semua orang menunduk hormat saat aku dan mas bara lewat.
Mas Bara membawaku menuju sebuah ruangan. Ia mengajakku menemui seorang wanita paruh Baya yang ada disana.
"May. Perkenalkan ini Bu eka. Kepala divisi keuangan di kantor ini. Dan bu Eka, perkenalkan, dia Mayra. Dia akan magang disini, tolong dibimbing ya."
"Baik pak." Setelah mengantarku, mas Bara pun pergi.
Sepertinya bu eka tidak tahu jika aku adalah istri mas Bara. Kalau dia tahu pasti aku akan sedikit canggung disini.
Hari pertama aku bekerja bu eka banyak membantuku, sehingga aku cukup mudah menyelesaikan pekerjaanku.
"Tolong kamu minta tandatangan pak Bara ya May." Bu eka memberikanku berkas untuk ditandatangani oleh mas Bara.
Ceklek
Tanpa mengetuk pintu, aku langsung membuka pintu ruangan kerja mas bara. Mataku membola saat tak sengaja melihat dua insan yang sedang asyik menyatukan bibir.
"Astaga." Aku segera membalik badan karena mataku sudah ternoda. Gaya pacaran orang dewasa memang tak bisa kuduga.
"Hey kemari kamu anak kecil." Suara mas Bara membuatku pelan-pelan membalikkan badan. Aku bernafas lega karena mbak ana sudah berpindah tempat yang tadinya berada diatas pangkuan mas Bara, kini ia sudah duduk diatas sofa. Aku berjalan membawa berkas menuju mas Bara dengan canggung.
"Lain kali ketuk pintu sebelum masuk. Jangan biasakan nyelonong gitu aja. Itu tidak sopan." Mas Bara hanya menatap berkas itu datar.
"Ya kan aku gak tahu juga kalau ada yang sedang beradegan panas dikantor."
"Sudah pergi sana. Bocil dilarang lama-lama diarea dewasa." Mas Bara memberikan kembali berkasku yang sudah ia tandatangani. Aku mengambilnya sambil mendengus menatapnya. Bisa-bisanya dia memanggilku bocil. Aku kembali keluar, entah apa yang akan mereka lakukan selanjutnya didalam.
"Eh, pasti ada Anastasya ya di dalam?" Salah satu staf disana menanyaiku.
"Ya pasti ada lah, tiap hari nempel gitu. Kasian banget ya istrinya pak Bara. Kalu dia tahu pasti sakit hati banget suaminya deket sama cewek lain." Staf yang lain menjawab pertanyaan temannya.
"Emang anastasya sering ya kesini?" Entah datang darimana jiwa kepo ku muncul.
"Hampir tiap hari sih, apalagi perusahaan kita pake jasa dia buat jadi model brand ambasador. Jadi tambah leluasa deh."
Gosip-gosip miring mulai terdengar. Jadi Anastasya itu adalah teman masa kecilnya mas Bara. Karena profesinya yang sebagai model dan terlahir dari keturunan orang biasa membuat ia tak bisa diterima oleh keluarga dirga wijaya.
Haaah satu hari bekerja aku sudah mendapatkan banyak bonus informasi dari para karyawan disana.
Aku pulang diantarkan oleh asisten lie. Tentu aku tahu kemana suamiku itu pergi. Dia sedang pergi bersama kekasihnya untuk menghabiskan waktu bersama. Tak mau ambil pusing aku merebahkan tubuhku diatas kasur. Ternyata cukup lelah setelah bekerja seharian.
Ting
Sebuah pesan masuk
[Honey lagi apa?]Sudut bibirku tertarik melihat pesan dari kak Satria. Tak berapa lama panggilan video darinya muncul.
"Hai?" Ia tersenyum diseberang sana.
"Tumben telepon? Gak sibuk?" Aku merubah ekspresiku dengan sedikit mengerucutkan bibir karena dia baru menghubungiku setelah satu bulan tanpa kabar.
"Maaf sayang. Tugasku benar-benar banyak bulan ini. Aku kangeen. I miss you so much baby." Wajahnya tiba-tiba memelas membuatku seketika gemas.
"Pulang dong kalau kangen. Kakak pikir aku gak kangen. Satu bulan gak ada kabar. Bete tau." Aku memasang wajah merajuk didepannya.
"Hehe. Iya sayang. Iih gemes deh jadi pengen cium kalau bete kayak gitu."
"Iih apaan sih." Pipiku sedikit merona karena ucapannya. Aku jadi teringat dengan ciuman pertamaku yang dicuri oleh mas Bara waktu itu.
"Kamu lagi apa sayang?"
"Aku lagi tiduran nih. Capek banget habis magang. Kalau kakak lagi apa? Emang sekarang gak ada tugas bisa telepon aku?" Ia tersenyum menawan menatapku.
"Masih ada sih. Tapi mau gimana lagi. Kangenku udah diujung, gak bisa ditahan-tahan lagi." Kata-katanya membuat pipiku kembali merona.
"Ciyeee merah pipinya. Cantik deeeeh."
"Iiih kak satria." Aku menutup wajahku karena malu.
"Ehemmm." Deheman seseorang membuatku terbangun. Kulihat mas Bara sudah berdiri didepan pintu kamarku.
"Ada apa?" Aku memberikan isyarat pada mas Bara.
"Makan." Ia menunjukkan sebuah paper bag padaku.
"Iya nanti." Aku mengangguk dan kembali beralih pada ponselku.
"Siapa?" Nampak kak satria peka jika ada seseorang berbicara padaku.
"Papah, ngajakin aku makan malam." Ah aku sudah mulai jadi kang bohong.
"Kamu belum makan?" Ia nampak khawatir, dan aku hanya menggeleng pelan.
"Ya udah kamu makan gih. Nanti kita lanjut lagi kalau ada waktu."
"Bener ya?"
"Iya sayang. Sabar ya... I love you."
"I love you too kak."
Kak Satria mengakhiri panggilannya. Akupun bergegas bangkit, namun saat keluar aku tak sengaja menabrak dada bidang mas Bara.
"Awh. Mas Bara masih disini?"
"Enggak, aku hendak manggil kamu lagi. Siapa tahu kamu ketiduran kan."
Aku memicing melihatnya, kulihat paper bag makanan itu masih ditangannya. Benar kan dia habis menguping. Segera kuambil paper bag itu dan membawanya menuju meja makan.
"Maaf tadi aku meninggalkanmu dan menyuruh lie yang mengantarkanmu. Ana akan pergi ke paris untuk karier modelnya, jadi aku mencoba mengantarnya ke bandara."
"It's okey. Aku tidak masalah. Mas Bara tak perlu menjelaskannya padaku." Aku menyantap spagethy yang ia bawa dengan santai. Aku tak mempermasalahkan ia mau pergi kemana dan dengan siapa, aku tak peduli. Hanya saja ada sedikit ketakutan dalam diriku. Aku takut jika suatu saat papa melihat semua itu. Aku kenal siapa papaku. Aku tak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan papa nanti.
"Aku cuma pesan sama mas. Aku mohon berhati-hatilah. Mas dan mbak ana itu banyak yang mengenal. Aku takut jika papaku melihat kalian atau ada yang mengenal kalian dan melihat kalian bersama lalu melaporkannya pada papa. Kurasa pasti akan menimbulkan masalah besar nantinya."
"Ya aku paham. Tapi untuk enam bulan kedepan kurasa itu takkan terjadi. Karena selama itu ana akan menetap di paris."
"Oooh ya? Pantas saja sampai bolos kerja setengah hari. Pasti habis kangen-kangenan dulu ya? Aah aku jadi penasaran, kangen-kangenan ala orang dewasa itu kira-kira seperti apa ya? Pasti-" aku melirik menggodanya.
"Pasti apa?" Mas Bara menatapku intens.
"Hehe enggak. Udah ah aku ngantuk." Tanpa berniat mencuci piringku aku bangkit dan hendak melewati mas Bara untuk kembali ke kamar, namun tangan mas Bara malah menarik pinggangku agar duduk diatas pangkuannya.
"Mmmas." Aku mencoba bangkit tapi satu tangan mas Bara mengunci tubuhku.
"Mau tahu kangen-kangenan ala orang dewasa itu seperti apa?" Ia terus menatapku tanpa berkedip.
"E-enggak usah. A-aku gak mau tahu." Dengan gugup aku mencoba menjauhkan tubuhku darinya. Namun wajah mas Bara malah mendekat, bahkan hidungnya sudah menempel di telingaku. Sontak tubuhku merasakan hal yang aneh saat hidungnya mengendus pipiku. Enggak, ini gak boleh dibiarkan.
"Eh bik sumi." Aku bangkit saat kurasa mas Bara terkecoh oleh ucapanku. Ia celingak-celinguk mencari bik sumi.
"Mana bik sumi?" Ia bertanya seperti orang bodoh.
"Sedang tidur. Weeee." Aku terkikik melihatnya yang sudah berhasil aku kibuli, dan segera berlari menuju kamarku. Aku segera mengunci pintu takut mas Bara datang dan macam-macam lagi padaku.
Sepertinya otak mas Bara mulai konslet gara-gara ditinggal pacar.