Ana, istri yang ditinggal merantau oleh suaminya. Namun, baru beberapa bulan ditinggal, Ana mendapatkan kabar jika suaminya hilang tanpa jejak.
Hingga hampir delapan belas tahun, Ana tidak sengaja bertemu kembali suaminya.
Bagaimana reaksi suaminya dan juga Ana?
Yuk, ikuti kisahnya dalam novel berjudul AKU YANG DITINGGALKAN
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Sahil
Rima memijit pelipis akibat pusing dengan sikap Dian. Dian yang dari dulu memang memiliki sifat lebih dominan dari pada adik-adiknya yang lain.
Dian, selalu merasa diasingkan ataupun di duakan. Dia yang selalu merasa kalah dengan Rima, dan merasa di banding-bandingkan dengan Rita.
Padahal, sebisa mungkin Fatimah membagikan kasih sayangnya secara merata. Saat membeli pakaian pun, dia sering mengajak Dian langsung ke pasar, dan menyuruh Dian untuk memilih baju yang dia mau. Baru setelahnya, Fatimah membeli untuk Rima, Rita dan Sahil.
Namun, sampai di rumah, Dian kembali mengeluh, mengatakan jika baju-bajunya tidak secantik adik dan juga kakaknya.
"Jangan terlalu dipikirkan ..." bisik suaminya memeluk tubuh Rima dari belakang.
Rima mengangguk kepalanya, tapi pikiran itu enggan juga enyah dari otaknya.
Arkan menatap iba kearah Ibunya, dia merasa kecewa dengan sikap Dian. Namun, ingin membela ibunya, dia merasa tidak pantas. Apalagi, posisinya sebagai seorang cucu.
"Bu, kita usaha sendiri aja. Jangan mengambil emas yang nenek berikan." ujar Arkan.
Kayla yang disebelah Ana mengangguk setuju pada ide abangnya.
"Bahkan ibu kembali mendapatkan pesan dari Wak Rima. Untuk tidak menolak pemberian nenek. Dia takut jika nenek tidak tenang di alam sana." lirih Ana memperlihatkan layar ponselnya.
"Kenapa Wak Dian tega ya, bu?" lirih Kayla.
"Jangan terlalu dipikirkan, kalian istirahat saja." ujar Ana bangkit menuju kamarnya.
Dan langsung di ikuti Kayla, karena dia sungkan jika hanya tinggal berdua dengan Arkan.
"Bang ..." Arkan mengirim Raksa pesan.
"Aku juga pusing Arkan, bahkan ibuku juga."
Arkan melempar ponselnya ke sudut, beruntung disana beralaskan kasur tipis untuk mereka istirahat sambil nonton tv.
Sedangkan Rita, masih terisak mengingat hubungan kekeluargaan mereka hancur karena harta. Dia kecewa, sakit hati dan juga benci dengan sikap cemburu.
Padahal, ibunya jauh lebih banyak memberikan uangnya pada Dian. Tapi dia ataupun Rima tidak sedikitpun cemburu.
Rita juga sadar, jika di bandingkan dengan Ana. Mungkin mereka lebih banyak mendapatkan uluran tangan ibunya semasa masih hidup. Terutama Dian, tapi kenapa sekarang Dian menutup mata? Kemana mata hatinya selama ini? Bahkan sampai sekarang dia tidak berkunjung ke makam ibu, yang jaraknya saja sangat dekat.
Dian yang lebih mementingkan harta di bandingkan segala-galanya.
Dian sendiri sangat kecewa, saat mengetahui, jika Ana juga mendapatkan warisan dari almarhum ibunya. Padahal Ana hanya seorang menantu yang gila harta. Setidaknya, itulah yang ada dipikirannya.
Dia juga merasa iri dengan Rima yang mendapatkan rumah warisan dari Fatimah, memang sih, dia dan Rita sudah pernah diberikan uang oleh Fatimah untuk membangun rumah. Tapi itukan semasa Ibunya masih hidup. Dan bisa dikira itu bukan warisan, melainkan kewajiban.
"Capek-capek pulang, tahunya hanya mendapatkan sedikit." adu Dian pada suaminya.
"Masa ibumu juga memberikan pada Ana sih. Pasti dia sering merayu ibumu saat masih hidup." ujar suaminya.
"Kamu benar, tapi mbak Rima dan Rita menganggap itu hal yang benar. Mereka sangat susah diberitahu." keluh Dian.
Hari-hari telah berlalu, Ana belum juga mengambil haknya dari Rima. Berulang kali Rima mengirimnya pesan, namun Ana tetap abai, berdalih sedang sangat sibuk.
"Bu, aku boleh minta sepatu baru?" tanya Kayla menatap penuh harap.
"Memang sepatumu yang sekarang kenapa?" tanya Ana.
"Udah kekecilan bu, dan itu membuat kakiku sakit." adu Kayla.
"Baiklah, sekarang siap-siap. Kita pergi ke pasar." perintah Ana membuat senyuman di wajah Kayla merekah.
Karena Arkan pergi kerja, Ana pun mengunci pintu rumahnya dengan rapat.
Dengan menggunakan sepeda motor, ke duanya menuju pasar untuk membeli kebutuhan Kayla. Nyatanya, Kayla bukan hanya meminta sepatu. Dia juga meminta tas yang baru.
Ke dua langsung masuk sebuah toko terbesar, yang melengkapi keperluan anak-anak sekolah, mulai dari SD sampai SMA.
Ana dan Kayla sibuk memilih dan melihat tas. Namun, Ana mendengar suara yang tidak asing di telinganya.
"Adik suka yang ini?" ujar lelaki yang berada tepat di belakangnya.
Ana menegang, apalagi saat melihat tubuh yang dikenali walaupun hanya dilihat punggungnya saja.
"Bang Sahil ..." Ana memanggil.
Sahil dan Kinan sontak berbalik. Tentu saja keduanya mengernyit bingung pada Ana yang membekap mulutnya.
Tanpa ragu, Ana memukul keras dada Sahil, membuat Kinan berteriak.
"Ibu udah ..." Kayla mencoba merelai.
"Dia ayah kamu Kayla, lelaki ini ayahmu." teriak Ana dengan muka merah.
"Apa?" Kinan terkejut tidak percaya.
Orang disekitar melihat keributan itu, seolah-olah ada pertunjukan yang sangat sayang untuk dilewatkan.
Sahil sendiri mematung, dia memang merasa tidak asing dengan wanita didepannya. Namun, dia tidak mudah percaya begitu saja.
"Ayah ..." Kayla mundur perlahan. Namun, tangannya langsung di raih oleh Ana.
"Lihatlah, anak yang kamu nanti-nantikan, bahkan sudah sebesar ini." tunjuk Ana.
Sahil dan Kinan menatap Kayla yang memang sangat mirip dengan Sahil.
"Dia ..." Sahil hendak menyentuh wajah Kayla. Namun Kayla menepisnya.
Kinan menghela napas. Ketakutannya akhirnya terjadi. Namun, dia tidak menyangka jika akan terkuak dengan cepat. Dan bahkan berada di daerah perkampungannya sendiri.
"Aku dan anak-anak menunggumu selama delapan belas tahun. Nyatanya kamu malah senang-senang dengan istri dan anak barumu. Seharusnya kamu pulang, memberikan aku kepastian. Bukan seperti ini, menyiksaku dalam kesendirian. Kurang kejam apa lagi kamu? Kamu yang bahkan tidak ada saat aku bertarung nyawa melahirkan buah hatimu ke dunia. Kamu jahat bang, kamu jahat Sahil." teriak Ana tidak peduli dengan cibiran-cibiran dari pengunjung lainnya.
Sampai tiba seorang satpam mengusir mereka karena menganggap membuat keributan di toko.
Ana dan Kayla langsung keluar tanpa memperdulikan Sahil yang seperti orang bingung.
Kinan mencoba menyusul Ana. Dia bahkan meninggalkan anaknya bersama Sahil.
"Mbak, maaf ... Boleh kita bicara?" tanya Kinan dengan tatapan memohon.
"Setelah semuanya terjadi? Kamu itu duri dalam rumah tanggaku." ujar Ana masih dengan lelehan di pipinya.
Dia kembali pergi dengan menarik tangan Kayla.
"Bang Sahil lupa ingatan ..." teriak Kinan membuat Ana mematung, begitu juga Kayla yang menatap ibunya.
ana yg tersakiti,Kinan yg menikmati
dan si Jefri dan firman perlu di ruqyah 😁😁