"Apa yang kamu tahu?" tanya Aditya pada pria yang kepalanya berlumuran darah.
"Aku hanya lihat ada tiga orang pria datang lalu dia menyuntikkan sesuatu pada wanita itu. Setelah wanita itu tidak berdaya, mereka menggantungnya seolah dia bunuh diri."
Usai mengatakan itu, pria tersebut menghilang tanpa bekas.
Sebagai seorang polisi, terkadang Aditya menemui kesulitan ketika mengungkap sebuah kasus. Dan tak jarang dia sering meminta informasi dari makhluk tak kasat mata yang ada di sekitar lokasi kejadian.
Aditya memanfaatkan indra keenamnya untuk mengungkap kasus kejahatan yang terjadi di sekitarnya. Tak sendiri, dia ditemani jin cantik bernama Suzy yang rela membantunya melakukan apapun, kecuali mencarikan jodoh untuknya.
"Haiissshh.. Tante Suzy.. yang benar dong kalau kasih info. Nyasar lagi nih kita!" kesal Adita.
"Kalau mau nanya alamat tuh ke Mbah Gugel! Bukan ke aku!"
Aditya hanya menepuk keningnya saja.
"Percuma ngajak jin dongo," gumam Aditya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terbongkarnya Rahasia
"Bukan kami yang melakukannya. Sumpah aku dan temanku hanya ditugaskan untuk membuangnya saja. Bukan kami yang membunuhnya."
"Lalu Lastri? Kenapa kalian membunuhnya."
"Kalau itu karena dia sudah membuka plastik itu sebelum kami meninggalkan tempat. Kami tidak mau ketahuan oleh yang menyuruh kami dan membuat kami kehilangan bayaran. Makanya kami terpaksa membunuhnya."
"Kalian menyamarkan pembunuhannya seolah wanita itu bunuh diri?"
"I.. iya."
"Siapa yang sudah membayar kalian untuk membuang mayat Wina?"
"Kami tidak tahu. Kami mendapat telepon dari seseorang yang meminta kami membuang sesuatu. Karena penasaran, kami membuka bungkusan itu yang ternyata adalah mayat wanita."
"Bagaimana bayaran untuk kalian?"
"Bayaran kami ditaruh di loker yang ada di salah satu kolam renang."
"Kolam renang mana?"
"Wahana Tirta. Kami diminta mengambil uangnya di sana setelah selesai melakukan tugas."
"Jam berapa?"
"11 siang."
"Apa kamu masih menyimpan nomor telepon orang yang sudah menyuruhmu?"
"Ada di hapeku."
Interogasi saat ini dirasa cukup. Jaya keluar dari ruangan, sementara Widodo dibawa kembali ke sel. Usai melakukan interogasi, semuanya kembali berkumpul di ruang meeting. Apa yang dikatakan Widodo sama seperti yang dikatakan kedua rekannya. Mereka mengakui pembunuhan terhadap Lastri, tetapi tidak pada Wina.
"Sepertinya pembunuhan Wina masih misteri. Mereka tetap tidak mengakuinya," ujar Jaya.
"Aku rasa mereka jujur. Mereka mengakui kalau membunuh Lastri tapi tidak dengan Wina," sahut Aditya.
"Berarti pekerjaan kita belum tuntas."
Semua menganggukkan kepalanya tanda setuju atas apa yang dikatakan oleh Nusa. Tomi kemudian menugaskan pada Nusa dan Ikhsan untuk mendatangi kolam renang Wahana Tirta. Siapa tahu ada petunjuk yang bisa membawa mereka pada pembunuh sebenarnya.
***
Sudah dua jam lamanya Tristan berada di depan laptop. Dia tengah mencari bukti melalui rekaman cctv yang berhasil dikumpulkan oleh Nusa dan Ikhsan. Pria itu mengusap matanya yang terasa perih. Dicabutnya USB yang baru saja diperiksa olehnya. Lalu dia memasangkan USB lain. Tristan kembali fokus melihat layar di depannya.
Rekaman yang dilihatnya adalah rekaman dari mini market yang ada di dekat rumah Wina. Mini market yang didatangi oleh Wina. Nampak Wina memasuki mini market dan tak lama kemudian keluar. Semuanya nampak normal, tidak ada yang mencurigakan. Cukup lama Tristan terus memperhatikan rekaman tersebut. Dia sampai mempercepat waktu rekaman, tapi tidak ditemukan apa-apa. Saat pria itu hendak mematikan rekaman cctv, tiba-tiba di layar muncul seorang pria mengenakan jas hitam, dia masuk ke dalam mini market lalu keluar dengan membawa rokok dan minuman dingin. Dia meneguk minumannya sambil menyesap rokok di kursi yang disediakan mini market.
Tristan mengambil berkas yang didapatnya dari Sentinel. Dia sepertinya pernah melihat wajah pria yang terekam di layar. Pria itu membuka lembaran kertas sampai akhirnya di berhenti di berkas yang memajang nama dan foto salah satu pegawai SAFE.
"Dit.."
Aditya terpaksa mengalihkan perhatiannya dari berkas di atas mejanya pada Tristan ketika pria itu memanggilnya. Tristan memintanya untuk mendekat. Pria itu menunjuk layar laptop lalu menunjuk kertas di tangannya.
"Laki-laki ini salah satu pegawai Sentinel. Dia tertangkap kamera, satu setengah jam setelah Wina meninggalkan mini market. Ini mencurigakan bukan? Selang waktu satu setengah jam bisa terjadi apa saja.
"Sepertinya kita harus ke Jakarta lagi," ujar Tristan.
"Kita hubungi dulu Baskara. Takutnya dia sedang tidak ada di sana."
Aditya mencari kartu nama milik Baskara. Kemudian dia segera menghubungi pria tersebut. Untuk beberapa saat pria itu berbicara dengan Baskara. Tristan terus melihat pada Aditya. Pria itu mengambil secarik kertas dan pulpen lalu menuliskan sesuatu di atasnya. Tak lama kemudian panggilan pun berakhir.
"Kebetulan dia sedang berada di Bandung. Dia sedang mengawal Ivan yang sedang menghadiri acara di Bandung."
"Baguslah. Kalau begitu kita ke sana sekarang."
"Lebih baik kamu mandi dan berganti pakaian. Kita akan menghadiri acara penting."
"Acara apa?"
"Grand opening pusat perbelanjaan dan area bermain di daerah Ciwidey. Ivan dan Gading sedang berada di sana."
"Baiklah. Tapi apa kita perlu membawa surat tugas. Pastinya kita tidak dibiarkan masuk begitu saja ke acara itu."
"Tenang saja. Perusahaan yang menggelar acara itu adalah perusahaan di mana sepupuku bekerja. Aku akan menghubunginya dan meminta kartu undangan padanya. Makanya kamu harus berpakaian rapih."
Kepala Tristan mengangguk paham. Aditya menawarkan diri mengantar Tristan ke kost-annya. Setelah itu dia akan pulang dan bersiap. Nantinya juga dia akan menjemput Tristan lagi, supaya mereka bisa pergi bersama.
***
Pukul tujuh lebih dua puluh menit, Aditya dan Tristan sudah sampai di tempat acara. Pria itu terpaksa harus berpakaian rapih karena acara grand opening kali ini dilakukan oleh keluarganya. Tristan cukup bingung melihat Aditya yang memakai jas ke acara ini, sementara dirinya hanya memakai batik saja.
"Kamu rapih banget."
"Harus, kalau ngga, aku bakalan digetok sama Mamaku, hehehe.."
Usai memakai jasnya, Aditya turun dari mobil disusul oleh Tristan. Keduanya segera menuju lobi mall. Acara grand opening memang dilakukan di pusat perbelanjaan yang menyatu dengan area bermain. Tempat acara berada di hall yang ada di lantai teratas gedung ini. Di depan lobi, sudah berjaga tim keamanan keluarga Ramadhan. Mereka menganggukkan kepalanya pada Aditya ketika pria itu melintas.
Aditya langsung menuju lantai teratas. Sudah banyak tamu yang datang. Mereka masih berkumpul di depan meja tamu untuk menulis di buku undangan. Tanpa menulis di buku undangan, Aditya langsung masuk ke dalam dan tidak ada yang menghalanginya.
"Dit.. masuknya ngga pake kartu undangan?" bisik Tristan.
"Ngga usah. Ayo."
Tristan mengikuti saja kemana Aditya melangkah. Pria itu melihat sekeliling, tamu yang hadir semuanya berpakaian rapih. Dapat pria itu pastikan kalau yang datang kebanyakan tamu penting. Lalu matanya menangkap Irzal tengah berbincang dengan Bupati Kabupaten Bandung. Dia langsung mengenali Irzal, pernah melihat gambar pria itu di majalah bisnis.
"Kenapa terlambat?" sembur Stella ketika Aditya sampai ke dekatnya.
"Sorry, Mama sayang. Tadi masih ada pekerjaan," jawab Aditya sambil memeluk Mamanya.
"Ngga suami, ngga anak, kalau udah kerja suka lupa sama keluarga," gerutu Stella.
"Udah dong Mama cantik, jangan marah-marah aja. Kenalin ini rekan kerjaku, namanya Tristan. Tris, perempuan cantik ini Mamaku."
"Tristan, Tante."
Tristan segera maju lalu mencium punggung tangan Stella. Untuk sesaat Stella memandangi pria di depannya. Wajah Tristan terbilang tampan, sikapnya juga ramah dan murah senyum. Rasanya Stella ingin menjodohkan anaknya dengan Tristan. Wanita itu masih cemas saat tahu anak keduanya juga memiliki kemampuan seperti dirinya.
"Kamu sudah punya pacar?" tanya Stella tiba-tiba.
"Eh.. Ng.. ngga ada, Tan."
Seketika Tristan menjadi gugup karena Stella langsung menanyakan pasangan padanya. Aditya hanya memutar bola matanya saja. Dia sudah tahu pikiran Stella. Pasti Mamanya itu ingin menjodohkan Tristan dengan Zahira. Bukannya Aditya tidak setuju, dia kasihan saja pada Tristan kalau harus berpasangan dengan adiknya yang super duper jutek.
"Kapan kamu sampai?"
Tiba-tiba saja Tamar sudah berada di dekat mereka. Aditya langsung mencium punggung tangan ayahnya. Lagi-lagi Tristan dibuat terkejut. Interaksi antara Aditya dengan Kepala Polrestabes ini terlihat begitu akrab. Apalagi ketika Tamar menggamit pinggang Stella dengan mesra.
"Apa kalian datang berhubungan dengan kasus?" tanya Tamar lagi ketika melihat Tristan bersama anaknya.
"Iya, Pa. Salah satu pegawai SAFE tertangkap kamera cctv di mini market yang didatangi Ibu Wina. Dia tertangkap kamera di hari sama Bu Wina menghilang. Aku curiga dia terlibat. Apalagi pin mereka ditemukan di dekat TKP terbuangnya Bu Wina."
"Tapi jangan sampai mengacaukan acara Ayah Bibie."
"Siap, Pa."
"Sana, temui dulu ayahmu."
Aditya mengikuti saja apa kata Papanya. Pria itu segera menemui Irzal yang saat ini tengah berkumpul dengan istri dan anak-anaknya. Tak lupa dia mengajak Tristan juga. Pria itu sepertinya masih sedikit terkejut dengan kenyataan yang diketahuinya malam ini.
"Kamu anaknya Pak Tamar?" akhirnya keluar juga pertanyaan itu dari mulut Tristan.
"Iya. Cukup kamu aja yang tahu ya."
"Siapa lagi yang tahu selain aku?"
"Pak Tomi."
"Ooh.."
Hanya itu saja jawaban yang keluar dari mulut Tristan. Sebelumnya dia sudah mengira kalau Aditya berasal dari keluarga terpandang dan berada, tapi pria itu tidak menyangka kalau Aditya adalah anak dari Tamar. Saat di kantor, keduanya selalu bersikap biasa. Tidak terlihat kalau mereka memiliki hubungan kekeluargaan.
"Ayah.. selamat atas keberhasilannya."
Aditya mendekati Irzal lalu mencium punggung tangan pria itu bergantian dengan Arsy. Di antara Paman yang lain, Aditya memang memanggil Irzal dengan sebutan Ayah. Itu karena kedekatan hubungan Papanya dengan pria itu. Selain Irzal, Aditya juga memanggil Papi pada Dipa, adik Mamanya. Untuk yang lain hanya dipanggil dengan sebutan Om saja.
"Kenalin Yah, Bun.. ini rekanku, Tristan."
Tristan segera mencium punggung tangan Arsy dan Irzal bergantian. Lalu dia juga dikenalkan pada Arsyad, Irsyad, Dadvar dan Maira, anak bungsu Irzal dan Arsy.
"Var, Zahi mana?"
"Ngga tahu, di toilet kali."
Di toilet, Zahira baru saja selesai menuntaskan hajatnya. Gadis itu mencuci tangannya di wastafel sambil merapihkan rambutnya. Saat sedang merapihkan rambutnya, tiba-tiba saja wajah di depan cermin berubah. Bukan penampakan dirinya melainkan wajah lain yang menyeramkan.
"Aaaaa!!!"
Zahira berteriak kencang kalau berlari keluar dari toilet. Suasana di toilet sangat sepi karena berada di luar hall. Sialnya wanita yang dilihatnya di cermin ikut keluar dan mengejarnya. Zahira semakin panik, sesekali dia melihat ke belakang untuk memastikan apa makhluk itu mengejarnya atau tidak. Karena tidak lihat jalan, gadis itu menabrak tempat sampah dan hampir saja terjatuh. Beruntung sebuah tangan menahan tubuhnya dan di saat bersamaan, sosok yang mengejarnya menghilang.
***
Siapa hayo yang nolong Zahi?