"Tidak semudah itu kamu akan menang, Mas! Kau dan selingkuhanmu akan ku hancurkan sebelum kutinggalkan!"
~Varissa
_____________________
Varissa tak pernah menyangka bahwa suami yang selama ini terlihat begitu mencintainya ternyata mampu mendua dengan perempuan lain. Sakit yang tak tertahankan membawa Varissa melarikan diri usai melihat sang suami bercinta dengan begitu bergairah bersama seorang perempuan yang lebih pantas disebut perempuan jalang. Ditengah rasa sakit hati itu, Varissa akhirnya terlibat dalam sebuah kecelakaan yang membuat dirinya harus koma dirumah sakit.
Dan, begitu wanita itu kembali tersadar, hanya ada satu tekad dalam hatinya yaitu menghancurkan Erik, sang suami beserta seluruh keluarganya.
"Aku tahu kau selingkuh, Mas!" gumam Varissa dalam hati dengan tersenyum sinis.
Pembalasan pun akhirnya dimulai!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Doa Tika
Erik tercenung dengan wajah yang kian menunduk. Kedua tangannya menutupi wajahnya yang menyimpan beban frustasi luar biasa. Lelaki itu kembali menghela nafas panjang untuk ke sekian kali. Telinganya sudah terlalu pengang mendengar mulut Ibu dan adiknya yang sedari tadi berbicara tanpa titik koma.
"Mama nggak mau tahu! Kamu harus paksa Varissa untuk memberikan hal yang Mama mau. Kalau perlu, kamu marahi dia. Anak itu memang sekali-sekali harus diberi pelajaran agar tahu perannya sebagai istri dan menantu," kata Retno sambil bersedekap sombong.
"Nggak segampang itu juga, Ma! Lagian, Mama sama Tika ngapain sih, pake acara ke sana segala?" tutur Erik kesal. Ibunya dan Tika hanya semakin memperkeruh suasana antara dirinya dan Varissa.
Retno mendelik. Menolak untuk disalahkan. "Mama ke sana cuma mau minta uang 30 juta aja, Rik! Salah?"
Erik kehabisan kata-kata. Cuma? Apa Ibunya menganggap nominal segitu bukan apa-apa?
"Tapi, Mama nggak mesti marah-marah ke Varissa juga 'kan?"
Wanita paruh baya itu mendengus. Kedua tangannya bersilang di depan dada. "Gimana Mama nggak marah kalau kelakuan istrimu sekurang ajar itu? Andai bukan karena dia kaya, mana mungkin Mama mau merestui pernikahan kalian di masa lalu. Kita ini masih keturunan keluarga Ningrat loh, Rik! Mana pantas memiliki hubungan keluarga dengan keturunan rakyat jelata macam dia. Apalagi, dia itu bukan suku Jawa," tutur Retno panjang lebar.
Ya, sedari dulu Retno memang tidak pernah menyukai Varissa. Satu-satunya yang dia minati dari menantunya itu hanyalah uangnya. Alasannya sebenarnya tidak masuk akal di zaman semaju ini. Hanya karena Varissa berasal dari Pulau Kalimantan dan bukan dari Pulau Jawa seperti mereka. Menurut Retno, wanita yang bukan berasal dari pulau Jawa bukanlah wanita yang berbudi luhur. Padahal, jika matanya bisa sedikit terbuka, maka tentu wanita paruh baya itu dapat melihat dengan jelas siapa sebenarnya yang tidak berbudi luhur. Apakah benar Varissa atau justru keluarga mereka sendiri?
Selama ini Varissa sudah berusaha merendah dan santun dalam berlaku. Tak pernah sekalipun wanita itu membantah ucapan kedua mertuanya meski terkadang permintaan mereka sedikit berat untuk Varissa jalankan. Contohnya saja, ketika Ayah mertuanya meminta salah satu restoran peninggalan sang Ayah kandung untuk diberikan padanya, Varissa mengangguk setuju walau rasanya terlalu berat. Karena, restoran itu adalah restoran yang menjadi cikal bakal tumbuh dan berkembang pesatnya perusahaan pengolah makanan kaleng yang sekarang di wariskan oleh mendiang sang Ayah terhadapnya.
"Memangnya, Papa nggak ada uang sampai Mama harus minta langsung ke Varissa?"
"Nggak ada. Usaha Papa lagi mengalami penurunan omset dua bulan terakhir. Malahan, tabungan Mama yang diambil untuk menutupi pengeluaran restoran yang membludak," jawab Retno bersungut-sungut.
"Kalau gitu, nggak usah belanja apa-apa dulu. Mending Mama mulai belajar hemat dari sekarang sampai rencana Erik berhasil. Ya?" Erik berusaha membujuk Retno.
"Terus, ulangtahun aku gimana, Bang?" celetuk Tika yang mulai gusar kala mendengar permintaan sang Kakak kepada Ibunya.
Erik menoleh menatap wajah adik perempuannya. Segala kesabaran yang ia miliki hampir habis dalam menghadapi dua wanita matre dalam keluarganya itu.
"Rayain di rumah aja, bisa kan?"
Tika mencebik. Kedua kakinya ia hentakkan ke lantai menyuarakan keberatan. "Abang mau bikin aku malu di depan teman-temanku?"
Rahang Erik mengerat. Diusapnya kembali wajah lelah itu dengan kasar. "Terus, mau gimana?" Ia merentangkan kedua tangannya pasrah. "Papa nggak punya uang. Abang juga nggak punya. Terus, yang mau bayarin biayanya siapa? Kamu pikir, sewa ballroom di D'Hotel itu murah?"
Tika kembali menghentakkan kakinya marah. "Makanya, jangan cuma selingkuhan mulu yang dibayarin! Giliran adek sendiri malah dikacangin. Abang keterlaluan, tau nggak? Tika sumpahin biar perselingkuhan Abang dan Mbak Mauren ketahuan sama Mbak Varissa!" ucap Tika dengan lantang sambil berlari menuju kamarnya yang berada di lantai dua.
"Tika... Jaga omongan kamu. Tika..." panggil Erik tak terima. Namun, adik perempuannya itu keburu sudah tiba di lantai atas dan memilih mengabaikan teriakan Erik.
"Udahlah, Rik! Jangan di tanggapi," hibur Retno.
"Mama harus awasi Tika baik-baik. Jangan sampai anak itu bikin semua rencana aku berantakan, Ma." Erik tampak gelisah. Ia berjalan bolak-balik sambil terus memikirkan sumpah serapah Tika.
Bukan tanpa alasan dia segelisah itu. Karena, watak Tika memang terkesan buruk. Jika dia terlanjur marah kepada seseorang, maka dia tak akan berpikir panjang untuk membalas perbuatan orang itu. Dia tak peduli meski itu keluarganya sekalipun.
"Makanya, kamu percepat rencana kamu, dong! Masa' cuma tanda tangan doang harus butuh waktu dua tahun lebih?"
Kepala Erik rasanya ingin meledak. "Masalahnya, aku dan Varissa saat ini juga lagi berantem, Ma!" geram Erik kesal.
"Loh, kenapa?" tanya Retno heran.
Erik memejamkan mata. Menjelaskan apapun kepada Ibunya juga tak akan memberi dampak apa-apa. Boro-boro solusi, paling yang dia dapat hanya semburan kekesalan Ibunya yang justru semakin membuat benang dikepalanya yang sudah kusut semakin bertambah kusut.
"Mama nggak perlu tahu," jawab Erik sembari bergegas meninggalkan rumah orangtuanya.
******
Sementara di tempat lain, seorang pria paruh baya yang tak lain adalah Harun, Ayah dari Erik tampak sedang tersenyum lebar ketika menerima uang cash sebesar 25 juta dari lelaki berpenampilan rapi di hadapannya. Harun tersenyum lebar ketika sedang menghitung uang didalam amplop yang ia terima. Tersisa 975 juta lagi dari angka 1 Milyar dari kesepakatan. Itu angka yang cukup banyak untuk penjualan sebuah Restoran kecil yang selama ini dia kelola.
"Tidak apa-apa aku menjual restoran jelek ini. Toh, makin hari pelanggannya juga semakin berkurang. Varissa juga pasti tidak akan keberatan karena pada dasarnya restoran ini memang sudah sah menjadi milikku!" ujar lelaki paruh baya itu dalam hati.
"Pak Harun, bagaimana kalau anda tanda tangan sekarang? Bapak sudah kenal saya lama, kan? Apa Bapak masih ragu terhadap saya?" Lelaki berpakaian rapi di hadapan Harun berucap sembari menyerahkan selembar kertas pengalihan kepemilikan restoran terhadap lelaki paruh baya itu.
"Apa tidak sebaiknya kita tunggu saja sampai sisa uangnya sudah berada ditangan saya, Pak Gisam?" ujar Harun sedikit ragu. Bagaimana kalau dia kena tipu? Meski lelaki dihadapannya ini adalah pelanggan setia restorannya, namun ia hanya sebatas mengenal lelaki itu sebatas nama dan tempat kerja saja. Selebihnya, ia tidak tahu lagi.
Orang yang dipanggil Gisam itu tertawa kecil. Dengan santai, ia mengeluarkan sebuah kartu nama dari balik saku jas mahalnya.
"Ini kartu nama saya, Pak Harun! Jika Pak Harun masih belum percaya saya, silahkan datang saja ke kantor ini. Dan...," Gisam mengeluarkan ponselnya. Sebuah pesan dari kontak bertuliskan 'Sekretaris Melia' ia perlihatkan pada Harun.
"Ini pesan dari Sekretaris saya. Dia minta maaf karena sudah tak sengaja membawa cek yang seharusnya saya berikan pada Pak Harun di berkas yang ia bawa ke luar kota. Dan, Melia baru bisa mengembalikan cek itu dua Minggu lagi. Itu sebabnya, saya hanya bisa membayar DP dulu," terang Gisam dengan tenang.
Harun membaca pesan itu lamat-lamat. Namun, ragu tampaknya belum sirna juga dari otaknya.
"Tidak masalah, Pak Gisam! Saya akan tanda tangan begitu Sekretaris anda memberikan saya cek itu."
"Kalau begitu...," Gisam menarik amplop cokelat berisi uang 25 juta dihadapan Harun. "Lebih baik kesepakatan kita dibatalkan saja, Pak! Saya butuh resto ini secepatnya karena harus segera saya renovasi. Ada klien dari Amsterdam yang akan datang kemari. Dan, beliau sangat suka masakan khas di restoran ini. Tapi, sayang! Dia tidak suka suasana tempatnya. Jadi, mungkin saya akan cari tempat lain saja," lanjut Gisam.
Setelah merasa keputusan sudah berada di final, Gisam akhirnya berdiri. Memasukkan kembali uang itu ke dalam saku bagian dalam jasnya berikut kertas yang tadi ia minta untuk Pak Harun tanda tangani.
"Saya permisi dulu, Pak Harun!" pamit Gisam tersenyum.
Kasian Tika sumpah,,,,apalgi dia anak perempuan,udh kakak laki2 nya selingkuh,skrng papanya jga selingkuh apalgi dngn kakak ipar sendiri ,bisa2 drop tuh mentalnya 😭😭😭
Dan itu hanya kepadamu Dikta,,,,🤭🥰