"Ayah, kenapa Ayah merahasiakan ini semua padaku Yah?" Tanya Alesha yang harus menelan pil pahit saat mengetahui kebenaran tentang dirinya, kebenaran bahwa Ia adalah anak hasil dari pemerkosaan yang di alami oleh ibunya.
"Nak, kamu anak Ayah, apapun yang terjadi, kamu tetap anak Ayah." Ucap Pak Damar dengan air mata yang mulai membasahi pipinya.
"Tidak Yah, aku benci Ayah. Aku benci pada diriku sendiri yah." Ucap Alesha sembari memukuli tubuhnya sendiri.
"Jangan lakukan itu Nak, kamu Anak Ayah, sampai kapanpun kamu anak Ayah." Ucap Damar sembari memegangi tangan Alesha agar tak memukuli tubuhnya lagi.
Melihat anak yang begitu Ia sayangi seperti ini membuat hati Damar begitu hancur.
"Atau jangan jangan Ibu terkena gangguan jiwa karena aku Yah, karena Ibu hamil anak dari para bajing*n itu Yah." Tebaknya karena semua orang bilang Ibunya gila semenjak melahirkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma Banilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Demi sebuah rencana
Tepat pukul tiga dini hari, Rama dalam perjalanan pulang setelah melakukan pemotretan prewedding di Semarang.
Rama mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi karena jalanan yang cukup lenggang, namun saat mendekati terminal bus, Rama memelankan laju mobilnya ketika ada sebuah mobil bus yang sedang parkir. Setelah mobil bus itu berhasil parkir, Rama kembali melajukan mobilnya.
Namun tiba tiba...
Ciiitttt...
Rama terkejut saat tiba tiba seorang perempuan ada di depan mobilnya dan Rama hampir saja menabraknya, beruntung Rama belum terlambat menginjak rem mobilnya.
Perempuan itu sempat menutup wajahnya dengan kedua tangannya, namun setelahnya dia menatap mobil yang hampir saja menabraknya.
Berjalan mendekati pintu mobil, perempuan itu terlihat ketakutan dan tak henti mengetuk jendela kaca mobil milik Rama.
Tanpa pikir panjang, Rama membukakan pintu untuknya, dan perempuan itupun segera masuk ke dalam mobil. Bersembunyi di bawah tempat duduk, perempuan itu nampak ketakutan saat menatap Rama.
"Tolong bawa saya pergi dari sini, Selamatkan aku" Pintanya.
Badannya bergetar dengan keringat dingin mengucur di seluruh wajahnya. Penampilan perempuan itu pun sungguh berantakan sekali.
Rama melihat sekeliling tempat itu, dan mata Rama tanpa sengaja menangkap tiga orang laki laki yang sepertinya tengah mencari seseorang.
Lalu Rama melirik ke arah wanita yang sedang menunduk menyembunyikan wajahnya dengan tangan yang di tangkup kan di atas depan kepalanya, dan Rama bisa menyimpulkan bahwa wanita ini memang sedang di kejar tiga laki laki tadi.
Karena tak tega, Rama pun memutuskan untuk segera melajukan mobilnya menjauh dari tempat itu tanpa bertanya apapun pada perempuan itu.
"Duduklah yang benar, kita sudah jauh dari tempat tadi." Ucap Rama yang masih fokus menyetir.
Perempuan itu pun menyembulkan wajahnya menatap sekeliling, dan setelah tau dia sudah jauh dari tempat tadi, dia pun keluar dari persembunyiannya dan duduk dengan benar di tempatnya.
"Terimakasih Mas." Ucapnya lirih menautkan jari jemarinya.
"Sebenarnya kamu mau kemana? Kenapa malam. malam begini ada di tempat itu?" Tanya Rama.
"Sa.. saya baru tiba di Jakarta, tadi saya sedang menunggu jemputan tapi tiba tiba saja ada tiga laki laki yang tadi mengejar saya, awalnya mereka menawarkan bantuan, saya menolak karena saya memang sedang menunggu jemputan, tapi mereka malah menarik tangan saya dan hendak membawa saya pergi.
Beruntung saya bisa melepaskan diri, tapi ternyata mereka mengejar saya sampai akhirnya saya bertemu dengan Mas, saya sangat berterimakasih karena Mas mau membantu saya." Terang Perempuan itu.
"Lalu apa rencana kamu sekarang? Aku harus mengantar kamu kemana?" Tanya Rama.
"Saya tidak tau, nomor ponsel temanku dan alamat rumahnya ada di ponsel saya, namun ponsel saya hilang, sepertinya jatuh tadi pas saya lari." Jawab perempuan itu.
"Astagfirullah." Ucap Rama mengusap wajahnya kasar.
"Turunkan saya di depan saja Mas, saya akan mencari penginapan di sekitar sini." Ucap perempuan itu.
"Di sekitar sini tidak ada penginapan, aku tidak mungkin menurunkan kamu disini, karena ini terlalu sepi." Ucap Rama.
Rama melihat wanita itu sambil berpikir apa yang harus dia lakukan, hingga tatapan mata mereka saling bertemu satu sama lain.
"Aku akan membawa kamu pulang, besok pagi baru aku antar kamu mencari penginapan." Ujarnya lalu kembali fokus mengendarai mobilnya.
***
Keesokan harinya, setelah selesai Shalat berjamaah, Damar dan Ajeng kini tengah berkemas karena hari ini akan kembali ke Bandung, Shasa juga sedang mengemas baju baju nya.
Walau awalnya Shasa sempat protes karena sebanarnya Shasa masih betah di rumah Oma dan Opa nya, namun setelah di beri pengertian, Shasa pun cuma bisa menurut apa kata Ayah dan Bundanya.
"Sayang, apa sudah siap semua?" Tanya Damar memastikan setelah selesai berkemas.
"Sudah Mas, semua sudah beres." Jawab Ajeng lalu hendak bangun dari duduknya namun sedikit kesulitan karena perutnya yang semakin besar.
Damar pun segera membantu Ajeng untuk berdiri, sembari berkata, "Makanya jangan duduk di lantai, jadi susah kan bangunnya, di bilanginnya susah sih."
"Hehehehehe, habis kalau beresin baju itu enakan di lantai Mas, udah biasa seperti itu." Jawab Ajeng sembari nyengir kuda.
"Ngeyel aja kalau di bilangin." Ucap Damar menoel hidung Ajeng lalu keduanya tersenyum.
"Shasa udah selesai belum ya Mas?" Tanya Ajeng hendak bangkit untuk ke kamar Shasa, namun di tahan oleh Damar.
"Udah kamu disini aja istirahat, kamu pasti capek kan tadi beres beres baju." Ucap Damar.
"Shasa udah besar, biar dia berkemas sendiri." Sambung Damar.
Ajeng pun memilih untuk naik ke tempat tidur dan duduk bersandar di tempat tidur.
"Mas, selain aku dan Jihan, Apa mas pernah mencintai wanita lain lagi?" Tanya Ajeng yang teringat pada foto yang Ia temukan di dalam ruang rahasia milik suaminya.
"Kenapa nanyanya seperti itu?" Tanya Damar mengerutkan keningnya karena heran dengan pertanyaan Ajeng.
"Ngga apa apa Mas, pengen tau aja." Jawab Ajeng.
"Mas itu cuma punya dua mantan kekasih, yang pertama Jihan dan yang kedua kamu mantan yang sekarang jadi istri Mas." Jawab Damar kemudian.
"Beneran ngga ada lagi Mas, TTS juga ngga ada?" Tanya Ajeng.
"TTS apaan sih Bunda sayang."
"Itu loh Mas, bahasa gaul jaman dulu, teman tapi sayang." Jawab Ajeng.
"Ohh, hahaha, kamu ini ada ada saja, kayanya ngga ada sayang, tapi kalau yang cinta sama Mas mungkin banyak, hanya saja Mas cuma cinta sama kamu." Jawab Damar.
"Jihan?"
"Ya emang dulu Mas sempat cinta sama Jihan, tapi ngga terlalu dalam seperti sama kamu ini sayang, Kamu itu sudah menyita seluruh ruang dihati Mas, dan memenuhi otak Mas, Mas itu tidak pernah sedetik pun tidak memikirkan kamu." Ucap Damar membuat pipi Ajeng bersemj merah.
"Idihhhh gombal, udah tua masih aja pinter gombal, jangan jangan sama cewek lain juga gitu, suka gombal." Sindir Ajeng.
"Ya ngga dong sayang, Mas lebih seneng gombalin istri sendiri, tuh lihat pipi kamu merah kaya udang rebus." Goda Damar.
"Apaan sih Mas, ihhh kamu ini malah nyamain aku sama udang." Protes Ajeng.
"Hahahaha." Tawa Damar begitu menggema di kamar itu, membuat Ajeng pun ikut tertawa.
Kebahagiaan Damar dan Ajeng memang begitu sederhana, bisa bersenda gurau dengan pasangan adalah kebahagiaan yang tidak pernah ternilai bagi keduanya.
Drettt drettt drettt
Tiba tiba terdengar ponsel Damar berdering, Ajeng yang sedang bersandar menoleh ke arah ponsel yang ada di atas nakas.
"Mas ponsel kamu berdering." Ucap Ajeng.
Damar segera meraih ponsel itu dan menerima panggilan tersebut.
"Hallo, Assalamu'alaikum Pah." Salam Damar setelah menggeser tombol hijau di layar ponsel nya.
"Wa'alaikumsalam."
"Nak, kamu belum berangkat kan?" Tanya Pak Adhi.
"Belum Pah, Damar baru selesai berkemas." Jawab Damar.
"Nak, kamu rapihkan kembali baju baju kamu, kamu tetap tinggal di rumah ya, Mamah sudah menyerah dan akan menerima istri dan anak anak kamu." Ucap Pak Adhi.
"Apa? Kok bisa Pah? Papah lagi ngga bohong kan? atau Papah bilang begini cuma biar Damar tetap di rumah." Tanya Damar.
"Ngga Damar, Papah serius, Mamah kamu menyesal Damar, dan dia ingin kamu, Ajeng dan anak anak tetap tinggal di rumah." Jawab Pak Adhi.
"Kamu tau kan Mamah ngga bisa jalan, Mamah pengen kamu yang mengurusnya." Sambung Pak Adhi.
***
"Mas, kamu yakin mau mempertemukan Shasa dengan Mamah?" Tanya Ajeng saat mereka tengah berjalan di Koridor rumah sakit.
Setelah panggilan sang Papah berakhir, Damar mengajak Ajeng dan Shasa untuk menemui Mamahnya yang kini sudah di pindahkan ke ruang perawatan VIP.
"Iya sayang, Mas yakin, tadi Papah bilang mamah ingin bertemu kamu dan juga Shasa." Jawab Damar.
Tok tok tok
Damar mengetuk pintu ruang rawat VIP lalu segera membukanya, sembari mengucap salam, "Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam." Jawab Pak Adhi segera menoleh ke arah pintu.
Bibirnya tersenyum saat melihat anak, menantu dan cucunya datang.
"Opa.." Teriak Shasa saat melihat sang Opa secara langsung dan segera menghambur ke pelukannya.
Pak Adhi memeluknya dan langsung menggendong Shasa.
"Oh ya Ampun, cucu Opa sudah besar." Ucap Pak Adhi.
"Shasa berat ya Opa?" Tanya Shasa.
"Iya, kakak sudah berat, Opa ngga bakalan kuat gendong kakak lama ini mah." Jawab Pak Adhi.
"Opa sih ngga pernah dateng pas Shasa kecil, Shasa sekarang udah besar, Shasa jadi ngga bisa minta gendong sama Opa." Protes Shasa.
"Kata siapa ngga bisa, demi Shasa Opa siap gendong Shasa dua puluh empat Jam." Ucap Pak Adhi.
"Wahhh bisa kumat Encok Opa Sha." Celetuk Damar membuat semua orang tertawa kecuali Bu Tania. Dia hanya tersenyum karena terpaksa agar Damar tak curiga kalau dia masih belum bisa menerima Ajeng dan anaknya, demi sebuah rencana yang sudah dia susun bersama Kayla.
"Kamu bisa tertawa sekarang Ajeng, tapi lihat saja, aku akan buat kamu perlahan pergi dari kehidupan Damar." Batin Bu Tania dengan seringai tipis di bibirnya.