Tiga tahun lamanya Amara menjalani pernikahannya dengan Alvaro. Selama itu juga Amara diam, saat semua orang mengatakan kalau dirinya adalah perempuan mandul. Amara menyimpan rasa sakitnya itu sendiri, ketika Ibu Mertua dan Kakak Iparnya menyebut dirinya mandul.
Amara tidak bisa memungkirinya, kalau dirinya pun ingin memiliki anak, namun Alvaro tidak menginginkan itu. Suaminya tak ingin anak darinya. Yang lebih mengejutkan ternyata selama ini suaminya masih terbelenggu dengan cinta di masa lalunya, yang sekarang hadir dan kehadirannya direstui Ibu Mertua dan Kakak Ipar Amara, untuk menjadi istri kedua Alvaro.
Sekarang Amara menyerah, lelah dengan sikap suaminya yang dingin, dan tidak peduli akan dirinya. Amara sadar, selama ini suaminnya tak mencintainnya. Haruskah Amara mempertahankan pernikahannya, saat tak ada cinta di dalam pernikahannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebelas - Keberuntungan Alvaro
Amara memasukkan kuenya ke dalam oven, setelahnya ia melepaskan apron dan langsung meninggalkan dapur untuk membersihkan diri.
“Bi, titip kue, ya? Aku mau mandi,” ucap Amara.
“Iya, Bu,” jawab Bi Asih.
Melihat meja di dapur masih sedikit kotor karena ada bekas adonan kue yang tercecer, Bi Asih membersihkannya sambil menunggu kue di dalam oven matang. Tak lama kemudian, Asih mendengar suara mobil di halaman rumah. Suara mobil yang sudah ia kenal, dan pasti itu milik Alvaro, sang majikannya. Terdengar langkah kaki Alvaro mendekati dapur, sudah yakin pasti Alvaro mencari istrinya, karena ini sudah hampir jam makan siang, Alvaro tahu pasti istrinya ada di dapur.
“Ara di mana, Bi?” tanya Alvaro.
“Ibu baru saja masuk kamar, Pak. Mau mandi katanya,” jawab Bi Asih.
“Bau harum, apa bibi bikin kue?”tanya Alvaro lagi.
“Itu tadi ibu yang bikin, baru selesai, lalu ibu mandi,” jawab Bi Asih.
“Ibu tadi masak juga, Bi?”
“Bibi yang masak buat makan siang, Pak. Ibu mana sempat sedang bikin kue?” jawabnya.
“Oh, ya sudah saya ke kamar, Bi,” ucap Alvaro.
Alvaro kira istrinya akan masak makanan spesial untuk makan siang, ternyata sampai rumah malah mendapati istrinya yang baru selesai buat kue kering. Mungkin Amara masih marah dengan dirinya, jadi dia tidak mau memasak. Tadi pagi saja Alvaro yakin itu bukan masakan Amara, melainkan masakan Bi Asih, karena sangat berbeda sekali rasanya.
Alvaro masuk ke dalam kamarnya, terdengar gemercik air dari arah kamar mandi. Sudah pasti istrinya belum selesai mandi. Terlintas bayangan wajah Amara semalam saat Amara menangis di depannya dan memint untuk berpisah darinya. Sakit sekali rasanya hati Alvaro saat melihat Amara begitu. Alvaro tidak akan pernah menceraikan Amara, sampai kapan pun Amara akan tetap menjadi istrinya, walau dirinya masih bingung sendiri akan perasaannya sendiri, apa dia mencintai Amara? Atau hatinya masih terpatri pada masa lalunya?
Amara masih belum keluar dari dalam kamar mandi, masih terdengar gemercik air di dalam sana. Pikiran kotor Alvaro kini mulai bangkit. Terlintas bayangan tubuh Amara tanpa busana di pikiran Alvaro, yang membuat si kecil di dalam saja sontak berdiri tegak. Alvaro memijit keningnya, kenapa selalu begini adik kecilnya? Dia selalu haus akan belian Amara. Bahkan Alvaro mulai membayangkan bagaimana jika ia berada di dalam kamar mandi, dan menghabiskan waktu berjam-jam, bermain di dalam sana dengan Amara.
Alvaro tidak bisa menahan hasrat nya lagi. Ia langsung membuka bajunya satu persatu, hingga tubuhnya polos tanpa sehelai benang pun. Alvaro memutar handle pintu, sungguh ini adalah kemenangan buat Alvaro, ternyata Amara tidak mengunci kamar mandinya. Beruntung sekali Alvaro saat ini.
Alvaro pelan-pelan membuka pintunya, lalu menutupnya dengan pelan juga, dan tak lupa mengunci pintunya, supaya Amara tidak bisa keluar dari kamar mandi.
“Akhhh .... Mas ...!” pekik Amara saat Alvaro tiba-tiba memeluknya dari belakang, dan tangannya langsung meremas dada Amara yang sintal.
“Aku rindu, mari kita bermain di sini, aku sangat merindukan permainan di dalam sini,” bisik Alvaro dengan penuh gairah. Tangannya kini sudah terbenam di lembah yang basah, dan jarinya mulai mengoyak bagian yang sangat Alvaro sukai.
Permainan panas pun terjadi. Meski dengan kesal dan marah, Amara tetap melayani suaminya dengan baik. Bagaimana tak kesal dan marah? Suaminya itu tidak tahu diri sekali, padahal Amara dari semalam sedang marah dengannya, tiba-tiba malah diserang oleh suaminya dengan penuh hasrat dan gairah.
Amara merasakan lututnya sangat lemas. Tadi Alvaro menyerangnya membabi buta. Mereka melakukannya sambil berdiri dalam waktu yang cukup lama. Bagaimana lutut Amara tak lemas? Alvaro benar-benar menang banyak siang ini, dia seperti mendapatkan keberuntungan di siang hari.
Amara sudah tidak memiliki tenaga lagi, bahkan memakai baju pun Alvaro yang memakaikannya. Setelah permainan panasnya selesai, Alvaro kembali disibukkan dengan pekerjaannya. Sedangkan Amara duduk di sebelahnya menemani Alvaro bekerja.
Tidak ada kata lelah buat Alvaro, padahal sudah bermain cukup lama saat di kamar mandi tadi, tapi malah tenaganya seperti bertambah, dia terlihat begitu semangat sekali, hingga Amara kesal melihatnya.
“Jangan lihatin aku begitu, Ara?” ucap Varo tanpa melihat Amara.
“Siapa yang lihat kamu, Mas? Kepedean sekali!” tukas Amara.
“Gak usah bohong deh? Apa mau lagi? Masih kurang tadi di kamar mandi? Aku loh ini makin semangat, yuk lagi?” goda Alvaro.
“Ogah! Lututku masih sakit!”
“Ya sudah nanti malam, ya?”
“Gak usah macam-macam, Mas!”
“Aku maunya satu macam saja, Ra. Ya sudah yuk makan siang, kayaknya tadi Bi Asih masak sayur asam sama pecak ikan panggang yang aku suka itu. Ya meski masakannya kalah jauh sama kamu, tapi lumayan lah, buat isi tenaga, biar nanti bisa gempur kamu lagi,” ucap Alvaro.
“Aku capek, Mas! Aku mau tidur saja!” ucap Amara.
“Ya sudah, aku turun dulu, ya?” Alvaro mengusap rambut Amara. Entah siang ini ada yang beda dengan Alvaro.
“Itu manusia kutub es nya udah sedikit mencair kali, ya? Kena pemanasan global sih, jadi begitu? Sejak kapan beruang kutub itu banyak bicara kek tadi? Pakai acara pegang-pegang kepala lagi?” ucap Amara kesal melihat perubahan sikap Alvaro siang ini.
Amara membaringkan tubuhnya yang terasa remuk. Ia memilih tidur saja, meski lapar telah melanda. Tenaganya habis, tidak mungkin ia berjalan menuruni anak tangga, tidak sanggup rasanya.
Baru saja akan mamejamkan mata, Alvaro terlihat kembali ke kamar dengan membawa nampan yang berisi makanan untuk Amara. Ia meletakkan nampan di atas meja, lalu duduk di ranjang, samping Amara, dan meminta Amara untuk bangun.
“Aku ngantuk, Mas ...,” ucap Amara.
“Iya aku tahu, tapi alangkah lebih baik, kamu makan, isi perut kamu. Kamu ini habis kehilangan banyak tenaga karena melayani aku. Aku gak mau kamu sakit, makan dulu, lalu setelah itu kamu boleh tidur!” perintah Alvaro dengan tegas.
Alvaro membantu Amara untuk duduk. Benar Alvaro sedikit berubah hari ini. Selama tiga tahun hidup dengan Alvaro, tidak pernah Alvaro seperhatian ini pada Amara. Jangankan membawakan makanan untuk Amara ke kamar? Amara gak makan sampai lima hari pun, Alvaro tak peduli? Alvaro hanya peduli dengan pekerjaannya saja.
“Ayo aku suapi kamu,” ucap Alvaro.
“Aku makan sendiri saja, Mas. Mas juga belum makan, kan? Maaf aku tidak bisa menemani mas makan di luar, barangkali mas mau makan di luar, aku makan sendiri saja,” ucap Amara.
“Aku akan suapi kamu, ini nasi sengaja aku ambil porsi jumbo! Gak lihat tuh nasi banyak sekali? Kita akan makan berdua!”
“Mas, jangan ih, udah kena aku, udah kena mulutku!”
“Loh kenapa, aku saja sudah biasa menyesap mulutmu, bahkan semua bagian tubuhmu sudah aku sesap? Kenapa pakai satu sendok bersama kamu risih?” ucap Alvaro.
“Ya gak sopan, Mas? Kan mas suami aku, masa pakai bekas aku?”
“Justru baik, kalau suami istri makan sepiring berdua? Sudah jangan protes lagi! Ayo buka mulutmu! Atau mau aku suapi pakai mulutku saja!”
Amara sontak menajamkan matanya. Ia menuruti apa yang suaminya katakan. Amara membuka mulutnya, kini Alvaro yang menyuapinya, dan sesekali dia pun makan bersama.
“Kenapa baru sekarang, Mas? Kenapa kamu begini di saat aku sudah memantapkan hatiku untuk bercerai darimu? Kamu kerasukan setan apa sih mas? Di mana kerasukannya? Tunjukkan padaku di mana, dan jenis setan apa yang merasukimu, biar aku cari, kalau saja kamu berubah kesetelan pabrik, aku minta setan itu merasuk lagi di tubuhmu,” batin Amara.
lanjutttt terus donggg 💪🤗🤗🤗
Jangan sampai malah melakukan kesalahan kamu Varo.... itu final Amara buat gak akan maafin kamu yaa 🤨😡