Hi hi hayyy 👋
Selamat datang di karya pertamaku... semoga kalian suka yaaa
Marchello Arlando harus mendapat julukan pria buruk rupa setelah insiden yang membuatnya mengalami banyak luka bakar.
"Aku tak sudi bersamamu lagi Chello. Aku malu memiliki pasangan yang buruk rupa sepertimu."
Marah, benci dan juga dendam jelas sangat dirasakan Marchello. Namun keadaannya yang lemah hanya bisa membuat dirinya pasrah menerima semua ini.
Hingga 7 tahun berlalu, Marchello dipertemukan oleh fakta tentang keluarga kandungnya dan membuatnya menjadi penerus satu-satunya. Menjadi CEO sekaligus pemimpin mafia yang selalu menggunakan topeng, Marchello bukan lagi pria berhati malaikat seperti tahun-tahun sebelumnya.
Hingga pada suatu hari, ia diminta menikah untuk bisa memberikan penerus bagi keluarganya. Wanita yang dijodohkan untuknya justru mengalihkan posisinya dengan adik tirinya sendiri setelah tahu keadaan Marchello yang memiliki rupa misterius. Mungkinkah perjodohan akan tetap berlanjut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qaeiy Gemilang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengembalian Hak
Lucas yang baru kembali dari markas melihat sosok pria berdiri di luar gerbang mansion dengan tatapan tajam yang terus mengarah pada Marchello dan Vilme. Kedua tangan pria itu mengepal dan seolah sangat tak suka akan hal yang ia lihat.
"Siapa dia dan mau apa dia disana?"
Perasaan curiga mulai menyelimuti pikiran Lucas, dan tanpa ragu ia segera menghampiri pria tersebut.
"Siapa kau?" tanya Lucas dengan nada tegas.
"Aku Aaron, teman kuliah Vilme. Aku ingin bertemu dengannya." jawab pria itu dengan santai.
"Apa kau sudah membuat janji dengan Nona Vilme?" tanya Lucas yang membuat Aaron hanya diam.
"Apakah seorang teman perlu membuat janji? Aku dan Vilme adalah teman dekat dan kau akan diamuk jika sampai menghalangiku bertemu dengannya." jawab Aaron tanpa takut sama sekali.
Lucas menggelengkan kepalanya, “Tak ada janji dan tak ada pesan dari Nona Vilme, maka aku tak bisa mengizinmu masuk. Silahkan pergi!” ucap Lucas dengan tatapan tajamnya.
Aaron menghela nafas kasar, “Baiklah, tapi sampaikan padanya kalau aku ingin bertemu dengannya. Aku akan datang lagi besok.” Aaron langsung berlalu begitu saja, sementara Lucas masih menatapnya datar.
Sementara Marchello kini mendudukkan Vilme ke atas ranjang dengan Marchello yang kini berlalu untuk membawa kotak obat.
“Biar aku saja! Bukankah kau akan segera ke kantor?” ucap Vilme mencegah Marchello yang mulai mengobatinya.
“Aku hanya akan pergi setelah memastikanmu baik-baik saja.” Jawaban Marchello yang terkesan datar ini mampu membuat senyum kecil Vilme tercipta.
Marchello mulai meneteskan cairan antiseptik pada jari kaki Vilme yang terluka dan yang sebelumnya tersandung batu.
“Apakah sakit?” tanya Marchel.
Vilme mengangguk, “Sedikit,” jawab Vilme dengan meringis menahan perih.
“Lain kali lebih hati-hatilah lagi. Mansion ini penuh liku-liku dan kau harus perhatikan tiap langkah yang kau tuju.” Ucap Marchello tanpa menatap pada Vilme.
“Aku merasa ini lebih dari sekedar nasehat,” balas Vilme sembari tersenyum.
Marchel menyentil pelan kening Vilme, “Ya, ini lebih dari sekedar nasehat. Kalau kau salah dalam berpijak dan tak memperhatikan resikonya, kau akan mendapatkan masalah. Sama halnya seperti luka yang kau dapat ini. Karena itu, jangan salah langkah lagi.” Ucap Marchel yang membuat Vilme tersenyum kecut.
“Aw... pelan-pelan!” rintih Vilme kala Marchel mulai mengurut kakinya.
“Kau harus tahan! Aku takut kau terkilir, karena itu kuurut kakimu.” Ucap Marchel.
Sementara Lucas dan Vincent yang menuju kamar Marchel untuk menemuinya pun terkejut kala mereka melewati salah satu kamar yang merupakan kamar Vilme dan mendengar suara teriakan.
“Akh... pelan Marchel! Kau mau mematahkan kakiku?” pekik Vilme yang membuat Lucas dan Vincent saling pandang.
“Memang seperti itu rasanya dan kau harus tahan.” Balas Marchel.
“Apa mereka sedang melakukan...”
“Jangan terlalu ditekan Marchel!” pekik Vilme lagi.
“Ini sudah pelan-pelan Ime. Kau harus rileks.” Balas Marchel sembari terus mengurut kaki Vilme.
Lucas hanya nyengir kuda kala ditatap tajam oleh Tuan Vincent.
Plak!
Lucas terkejut kala Tuan Vincent memukul lengannya.
Sembari mengusap-usap lengannya, “Apa salahku Tuan?” tanya Lucas.
“Kenapa kau tak bilang kalau Marchel dan Vilme sedang bersama?”
“Saya juga tidak tahu Tuan sebab saya juga baru kembali dari markas.” Jelas Lucas.
Tuan Vincent menghela nafas kasar, langsung menarik tangan Lucas. “Sudah ayo pergi!” ucapnya dengan berlalu bersama Lucas.
Sementara Marchello yang telah selesai mengobati dan memijat kaki Vilme pun menatap heran pada wanita yang sejak tadi memandangnya.
“Apakah luka itu begitu buruk sampai-sampai kau tak mau menunjukkan wajahmu? Bahkan, pada istrimu sendiri.” Tanya Vilme dengan tangannya yang memegang penutup wajah Marchel.
Marchel menurunkan tangan Vilme dan menggenggamnya, “Seperti yang dikatakan kakak tirimu, aku ini buruk rupa. Aku tak mau membuat orang tak nyaman padaku, meski sebenarnya grandpa biasa saja. Aku hanya tak mau membuat nama perusahaan keluarga ini semakin buruk dengan keadaan diriku.” Jawab Marchel.
“Tapi artinya grandpa sudah tahu wajahmu, sedangkan aku tidak. Aku ini istrimu dan aku akan selalu bersamamu meski apa pun keadaanmu.” Ucap Vilme dengan wajahnya yang sendu.
“Kau bisa mengatakan ini karena belum mengetahui yang sebenarnya. Semua orang dan bahkan wanita di luar sana memilih untuk tidak memiliki hubungan apa pun denganku. Bahkan kalau pun ada, aku yakin itu hanya demi uang.” Jelas Marchel.
“Apa kau menganggapku juga seperti itu dan hanya karena uang?” tanya Vilme yang membuat Marchello menatapnya.
“Tidak. Kau wanita yang berbeda dan aku tahu itu. Hanya saja, aku belum siap untuk menunjukkan wajahku. Kuharap kau mengerti. Kalau begitu, aku harus pergi.” Jelas Marchello kemudian ia segera berlalu meninggalkan Vilme yang masih terdiam.
“Grandpa disini? Sejak kapan grandpa datang?”
Tuan Vincent menoleh pada sumber suara, “Belum lama. Kau sudah selesai?” balas Tuan Vincent pada Marchel yang baru saja memasuki ruang kerjanya.
Marchel menaikkan sebelah alisnya, “Selesai? Selesai apanya grandpa? Aku bahkan belum melihat satu pun berkas yang akan kubawa ke kantor nanti.” Jelas Marchel yang membuat Lucas justru menahan tawanya.
Marchel menatap tajam Theo, “Kenapa denganmu ini?” tanya heran Marchel.
“Tidak apa-apa Marchel. Hanya saja, sebaiknya lain kali kau mengaktifkan peredam suara. Apa kau tak malu jika terdengar banyak orang?” timpal Tuan Vincent yang membuat Marchel masih bingung.
“Memang apa yang kulakukan sampai-sampai...” Marchel pun baru paham akan maksud dari ucapan kakeknya ini. “Apa yang kalian dengar tadi tidak seperti yang kalian kira. Aku mengobati kaki Vilme tadi.” Imbuhnya.
“Hei, sudahlah! Grandpa tak masalah akan hal itu dan kau tak perlu mencari alasan. Justru grandpa senang kalau cucu grandpa segera hadir.” Balas Grandpa sembari terkekeh dan membuat Marchel hanya menghela nafas kasar.
“Ada apa grandpa kemari?” tanya Marchel.
“Ini,” Grandpa menyerahkan sebuah berkas pada Marchel. “Itu pengalihan butik milik mendiang ibu mertuamu. Berikan pada Vilme dan dia pasti akan senang.” Imbuhnya.
Marchel mengangguk dan tersenyum setelah membaca berkas ini, Marchel senang sebab kakeknya ikut membantunya dalam hal ini.
mampir juga jika berkenan/Smile//Pray/