Berawal dari penghianatan sang sahabat yang ternyata adalah selingkuhan kekasihnya mengantarkan Andini pada malam kelam yang berujung penyesalan.
Andini harus merelakan dirinya bermalam dengan seorang pria yang ternyata adalah sahabat dari kakaknya yang merupakan seorang duda tampan.
"Loe harus nikahin adek gue Ray!"
"Gue akan tanggungjawab, tapi kalo adek loe bersedia!"
"Aku nggak mau!"
Ig: weni 0192
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon weni3, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 05
Rai terpanah dengan penampilan Andini yang justru di luar dugaan, Andini turun dengan dress berwarna peach dengan rambut di gerai dan wajah yang di poles tipis tapi justru semakin membuatnya terlihat anggun. Dan jangan lupakan wajahnya yang baby face kini lebih terlihat sedikit dewasa.
Andini dengan senyumannya yang tak luntur sejak menuruni anak tangga kini telah duduk di dekat mamah yang menyambutnya dengan senyum dan hati yang lega.
"Loe Andini kan?" tanya Andika yang heran dengan adiknya.
"Iya, kakak kenapa?" tanya Andini dengan suara lembut dan senyum yang tak luntur.
"Loe waras dek? apa jangan-jangan lagi ketempelan?" tanyanya lagi membuat semua yang ada di sana menjadi heran. Raihan yang tau kelakuan sahabatnya hanya menggelengkan kepala. Walaupun di hati juga bertanya-tanya tentang sikap Andin yang berbeda.
"Andika, kamu pikir anak mamah lagi kesurupan? cantik begini juga..."
"Lagian aneh mah, apa jangan-jangan otaknya konslet kali mah, tadi pagi nangis-nangis, tuh mata juga masih bengep lah ini nyengir aja."
"Andika!"
"Iya Pah, maaf-maaf...."
"Maaf ya pak Vino dan jeng Sifa. Memang kelakuan Andika begini, jeng Sifa tau sendiri lah dia," ucap mamah tak enak.
Vino dan Sifa tertawa, cukup terhibur dengan kelakuan Andika yang tak mengenal situasi tapi mampu mencairkan suasana.
"Andini, cantik sekali kamu nak. Maafin Rai ya, tapi Tante bahagia bisa memiliki menantu sepeti kamu. Andini mau kan memaafkan Rai dan menerima pinangannya?"
"Kak Rai nggak sepenuhnya salah kok Tante, Andini yang mulai. Maaf jika berujung seperti ini. Dan untuk menikah dengan kak Rai...." Andini melirik Rai yang juga sedang menatap dirinya. Rasa penasaran hingga membuat Rai berdebar. "Apa harus Tante?"
Sifa mengerti apa yang di pikirkan oleh Andini, karena dia pun dulu menikah tanpa cinta. Dan tau persis bagaimana rasanya saat di desak harus menikah.
"Andini, Tante paham Andini nggak mencintai anak tante. Tapi kalian bukan menikah karena di jodohkan nak. Kalian menikah karena dasar kesalahan. Dan jika Andini menolak, lalu sebulan kemudian ada hasilnya di perut Andini gimana? Apa nggak repot nantinya, semua akan tau jika kamu hamil di luar nikah."
"Benar kata Tante Sifa nak, ini untuk kebaikan kalian. Dan ini yang harus kalian terima atas kesalahan kalian berdua."
"Tapi Andin nggak cinta sama kak Rai mah dan Andin masih banyak banget planning ke depan yang belum kesampaian. Lagi pula Andin hanya ingin menikah satu kali seumur hidup dengan lelaki yang mencintai aku." Andini menundukkan kepalanya. sesak di dada saat semua harus berakhir di pelaminan dengan orang yang jauh dari kata cinta.
"Sayang, Tante dulu juga awalnya nggak cinta sama papah Rai, tapi seiring berjalannya waktu cinta itu tumbuh. Semoga kalian memang berjodoh hingga terus bersama selamanya."
Para papah hanya mendengarkan istri mereka membujuk Andini. Walaupun mau menolak bagaimana mereka harus tetap menikah. Begitu juga dengan Rai, dia berfikir niatnya untuk tanggung jawab sudah baik. Dan dia kembalikan lagi dengan Andin.
"Bagaimana pak? kapan kita langsungkan pernikahan mereka?"
"Lebih cepat lebih baik, tiga hari cukup untuk prepare acara mereka."
Mendengar itu Andin langsung mendongakkan kepalanya "cepet banget om?"
Raihan pun tak mengira jika secepat ini, tapi dia tetap kalem dalam menanggapi segala apapun.
"Andini, ini yang terbaik untuk kalian. Nggak bisa di ganggu gugat lagi, tiga hari lagi kalian menikah!"
"Tapi Pah!"
"Andini!"
Andini memejamkan mata, dia pikir masih ada waktu satu bulan atau beberapa bulan ke depan sehingga dia bisa menggagalkan rencana jika memang tak ada anak di rahimnya.
"Oke, tapi Andini mau pernikahan ini di rahasiakan. Andini nggak mau orang lain tau apa lagi teman-teman Andin."
Mendengar ucapan Andini membuat sang mamah tercengang tapi tidak dengan papah Andini. Dia tersenyum saat anaknya dengan lantang meminta di rahasiakan.
"Di rahasiakan? oke....berarti besok kalian menikah!"
"Pah!"
"Om..."
"Nggak ada yang harus di persiapkan, untuk apa di undur lagi. Besok pagi kalian menikah!" tegas papah Andini membuat papah Vino pun tersenyum penuh arti.
Setelah perdebatan dan perundingan kedua keluarga kini Andini dan Raihan memilih menepi di taman belakang. Andini menatap tajam Rai dengan wajah kesal sedangkan Rai seperti biasa kalem dan tetap memberikan senyum tipis pada Andin.
"Kenapa diem aja sich kak?"
"Apa lagi yang harus kakak ucapkan? toh orang tua sudah memutuskan, kita pun yang salah. Pantas jika mendapat hukuman."
"Pasrah banget jadi orang!" ketus Andini dan membuang muka ke arah lain.
"Kamu kemarin kenapa sampai mabuk? untung selamat sampai rumah. Kalo nggak gimana?"
"Tapi tetap aja sampai rumah nggak selamat, aku nggak tau kalo ada duda kelaparan."
Raihan tersenyum mendengar ucapan Andin. "Duda kelaparan ini yang nantinya jadi suami kamu!"
"Iya suami dadakan dan menyebalkan. Aku udah anggap kakak seperti kak Dika, mana mungkin bisa bersatu seperti ini." keluh Andin kemudian duduk di batu besar dekat kolam ikan.
Raihan tak bergeming, dia diam memperhatikan Andin yang begitu kesal. "Coba ikhlas sedikit biar hatinya nggak julid. Kamu marah-marah terus. Dek, kakak nggak akan maksa apapun setelah menikah, kakak juga nggak akan membatasi kamu. Bukan berarti menikah dan kamu nggak bisa lagi melanjutkan cita-cita."
"Aku nggak ada kepikiran nikah sama kakak, bagaimana kalo dalam sebulan kita menikah dan aku nggak hamil, kita pisah?"
"Dek!"
"Kenapa kak? toh kita menikah karena kecelakaan dan untuk menutupi aib keluarga. Kalo kita menikahpun aku nggak ingin di sentuh lagi tanpa dasar apa-apa. Jadi jika semalam tak berbuah apa-apa. Kita bercerai!"
Raihan menarik nafas dalam, perceraian bukanlah solusi utama, sejatinya dia ingin menikah sekali selamanya. Apa lagi dia yang sudah merasakan bercerai, tak terus bebas dan membuat bahagia tapi jelas membekas di jiwa dan tak ingin terulang.
"Kalo Kakak nggak mau gimana?"
"Kakak nggak pro sama aku!" ketus Andin. " Apa jangan-jangan kakak sebenarnya suka sama aku?" tanya Andin yang sudah kembali berdiri di hadapan Raihan.
Raihan di buat mati gaya dengan Andin yang terus saja melangkah maju, bukan karena suka. Dia hanya tidak ingin kembali khilaf.
"Kamu mau apa?" tanya Raihan saat Andin sudah semakin mendekat.
Andin tersenyum tipis, niat hati ingin tau sebenarnya Rai menyukainya atau tidak justru naas ketika kaki Andin tersandung dan jatuh.
Brugh
Andin melebarkan kedua mata begitupun dengan Raihan yang tak menyangka. Gercep Andin beranjak tapi suara bariton dari Andika sungguh membuat mati gaya.
"Pah, nikahin aja mereka sekarang. Liat nich anaknya udah pada nggak tahan!"
mkasih bnyak thorr🫰