NovelToon NovelToon
Married By Accident

Married By Accident

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Paksa / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Coffeeandwine

Riin tak pernah menyangka kesalahan fatal di tempat kerjanya akan membawanya ke dalam masalah yang lebih besar yang merugikan perusahaan. Ia pun dihadapkan pada pilihan yang sulit antara kehilangan pekerjaannya, atau menerima tawaran pernikahan kontrak dari CEO dingin dan perfeksionis, Cho Jae Hyun.

Jae Hyun, pewaris perusahaan penerbitan ternama, tengah dikejar-kejar keluarganya untuk segera menikah. Alih-alih menerima perjodohan yang telah diatur, ia memutuskan untuk membuat kesepakatan dengan Riin. Dengan menikah secara kontrak, Jae Hyun bisa menghindari tekanan keluarganya, dan Riin dapat melunasi kesalahannya.

Namun, hidup bersama sebagai suami istri palsu tidaklah mudah. Perbedaan sifat mereka—Riin yang ceria dan ceroboh, serta Jae Hyun yang tegas dan penuh perhitungan—memicu konflik sekaligus momen-momen tak terduga. Tapi, ketika masa kontrak berakhir, apakah hubungan mereka akan tetap sekedar kesepakatan bisnis, atau ada sesuatu yang lebih dalam diantara mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Coffeeandwine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

The Accident (1)

Riin menghela napas panjang saat ia duduk kembali di kursi kerjanya. Suara keyboard yang berderak pelan mengiringi langkah pikirannya yang terus saja melayang ke arah lain. Ia mencoba mengalihkan perhatian ke layar komputer di depannya, tetapi bayangan Cho Jae Hyun yang murung terus mengganggu. Wajah pria itu tadi benar-benar terlihat lelah, seperti seseorang yang baru saja menghadapi kenyataan pahit.

“Kenapa aku memikirkan ini?” gumamnya dengan nada kesal pada diri sendiri. Ia bahkan tidak seharusnya mencampuri urusan pribadi mereka, meskipun hubungannya dengan Ah Ri cukup dekat. Namun, saat tadi mendengar Jae Hyun meminta Ah Ri untuk menjadi kekasihnya, pikirannya tak bisa berhenti memutar-mutar kejadian itu. Kedekatannya dengan Ah Ri membuatnya semakin sulit mengabaikan apa yang terjadi, meskipun ia memilih untuk segera pergi dan tidak mendengar kelanjutan pembicaraan mereka.

Sementara itu, di sisi lain kantor, suasana terasa normal. Para karyawan sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Lantunan musik instrumental yang samar dari speaker ruangan memberikan nuansa tenang, meski sesekali dipecahkan oleh dering telepon atau bunyi langkah kaki yang terburu-buru. Jendela besar di dekat meja Riin memamerkan pemandangan kota Seoul yang padat. Gedung-gedung tinggi berdiri kokoh di bawah langit biru musim semi.

“Ayolah, fokus,” Riin bergumam lagi, mencoba mengusir pikirannya yang mengganggu. Namun usahanya terhenti saat ponselnya berdering. Nama Editor Kim tertera di layar. Riin segera menjawab, suaranya sedikit ceria untuk menutupi kekacauan pikirannya.

“Riin-ssi, apa kau sedang sibuk?” Suara Seon Ho terdengar tergesa-gesa namun tetap sopan.

“Tidak, aku baru saja menyelesaikan pekerjaanku. Ada apa?”

“Aku terjebak di kemacetan. Bisakah kau bantu aku menyerahkan sampel buku baru ke pihak percetakan? Ini sangat mendesak.” Nada suaranya penuh harap, nyaris seperti permohonan.

“Baiklah,” jawab Riin tanpa ragu. “Di mana kau meletakkan sampelnya?”

“Ada di mejaku, dua amplop besar cokelat. Judul buku yang akan terbit bulan depan sudah tertulis di bagian depan amplop. Kau tahu judulnya, kan?”

“Ya, aku tahu. Aku akan segera mencarinya dan menyerahkannya ke percetakan,” Riin memastikan dengan nada yakin.

“Terima kasih, Riin-ssi. Nanti aku traktir makan sebagai balasan.” Seon Ho terdengar lega.

“Ah, tak perlu sungkan. Sudah sewajarnya aku membantumu,” kata Riin sebelum menutup panggilan. Ia segera bangkit dan menuju meja kerja Seon Ho yang berada di sisi lain ruangan.

Di meja Seon Ho, dua amplop besar cokelat tergeletak rapi di sudut meja. Amplop tersebut tampak biasa saja, tetapi di dalamnya tentu menyimpan naskah-naskah yang akan menjadi karya besar. Sebelum sempat memeriksa amplop-amplop itu lebih teliti, suara nyaring memanggil namanya dari belakang.

“Riin~a!” Suara Ah Ri terdengar ceria, membuat Riin menoleh.

“Ada apa?” Riin bertanya, mencoba menyembunyikan rasa terganggu yang tiba-tiba muncul. Entah kenapa, melihat Ah Ri yang terlihat santai membuatnya sedikit canggung tanpa alasan jelas.

“Kudengar dari Seonho kalau kau yang akan menyerahkan sampel novel baru?”

“Iya, aku sedang mengambilnya sekarang,” jawab Riin sambil menunjuk amplop di meja.

Ah Ri tersenyum, senyuman khasnya yang selalu terlihat ringan. “Kalau begitu cepat antarkan. Setelah kau kembali, datanglah ke ruangan sajangnim. Dia bilang ada masalah pekerjaan yang ingin dibicarakan denganmu. Jangan sampai terlambat.”

Riin mengangguk kecil. “Baiklah.” Ia segera mengambil salah satu amplop tanpa memeriksanya lebih lanjut dan bergegas keluar.

***

Pintu ruang kerja Jae Hyun diketuk pelan, suara ketukan itu teredam oleh kesunyian kantor yang hanya diiringi bunyi jam dinding yang berdetak lambat. Dari balik pintu, suara berat Jae Hyun terdengar, “Masuk.” Nada suaranya tenang, namun selalu ada aura otoritas yang membuat siapa pun ragu untuk terlalu santai di hadapannya.

Riin membuka pintu dan melangkah masuk, sedikit gugup namun berusaha mempertahankan sikap tenangnya. Ia tahu Jae Hyun bukan tipe pria yang mudah didekati. Suasana ruangannya terasa dingin, baik karena pendingin ruangan yang diatur sedikit terlalu rendah maupun karena dominasi warna abu-abu dan hitam di setiap sudutnya. Sebuah rak buku besar menghiasi sisi kanan ruangan, penuh dengan buku-buku tentang manajemen dan karya sastra klasik, yang tampaknya tidak sekadar pajangan.

“Duduk,” ujar Jae Hyun sambil melirik Riin sekilas, isyarat tangan sederhana menyuruhnya mendekat. Riin menurut, menarik kursi di depan meja kerja besar pria itu. Permukaan meja rapi, hanya ada satu set komputer, dan beberapa dokumen yang tersusun rapi.

“Kudengar kau bekerja di sini bukan hanya sekedar sebagai penerjemah, tapi kau juga ingin menjadi penulis?” Jae Hyun memulai pembicaraan, suaranya rendah namun tajam, seperti sedang menguji keyakinan lawan bicaranya.

Riin menelan ludah, mencoba menguasai kegugupannya. “Iya, sekretaris Shin mengatakan bahwa perusahaan ini selalu memberi kesempatan bagi penulis baru. Jadi saya menganggap hal itu sebagai peluang untuk mewujudkan impian saya,” jawabnya dengan nada yang berusaha terdengar percaya diri.

Jae Hyun mengangguk kecil, ekspresinya tetap datar, sulit ditebak. “Benar,” katanya pendek sebelum menyerahkan selembar pamflet kepada Riin. Pamflet itu mencantumkan informasi tentang audisi penulis baru yang diadakan oleh Colors Publishing. “Jika kau serius, daftarkan karyamu di sana.”

Riin memandang pamflet itu dengan mata melebar, kemudian menatap Jae Hyun, seolah mencoba memastikan bahwa ia tidak sedang bermimpi. Sosok CEO yang selama ini dikenal sinis dan dingin tiba-tiba memberinya peluang besar. “Kenapa tiba-tiba...” tanyanya pelan, hampir seperti bisikan.

“Aku sudah memeriksa semua hasil kerjamu,” kata Jae Hyun, memotong pertanyaan Riin sebelum ia selesai bicara. “Ah Ri sempat memberikan sebuah cerita pendek yang pernah kau tulis. Menurutku, cara penulisan mu cukup layak untuk ikut serta dalam audisi ini.”

Riin hanya bisa terpaku, tidak tahu harus berkata apa. Jae Hyun melanjutkan dengan nada yang lebih profesional, “Jika menyangkut pekerjaan, aku menilai dengan cara yang objektif. Meskipun awalnya aku kesal padamu, tapi aku tidak lantas mengesampingkan kualitas kerjamu begitu saja.”

Ucapan itu membuat dada Riin terasa hangat. Ia tidak menyangka di balik sikap dingin dan sinis Jae Hyun, ada pengakuan yang tulus terhadap usahanya. Senyuman kecil mulai muncul di wajahnya. “Terima kasih. Saya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini,” katanya dengan nada penuh semangat.

Jae Hyun menatapnya tajam, seolah ingin memastikan keseriusan gadis itu. “Jangan senang dulu. Meskipun kau pegawai di sini, bukan berarti kau bisa otomatis menang. Pesaing dari luar sangat banyak, dan yang menilai bukan hanya aku.”

“Saya mengerti. Saya pasti akan memberikan karya terbaik,” jawab Riin, kali ini dengan keyakinan yang lebih mantap. Matanya berbinar, seperti baru saja menemukan jalan terang di tengah kegelapan.

Namun, suasana hangat itu hanya bertahan sekejap. Dengan nada yang lebih dingin, Jae Hyun berkata, “Keluarlah.” Ucapan itu singkat, tajam, dan menghapus semua kesan positif yang sempat Riin rasakan. Ia terdiam beberapa detik, mencoba mencerna perubahan sikap pria itu.

“Hei! Apa kau tidak dengar perintahku?” Jae Hyun menambahkan, kali ini dengan nada yang lebih tegas.

Riin menghela napas pelan, mencoba menenangkan perasaannya yang sedikit tersinggung. “Baiklah, Cho sajangnim,” katanya sambil menekankan nama jabatan itu, menahan rasa kesalnya yang mulai muncul. Ia berdiri, membungkukkan badan singkat, lalu berjalan keluar ruangan dengan langkah cepat.

Di luar, Riin berhenti sejenak, memandang pamflet di tangannya. Perasaan campur aduk memenuhi hatinya_kebahagiaan karena ada yang menghargai usahanya, namun juga kesal karena sikap Jae Hyun yang dingin. Udara koridor terasa lebih hangat dibanding ruangan Jae Hyun, tetapi ia masih bisa merasakan dinginnya tatapan pria itu.

“Apa-apaan dia, sebenarnya?” gumam Riin pelan, sebelum melanjutkan langkahnya dengan tekad yang semakin bulat. Ia tidak akan membiarkan apapun, bahkan sikap Jae Hyun yang menyebalkan, menghalanginya untuk mewujudkan impiannya.

***

1
Kyurincho
Recommended
Coffeeandwine
Bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!