Setelah 3 tahun bercerai dengan Dimas Anggara. Anna Adiwangsa harus kembali ke kota yang menorehkan banyak luka. Anna dan Dimas bercerai karena sebuah kesalah pahaman. Tanpa di sadari, ke duanya bercerai saat Anna tengah hamil. Anna pergi meninggalkan kota tempat tinggalnya dan bertekad membesarkan anaknya dan Dimas sendirian tanpa ingin memberitahukan Dimas tentang kehamilannya.
Mereka kembali di pertemukan oleh takdir. Anna di pindah tugaskan ke perusahaan pusat untuk menjadi sekertaris sang Presdir yang ternyata adalah Dimas Anggara.
Dimas juga tak menyangka jika pilihannya untuk menggantikan sang ayah menduduki kursi Presdir merupakan kebetulan yang membuatnya bisa bertemu kembali dengan sang mantan istrinya yang sampai saat ini masih menempati seluruh ruang di hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Aku memeluk tubuh pria ini dengan erat, dan merebahkan kepalaku di dada bidangnya, menciumi aroma tubuhnya. Aroma tubuh yang sangat ingin aku hirup saat aku mengandung Yessa.
"Kenapa mas Dimas tidak mengelak jika memang merasa tidak melakukannya?"
"Mama memaksaku Anna, mama memaksaku untuk bertanggung jawab! Tapi kau tenang saja, aku akan melakukan tes DNA pada anak itu setelah anak itu lahir." kata Dimas, sambil membelai rambutku.
"Kalau begitu aku akan menerima mas Dimas setelah hasil tes DNA antara anak Lisa dan mas keluar!" kataku.
"Aku berencana akan membatalkan pernikahan kami!"
"Kenapa?"
"Aku tidak ingin membuatmu cemburu!"
"Asalkan mas Dimas bisa menepati janji, aku akan mendukung."
"Kau yakin?"
Aku menganggukkan kepalaku yakin. "Hmm! Jangan pernah menyentuhnya!"
"Kalau begitu aku boleh menyentuhmu?" Dimas menciumi leherku dan menghisapnya. Darahku berdesir karenanya.
"Aku tidak mau melakukannya sebelum kita menikah lagi."
"Besok kita menikah!"
"Aku tunggu hasil tes DNA anak Lisa. Jika hasilnya memang anak itu bukan anak mas Dimas. Maka aku bersedia menikah dengan mas, jika hasilnya sama. Aku tidak akan sudi berbagi suami dengan wanita manapun!" kataku tegas.
Terdengar helaan nafas dari mas Dimas. Aku tau dia kecewa karena aku menolaknya. Tapi ku rasa ini yang terbaik untukku dan Yessa.
"Baiklah, jika memang itu inginmu. Asalkan kau dan Yessa selalu berada di dekatku. Dan berjanji tidak akan pernah meninggalkanku lagi." katanya. Mendengar perkataannya, aku mendongakkan wajahku dan menatapnya dengan alis terangkat.
"Aku meninggalkan mas karena dulu mas yang memintaku pergi, dan memintaku untuk tidak menemui mas." ucapku.
"Sayang! Aku kan sudah meminta maaf!" katanya frustasi. aku terkekeh dan mengecup pipinya.
"Apakah mas juga masih mengharamkan tubuh mas untuk ku sentuh?" tanyaku menyindirnya.
"Astaga! Jangan ingat itu lagi sayang! Aku kan sudah meminta maaf. Mulai saat ini sentuh lah aku semaumu!" katanya lagi.
Aku menyunggingkan senyum dan mengusap rahang tegasnya. Secepat itu aku bisa memaafkan kesalahannya, aku benar-benar tak habis fikir dengan hatiku.
"Anna!"
"Hmm!"
"Aku benar-benar merindukanmu, dan sangat ingin menyentuhmu. Aku rindu mendengar teriakanmu saat aku menghentakkan milikku." ujarnya dengan suara parau dan pandangan mata sayu.
Aku langsung menjauhkan tubuhku dari pelukannya. Karena akan berbahaya jika aku tetap berada di dekatnya.
"Aku keluar dulu, ada pekerjaan yang harus aku kerjakan." jawabku, aku tak mau menanggapi omong kosong pria ini.
Enak saja mau menyentuhku, setelah dulu membuangku seperti sampah. Dia harus merasakan bagaimana rasanya di abaikan. Ini belum seberapa dari rasa kecewa yang dulu aku rasakan.
"Anna!" Dimas memanggilku. Tapi aku tetap meninggalkan ruangannya.
Aku tidak ingin ada adegan iya-iya sebelum hatiku yakin jika keputusanku memang benar, yang telah memaafkannya.
Aku kembali duduk di meja kerjaku dan mulai menghidupkan komputer di mejaku. Tak perduli meskipun mendengar Dimas terus memanggilku.
...🌸🌸🌸🌸🌸...
Sekitar jam setengah satu, aku masuk ke dalam ruangan Dimas. Aku akan memberitahukan pertemuan nya dan keluarga Lisa.
"Mas, sudah jam setengah satu. Sebaiknya mas pergi sekarang untuk bertemu dengan keluarga Lisa." kataku, aku berdiri di depan mejanya. Ia sedang menatap layar komputer di depannya tanpa perduli jika aku di depannya.
"Baiklah, kau ikut bersamaku!" ungkapnya. Tanpa mengalihkan pandangannya dari layar komputer.
"Mau apa aku ikut?"
"Terserahmu mau apa, jika kau mau menampar Lisa pun aku tidak akan melarangnya." katanya. Kali ini ia menatap ku dengan bibir menyeringai.
"Masih banyak pekerjaanku yang lebih penting. Dari pada bertemu dengannya. Lagipula aku menyanyangkan tanganku jika harus menyentuh pipinya."
"Ha ha ha, kalau begitu kamu bisa menunggu di mobil. Aku janji tidak akan lama, setelah itu kita akan pulang. Aku sudah berjanji akan mengajak Yessa ke istana Playground."
Aku mengangguk paham. "Baiklah, aku akan bersiap." jawabku, lalu keluar dari ruangannya.
Saat ini kami sedang berada di perjalanan. Kali ini Dimas tidak menyetir sendiri, melainkan supir pribadinya.
Sejak awal perjalanan hingga sekarang, Dimas terus menempel padaku seperti ulat bulu. Dia tidak malu sama sekali, padahal ada supir di depan.
"Mas, sudah sih. Aku benar-benar risih kamu menempel terus seperti ini. Yessa saja tidak pernah seperti ini meskipun sedang sakit." kataku, benar-benar kesal karena tingkahnya melebihi Yessa.
"Di depan restoran ada hotel. Aku pesankan kamar ya, kamu menunggu di kamar hotel saja, setelah itu kita bercinta sebelum kembali ke rumah." ucapnya ngawur.
Aku meninju perut nya karena kesal.
Bugh.
Ternyata keputusanku meninju perutnya salah. Karena ternyata perutnya sangat keras. Aku yakin jika di perutnya ada 6 roti sobek.
"Sakit kan! Makanya jangan di tinju. Di elus saja." katanya dengan senyum menyeringai, dan mengusap kepalan tanganku.
"Ish! Menyebalkan."
"Please! Aku sangat ingin bercinta denganmu Anna. Setelah kau pergi, aku sama sekali belum pernah mengeluarkan bibit unggulku. Bayangkan, sudah berapa lama aku menahannya."
"Suruh siapa menceraikanku. Bahkan kau juga mengusirku."
"Aku kan sudah minta maaf! Aku sudah lama menarik kata cerai itu dari mulutku."
"Tetap saja hal itu tidak merubah apapun, dan status kita saat ini bukan lagi suami istri."
"Iya aku tau, tapi kita bisa memulai nya dari awal."
"Bukannya kita sudah memulai nya dari awal sejak tadi pagi."
"Oh, ayolah Anna. Aku yakin rahimmu juga sudah kering karena sudah lama tak mendapatkan siraman kan! Aku akan sangat senang menyiramnya mulai saat ini." katanya lagi. Ia mulai mengendusi leherku dan menggigit daun telingaku.
Sumpah! Aku benar-benar kesal mendengarnya. Bagaimana bisa dia mengatakan hal seperti ini saat ada supir di depan.
Aku memijit keningku, kepalaku berdenyut karena mendengar omongan kotor Dimas. Benar-benar tak tau malu.
Syukurlah, akhirnya mobil sudah berhenti di depan halaman restoran.
"Turun lah, kita sudah sampai. Calon istrimu sudah menunggu." aku mendorongnya agak menjauh. Rasanya berat sekali tubuhku karena sejak tadi di gelayuti.
"Huuuft. Ayo!" katanya. Aku membolakan mataku.
"Apa?" kataku, takutnya salah mendengar.
"Ayo ikut turun."
"Haah! Tidak, aku malas melihat wajah penghianat itu." aku menolak ajakannya. Aku benar-benar ogah melihat Lisa. Bahkan tidak sudi untuk mengenalnya lagi.
"Atau kau ingin aku memaksamu untuk bercinta di dalam mobil." Dimas mengancamku. Dia meminta supir untuk turun dan melepaskan jas nya juga meregangkan dasinya.
"Oke! Aku ikut turun. Tapi aku tidak ingin terlibat obrolan apapun. Kenalkan aku sebagai sekertaris mu, bukan ibu dari anakmu!" kataku membuat kesepakatan sebelum mengikuti keinginannya.
"Baiklah. Kau sekertarisku." jawabnya pasrah.
Akhirnya kami turun dari mobil dan berjalan bersama-sama kedalam restoran. Aku mengedarkan pandanganku mencari keberadaan Lisa dan keluarganya.
"Disana!" kataku sambil menunjukkan jariku. Dimas menatap arah jariku dan mengangguk. "Baiklah, ayo kita kesana."
Aku berjalan di belakangnya, melihat Lisa bersama dengan ibu dan kakak ipar nya. Aku mengenal mereka karena dulu sering main ke rumahnya.
ada ada aj kau dim
good job Leo,.maklum lah Dimas kan CEO amatir..
Leo dikerjain bos yang lagi nyidam...