Deskripsi:
Di sebuah ruang sunyi yang dihiasi mawar merah dan lilin-lilin berpendar redup, seorang pengantin dengan gaun merah darah duduk dalam keheningan yang mencekam. Wajahnya pucat, matanya mengeluarkan air mata darah, membawa kisah pilu yang tak terucap. Mawar-mawar di sekelilingnya adalah simbol cinta dan tragedi, setiap kelopaknya menandakan nyawa yang terenggut dalam ritual terlarang. Siapa dia? Dan mengapa ia terperangkap di antara cinta dan kutukan?
Ketika seorang pria pemberani tanpa sengaja memasuki dunia yang tak kasat mata ini, ia menyadari bahwa pengantin itu bukan hanya hantu yang mencari pembalasan, tetapi juga jiwa yang merindukan akhir dari penderitaannya. Namun, untuk membebaskannya, ia harus menghadapi kutukan yang telah berakar dalam selama berabad-abad.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 30: ISTANA BAYANGAN
Langkah-langkah mereka terhenti di depan gerbang besar istana hitam itu. Pintu gerbangnya menjulang tinggi, terbuat dari logam yang tampak hidup, berdenyut perlahan seperti memiliki napas sendiri. Ukiran-ukiran di gerbang itu menggambarkan pemandangan mengerikan—manusia-manusia yang tersiksa, melarikan diri dari bayangan yang melahap tubuh mereka.
"Tempat ini... bukan buatan manusia," bisik Ilya, suaranya bergetar. Batu kecil di tangannya bergetar, memancarkan cahaya redup. "Apa yang menunggu kita di dalamnya?"
Raka menatap gerbang itu tajam, pedangnya tergenggam erat. "Apa pun yang ada di balik gerbang ini, kita harus menghadapinya. Ini bukan saatnya untuk ragu."
Wanita penjaga mengangguk, meskipun raut wajahnya penuh kecemasan. "Tapi, bagaimana kita membuka ini? Tidak ada pegangan atau kunci di mana pun."
Pria tua itu melangkah maju, tangannya meraba ukiran-ukiran pada pintu. "Ini bukan gerbang biasa. Ia hanya akan terbuka dengan pengorbanan..."
Kata-katanya terputus oleh bunyi gemuruh rendah dari dalam istana. Gerbang itu tiba-tiba bergerak sendiri, membuka perlahan dengan suara yang memekakkan telinga. Aroma busuk yang tidak tertahankan menyeruak dari celah yang terbuka, memaksa mereka untuk menutup hidung. Di dalamnya, kegelapan murni menyelimuti setiap sudut.
"Tidak ada jalan kembali," kata Raka sambil melangkah masuk dengan hati-hati.
Mereka berjalan memasuki lorong besar yang dipenuhi pilar-pilar hitam menjulang, masing-masing dililit oleh akar-akar yang tampak seperti daging hidup. Setiap langkah mereka diiringi suara bisikan, seperti ada ribuan suara berbicara di telinga mereka, namun tak satu pun kata yang bisa mereka pahami.
"Aku merasa kita sedang diawasi," gumam Lando, tangannya memegang erat tombaknya. Matanya terus melirik ke bayangan yang bergerak di sekitar mereka.
---
Tiba-tiba, dari balik salah satu pilar, muncul seorang pria. Ia berpakaian mewah, dengan jubah hitam berbordir emas yang melayang seolah tidak terikat gravitasi. Wajahnya tampan tetapi pucat, dengan mata yang berkilauan seperti bara api kecil.
"Selamat datang di kediamanku," katanya dengan suara tenang namun mematikan. "Aku adalah Kasper, penjaga gerbang akhir. Dan kalian telah membuat kesalahan besar dengan datang ke sini."
Raka segera mengangkat pedangnya. "Kami di sini untuk menghentikan semua ini! Apa pun yang kau sembunyikan di tempat ini, tidak akan bertahan lama!"
Kasper tersenyum sinis, memperlihatkan deretan gigi putih yang hampir menyerupai taring. "Hentikan? Kalian bahkan tidak tahu apa yang kalian hadapi. Kalian hanyalah boneka-boneka kecil yang tersesat dalam permainan besar."
Pria tua itu maju, menatap Kasper dengan penuh amarah. "Kami tahu apa yang terjadi di sini! Kau adalah bagian dari kekuatan yang mencoba menenggelamkan dunia dalam kegelapan. Kami tidak akan membiarkanmu menang."
Kasper mengangkat tangannya, dan seketika, pilar-pilar di sekitar mereka mulai retak, memancarkan cahaya merah yang menyilaukan. Dari celah-celah itu, keluar makhluk-makhluk yang lebih menyeramkan daripada yang pernah mereka hadapi sebelumnya. Bayangan-bayangan itu memiliki bentuk manusia, tetapi tubuh mereka penuh dengan mata yang bergerak liar.
"Selamatkan nyawamu jika bisa," kata Kasper sambil melangkah mundur ke dalam bayangan.
---
Makhluk-makhluk itu menyerang dengan kecepatan yang luar biasa, melompat ke arah mereka dari segala arah. Raka melawan dengan seluruh kekuatannya, tetapi setiap kali ia menebas salah satu makhluk itu, tubuhnya akan menyatu kembali seperti cairan hitam.
"Mereka tidak bisa dihancurkan!" teriak wanita penjaga, melindungi pria tua yang sedang mencoba membaca mantra untuk melawan.
Ilya, yang masih memegang batu kecil itu, tiba-tiba merasa batu itu semakin panas di tangannya. Cahaya dari batu itu menjadi lebih terang, dan ketika ia mengarahkannya ke salah satu makhluk, makhluk itu langsung meleleh menjadi genangan hitam.
"Ini berhasil!" teriaknya, menggenggam batu itu lebih erat.
Dengan cahaya batu tersebut, Ilya menjadi kunci dalam pertempuran ini. Namun, setiap kali ia menggunakan batu itu, wajahnya semakin pucat, dan tubuhnya mulai gemetar. Pria tua itu memperingatkan dengan nada khawatir, "Jangan terlalu sering menggunakannya! Batu itu mengambil energimu!"
"Tidak ada pilihan lain!" jawab Ilya, meskipun ia tahu dirinya semakin lemah.
Di tengah pertempuran yang semakin brutal, Kasper muncul kembali, kali ini di balkon tinggi yang menghadap ke ruang besar itu. Ia menatap mereka dengan ekspresi puas, seolah menikmati penderitaan mereka.
"Kalian tidak akan pernah sampai ke inti kegelapan," katanya dengan suara yang menggema. "Dan bahkan jika kalian sampai di sana, kalian hanya akan menjadi bagian dari kehancuran ini."
Raka menatapnya dengan mata penuh tekad. "Kita akan lihat!"
Namun, sebelum mereka bisa mencapai Kasper, lantai di bawah mereka mulai bergetar hebat. Tanah itu retak, dan mereka semua jatuh ke dalam kegelapan yang lebih dalam.
---
Mereka terbangun di ruang yang berbeda—sebuah ruang bawah tanah yang dikelilingi oleh dinding batu yang dipenuhi simbol-simbol kuno. Udara di sana begitu berat, seolah-olah mereka sedang berada di dalam perut monster.
"Apa ini?" tanya Lando, suaranya penuh kebingungan.
Pria tua itu mengamati simbol-simbol di dinding dengan serius. "Ini adalah ruang ritual. Tempat di mana kekuatan kegelapan ini pertama kali dipanggil."
Ilya memandangnya dengan ngeri. "Jadi, bagaimana kita menghancurkannya?"
Sebelum pria tua itu sempat menjawab, sebuah suara menggema di ruangan itu. "Kalian tidak bisa menghancurkannya."
Dari bayangan di tengah ruangan, muncul sosok lain. Kali ini, seorang wanita dengan gaun hitam panjang dan rambut yang tampak seperti asap hitam. Matanya berwarna merah darah, dan ia membawa aura yang jauh lebih menakutkan daripada Kasper.
"Kalian harus memilih," katanya dengan senyum dingin. "Tetap melawan dan kehilangan segalanya, atau menyerah dan menjadi bagian dari kekuatan ini."
Raka melangkah maju, meskipun tubuhnya penuh luka. "Kami tidak akan menyerah."
Wanita itu tertawa, suaranya seperti pisau yang mengiris telinga. "Kalau begitu, bersiaplah untuk kehilangan lebih dari sekadar nyawa kalian."
Tanpa peringatan, ia mengangkat tangannya, dan bayangan di ruangan itu mulai membentuk wujud-wujud lain—wujud orang-orang yang mereka cintai. Raka melihat bayangan yang menyerupai adiknya yang telah lama meninggal, memanggil namanya dengan suara lembut. Ilya melihat sosok ibunya, memintanya untuk pulang.
"Ini tidak nyata!" teriak Raka, berusaha mengendalikan pikirannya.
Tetapi, bisikan-bisikan itu terus menyerang mereka, mencoba menghancurkan pertahanan mental mereka. Pilihan itu semakin nyata: melawan dengan risiko kehilangan segalanya, atau menyerah untuk menghentikan penderitaan.
Di tengah kebimbangan itu, Raka mengumpulkan keberaniannya dan mengarahkan pedangnya ke arah wanita tersebut. "Kami tidak akan tunduk pada kegelapan. Ini belum selesai!"
Wanita itu hanya tersenyum, matanya bersinar terang. "Kalau begitu, mari kita lihat seberapa kuat kalian sebenarnya."
--