Sandra, gadis yang hidup sengsara di keluarga kaya Hartawan. Sejak kecil, ia diperlakukan kejam oleh orang tuanya, yang sering memukul, menyalahkannya, dan bahkan menjualnya kepada pria-pria tua demi uang agar memenuhi ambisi keuangan orang tuanya. Tanpa Sandra ketahui, ia bukan anak kandung keluarga Hartawan, melainkan hasil pertukaran bayi dengan bayi laki-laki mereka
Langit, yang dibesarkan dalam keluarga sederhana, bertemu Sandra tanpa mengetahui hubungan darah mereka. Ketika ia menyelidiki alasan perlakuan buruk keluarga Hartawan terhadap Sandra, ia menemukan kenyataan pahit tentang identitasnya. Kini, Langit harus memilih antara mengungkapkan kebenaran atau tetap bersama Sandra untuk melindunginya. Sementara Sandra, cinta pertamanya ternyata terikat oleh takdir yang rumit bersamanya.
#foreducation
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Littlesister, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penculikan
Gina yang baru pulang dari pekerjaannya di kantor sekitar pukul 11 malam sedang menyusuri jalan yang sepi. Tiba-tiba, seseorang muncul dari belakang dan menyekapnya. Gina menjerit ketakutan, mencoba melawan, tetapi pelaku terlalu kuat.
"Tolong! Siapa pun, tolong aku!" teriak Gina.
Dalam keadaan panik, Gina berhasil meraih ponselnya dan menelepon Sandra. Ketika Sandra mengangkat telepon, hanya terdengar jeritan Gina.
"Gina?! Gina, kamu kenapa? Gina, ngomong dong!" sahut Sandra panik.
Setelah mendengar suara jeritan itu, telepon terputus. Sandra segera menelepon Raffi dan Leo untuk meminta bantuan.
"Raffi, Leo, tolong! Gina baru saja nelepon aku sambil menjerit. Aku nggak tahu dia di mana. Aku takut sesuatu terjadi sama dia!" ucap Sandra.
"Tenang, San. Gue sama Leo akan lacak lokasinya. Lo tetap di rumah dan jangan panik." jawab Raffi.
"Kita harus cepat, Fi. Gue rasa ini serius." timpal Leo.
Gina diikat di sebuah ruangan gelap oleh Tio. Ia menangis ketakutan, berdoa agar seseorang datang menyelamatkannya.
"Tuhan, tolong aku. Semoga ada yang menyelamatkanku. Aku nggak mau mati di sini." mohon Gina.
Tio muncul di depan Gina dengan tatapan penuh dendam sambil tersenyum sinis.
"Lo tahu, Gina? Gue nggak terima ditolak. Lo pikir gue ini siapa? Gue pantas dapetin lo." ucap Tio.
"Lo gila! Lepasin gue sekarang, atau lo bakal nyesel!" bentak Gina.
"Nyesel galak lagi? Gue suka itu. Tapi kali ini, gue yang pegang kendali." ejek Tio.
Tio meraih kemeja Gina dan mulai membuka kancingnya dengan paksa. Kancing-kancing baju Gina terlepas, memperlihatkan tulang selangkanya dan bra yang ia kenakan.
"JANGAN! Tio, tolong hentikan! Lo nggak punya hak buat ngelakuin ini!" teriak Gina.
"Diam, Gina. Ini nggak bakal sakit kalau lo nggak melawan." balas Tio.
Gina terus memberontak, mencoba melawan dengan kakinya meskipun posisinya terikat. Tio semakin mendekat dan bersiap untuk menyetubuhinya.
"LEPASKAN GUE! TOLONG!" jerit Gina.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sementara di sisi lain, Sandra bersiap keluar rumah untuk menemui Gina. Namun, Damar terbangun dan bertanya.
"Sayang, kamu mau ke mana malam-malam gini?" tanya Damar.
"Gina dalam bahaya, Mas. Aku harus nyamperin dia." jawab Sandra.
"Serius? Ya udah, aku anterin. Aku nggak mau kamu sendirian di luar malam-malam." ucap Damar
Di tengah perjalanan, Raffi menelepon Sandra untuk memberi tahu bahwa mereka sedang dalam perjalanan ke lokasi Gina.
"San, gue sama Leo udah lacak posisi Gina. Kita bakal nyampe duluan. Lo nyusul ya." ucap Raffi.
Mendengar itu, Damar mulai curiga dan menyadari bahwa penculik Gina adalah Tio. Ia segera mencari cara untuk memperlambat perjalanan. Di perjalanan, Damar tiba-tiba menghentikan mobil.
"Kenapa berhenti, Mas?" tanya Sandra.
"Kayaknya ban mobil bocor. Aku harus ganti dulu. Kamu tunggu di dalam mobil, ya." jawab Damar.
Saat keluar mobil, Damar diam-diam menelepon Tio
"Woi, matiin ponsel Gina sekarang! Mereka udah ngelacak lo. Jangan bikin masalah lebih besar." perintah Damar.
Gina yang mendengar percakapan itu bersyukur bahwa Raffi dan Leo sedang menyusulnya. Sementara itu, Raffi dan Leo berhasil menemukan lokasi Gina.
...****************...
Mereka masuk ke ruangan tempat Gin disekap. Raffi dan Leo muncul, langsung melihat situasi mengerikan di depan mereka. Leo yang penuh amarah langsung menyerang Tio.
"BAJINGAN! LO NGAPAIN KE GINA?! LO ORANG SINTING!" bentak Leo.
Leo memukul Tio dengan keras hingga jatuh ke lantai. Tio berusaha melawan, tetapi Leo tidak berhenti menghajarnya. Raffi segera mendekati Maya dan membantu melepaskan ikatannya.
"Gina, gue di sini. Lo aman sekarang. Tenang, semuanya udah selesai." Raffi menenangkan Gina.
"Fi... dia hampir... dia hampir ngelakuin hal itu ke gue." tangis Gina pecah.
Sandra yang baru tiba bersama Damar langsung mendekati Maya. Sandra melepas jaketnya dan menyelimuti tubuh Gina yang bajunya rusak.
"Maaf banget, Na. Aku nggak ada di sini lebih cepat. Aku nggak bakal biarin kamu sendiri lagi." ucap Sandra seraya memeluk dan menenangkan Gina.
Sementara itu, Leo yang masih dipenuhi amarah terus memukul Tio tanpa ampun. Damar segera menarik Tio dari Leo dan membawanya kabur menggunakan mobil.
"Jangan lari, Damar! Lo tahu dia salah!" teriak Leo seraya mengejar mobil Damar
"Cukup, Leo! Jangan bikin ini tambah buruk!" ucap Sandra.
"Dia nyaris nyakitin Gina! Lo nggak lihat apa yang dia lakuin?! Gue nggak bakal berhenti sampai dia kapok!" bentak Leo
"Le, fokus ke Gina dulu. Dia lebih butuh kita sekarang. Jangan tambah rusuh." ucap Raffi
Leo akhirnya berhenti, meski masih terlihat marah. Damar yang segera membawa Tio dengan menggunakan mobilnya, tiba-tiba bersuara.
"Lo gila apa, Tio?! Lo tahu ini bisa bikin gue kena masalah juga, kan? Lo bertindak semaunya tanpa bilang ke gue!" bentak Damar.
"Mar, gue cuma... gue nggak tahan. Gue nggak terima ditolak sama Gina." jujur Tio.
"Lo sadar nggak apa yang lo lakuin itu kejahatan berat?! Kalau mereka lapor polisi, kita semua bisa kena imbasnya! Lo pikir lo siapa, hah?!" ucap Damar.
"Lo nggak usah ikut campur. Gue yang bakal hadapin semua ini sendiri." balas Tio.
"Masalahnya bukan lo doang, Tio! Gue yang bawa lo masuk ke lingkaran ini. Kalau mereka ngomong ke siapa-siapa, nama gue juga bakal tercoreng!" sambung Damar.
Seminggu kemudian, di sebuah kafe, Gina sedang duduk bersama Raffi dan Leo. Mereka membahas langkah selanjutnya setelah kejadian malam itu. Tiba-tiba, Tio muncul di depan mereka. Gina terkejut, sementara Leo langsung memasang ekspresi marah.
"Gina... gue cuma mau ngomong. Gue tahu gue salah, gue tahu gue bajingan. Gue datang ke sini buat minta maaf." ucap Tio.
"Lo berani banget muncul di sini?! Setelah apa yang lo lakuin ke Gina, lo pikir kata maaf cukup, hah?!" bentak Leo.
"Le, tenang. Gue pengen denger apa yang dia mau bilang." sahut Gina.
"Gue nyesel, Na. Gue tahu gue udah kelewatan. Gue... gue nggak tahu kenapa gue bisa ngelakuin hal itu. Tolong, kasih gue kesempatan untuk memperbaiki semuanya." mohon Tio.
Raffi menatap Naufal dengan tajam, tetapi tetap menjaga nada bicaranya.
"Tio, lo sadar nggak apa yang lo lakuin itu bisa ngancurin hidup Gina? Lo pikir lo bisa pergi begitu aja setelah minta maaf?" tanya Raffi.
"Gue ngerti. Gue tahu gue salah. Gue siap tanggung konsekuensinya. Tapi tolong, jangan laporin gue ke polisi. Gue mohon, Gina..." jawab Tio.
Leo yang sudah tidak bisa menahan amarahnya kembali berdiri.
"Apa?! Lo masih punya muka buat bilang jangan laporin ke polisi?! Gue serius, Tio, gue nggak akan tenang kalau lo cuma minta maaf kayak gini!" bentak Leo.
"Leo, stop! Gue nggak mau ada kekerasan lagi. Tolong duduk." tahan Gina.
Leo menatap Gina dengan penuh frustrasi, tetapi akhirnya menurut dan duduk kembali. Gina mengambil napas dalam-dalam sebelum berbicara kepada Tio.
"Tio, gue maafin lo. Tapi bukan karena lo pantas dimaafin, melainkan karena gue nggak mau hidup gue terus dihantui kejadian ini. Tapi denger ya, ini terakhir kali gue mau lihat muka lo. Jangan pernah muncul lagi di depan gue, di mana pun, kapan pun. Ngerti?" jelas Gina.
"Iya, gue ngerti. Gue janji nggak bakal ganggu lo lagi." janji Tio.
Tio pergi dengan wajah penuh penyesalan. Setelah ia pergi, suasana di meja mereka menjadi hening. Leo akhirnya bicara.
"Na, gue nggak ngerti kenapa lo maafin dia. Dia nggak pantas dapet maaf lo." ucap Leo.
"Gue tahu, Le. Tapi lo tahu kan, kalau gue laporin dia ke polisi, yang kena imbas bukan cuma dia. Nama gue, keluarga gue... semuanya bakal terlibat. Gue nggak mau itu terjadi." jujur Gina.
"Kita semua ngerti, Na. Ini keputusan lo, dan kita bakal dukung apa pun yang lo pilih. Tapi kalau dia muncul lagi, lo harus kasih tahu kita." timpal Raffi.
"Ya udah. Gue bakal hormatin keputusan lo. Tapi kalau dia berani macem-macem lagi, gue nggak akan tinggal diam." sambung Leo.
"Thanks, Le. Gue ngerti kok lo marah karena peduli sama gue. Gue juga berterima kasih karena kalian selalu ada buat gue." balas Gina.
...****************...
Keesokan harinya, Damar dan teman-temannya, termasuk Tio, berkumpul di sebuah kafe setelah kejadian penculikan Gina. Suasana pertemuan terasa tegang, terutama karena semua orang tahu bahwa Damar sangat marah atas tindakan Tio.
"Gue nggak akan panjang-panjang, tapi gue harus bilang. Apa yang lo lakuin, Tio, udah bikin gue kesel banget. Lo sadar nggak, kalau apa yang lo lakuin kemarin hampir bikin reputasi gue rusak?" kesal Damar.
"Man, gue minta maaf. Gue tahu gue salah. Gue nggak pikir panjang waktu itu. Gue cuma... gue cuma pengen Gina ngerti perasaan gue." ucap Tio
"Ngerti perasaan lo? Dengan cara kayak gitu?! Lo pikir itu bakal bikin dia suka sama lo? Apa lo nggak sadar kalau lo hampir bikin semuanya berantakan? Kalau mereka laporin lo ke polisi, gue juga bakal kena imbasnya! Ini bukan cuma tentang lo, Tio!" bentak Damar.
"Mar, kita ngerti lo marah. Tapi mungkin Tio juga nggak sengaja. Dia cuma kebawa emosi." lerai yang lainnya.
"Kebawa emosi? Lo pikir gue peduli alasan kayak gitu? Kalau dia nggak bisa kontrol diri, dia nggak pantes ada di lingkaran kita." sambung Damar.
"Mar, gue beneran minta maaf. Gue nggak tahu kenapa gue bisa segila itu. Gue cuma... gue cuma pengen punya pasangan yang sempurna, kayak lo punya Sandra. Gue iri sama lo." jujur Tio.
"Denger, Tio. Gue ngerti lo pengen yang terbaik. Semua orang juga pengen itu. Tapi cara lo salah besar. Lo nggak bisa dapetin seseorang dengan cara maksa. Lo pikir Sandra ada di sisi gue sekarang karena gue maksa? Enggak. Gue dapetin dia dengan usaha dan pendekatan yang baik." jelas Damar.
"Mar ada benarnya, Tio. Kalau lo pengen pasangan yang baik, lo juga harus jadi orang yang baik. Bukannya bikin takut atau nyakitin." timpal yang lainnya.
"Lo bener, Mar. Gue salah besar. Gue cuma pengen bilang, gue nggak akan ngelakuin hal kayak gitu lagi. Gue janji." janji Tio.
"Gue harap lo bener-bener ngerti, Tio. Gue nggak mau kejadian kayak kemarin terulang lagi. Kalau lo atau siapa pun di sini mau ngelakuin sesuatu yang besar, lo wajib diskusiin dulu sama gue. Gue nggak mau ada masalah lagi. Ngerti?!" ucap Damar.
"Mar, lo tenang aja. Kita semua belajar dari kejadian ini. Tio juga udah nyesel kok." sahut Dimas.
"Bagus kalau lo semua ngerti. Ingat, kita ini calon dokter. Satu kesalahan bisa bikin reputasi kita hancur selamanya." sambung Damar.
"Man, gue ngerti lo marah soal tadi. Gue emang salah. Tapi gue masih punya satu pertanyaan..." ucap Tio.
"Apa lagi? Gue harap ini penting." timpal Damar.
"Lo berhasil dapetin Sandra, walaupun dia nolak lo berkali-kali dulu, kan? Gue cuma pengen tahu... gimana caranya lo bikin dia akhirnya nerima lo?" tanya Tio.
"Pertama-tama, yang lo perlu tahu adalah semua itu butuh proses. Gue nggak langsung dapetin Sandra. Bahkan, gue harus nunggu momen yang tepat." jelas Damar.
"Momen yang tepat? Maksud lo gimana?" tanya Tio.
"Lo harus pinter-pinter lihat keadaan. Gue nggak ngejar Anisa dengan cara kasar atau maksa. Gue manipulasi keadaan, buat dia ngeliat gue sebagai orang yang dia butuhin, bukan cuma yang dia mau." sambung Damar.
"Maksud lo, gimana cara lo manipulasi keadaan?" tanya Tio.
"Gini. Sandra pernah ngalamin masalah besar sama orang-orang di sekitarnya. Gue masuk pas hubungan dia sama lingkungannya lagi renggang. Gue datang sebagai pahlawan kesiangan. Gue kasih dia perhatian, pengertian, dan yang paling penting, solusi. Perlahan-lahan, dia mulai ngeliat gue sebagai orang yang bisa diandalkan." jawab Damar.
"Jadi, lo nggak langsung nyerang, tapi lo tunggu momen pas dia lagi rapuh?" tanya Tio.
"Tepat. Lo nggak bisa ngedapetin wanita yang lo mau kalau lo datang dengan cara maksa. Itu cuma bikin lo kelihatan desperate. Tapi kalau lo datang di saat yang tepat, lo bakal jadi pilihan dia tanpa perlu maksa." jawab Damar.
"Itu masuk akal, Mar. Tapi gimana kalau cowok yang lagi sama dia nggak kasih celah? Kalau hubungan mereka nggak pernah renggang?" sambung Tio.
"Semua hubungan ada celahnya. Lo cuma perlu sabar, tunggu, dan perhatiin. Kalau lo cukup sabar, celah itu bakal muncul. Saat itu, lo harus siap masuk. Tapi ingat, semua ini harus lo lakuin dengan rencana matang. Jangan sampai lo bikin masalah yang akhirnya balik ke lo sendiri." balas Damar.
"Gue ngerti sekarang. Jadi gue harus jadi orang yang dia percaya pas dia lagi butuh." Tio paham dengan perkataan Damar.
"Tepat. Tapi jangan terlalu terlihat juga. Lo harus main halus, bikin dia merasa nyaman tanpa sadar kalau lo lagi ngejar dia." jelas Damar.
"Mar, lo emang jago. Gue ngerti sekarang kenapa lo bisa dapetin Sandra. Makasih, bro. Gue bakal coba cara lo." puji Tio.
Misal.
"Aw, rasanya nyeri sekali. Walaupun ini bukan yang pertama kali, tetap saja rasanya sakit. Dia terlalu kasar di atas ranjang," ucap Sandra bla bla bla.
mmpir juga ke ceritaku yg "Terpaksa dijodohkan dengan seorang dosen"
tolong mampir lah ke beberapa novel aku
misal nya istri kecil tuan mafia