Demi bakti ku kepada Ayah aku bersedia memenuhi keinginannya untuk menikah dengan lelaki pilihan Ayah ia juga alah satu orang kepercayaan Ayah, namun kini ia membawa mawar lain masuk kedalam rumah tangga kami.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EVI NOR HASANAH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Sebelas
Huweeeeekk...
Huweeeekkk...
"Mas tolong itu" ucap Ambar menunjuk udang goreng sambil mengibaskan tangan nya yang mengartikan singkirkan makanan itu.
Seno yang paham pun langsung mengambil sepiring udang goreng tersebut dan meletakkannya ke meja dapur.
Bik Inem dan Mbak Asih yang melihat respon dari nona nya pagi ini hanya bisa mengerutkan kening, tersenyum dan saling pandang mereka berbicara lewat bahasa mata, yang hanya bisa di mengerti oleh mereka berdua saja.
Setelah menyingkirkan udang goreng tersebut Seno langsung menyodorkan segelas air putih, lalu pasien di sebur. Lah! Apaan sih?
Ulang ya...
Setelah menyingkirkan udang goreng tersebut Seno langsung menyodorkan segelas air putih, pada istrinya dan langsung di teguk hingga bersisa setengah.
Ini baru betul!
Di tuntunnya sang istri menduduki kursi yang sudah ia geserkan sehingga mempermudah istrinya untuk duduk.
"Bik..." panggil Ambar pada Bik Inem.
"Kenapa neng?" jawab Bik Inem dengan langkah yang di percepat.
"Sambalnya cuman ini kah Bik?" tanya Ambar.
"Iya neng... Emang Eneng mau sambal apa biar Bibik bikinin"
"Bibik punya stok mangga nggak di kulkas? Kalau ada tolong kupas kan dan diiris sekalian ya Bik"
Mendengar permintaan sang nona kesayangan mereka Bik Inem pun segera menggeledah kulkas, ternyata masih memiliki satu buah mangga yang masih sangat muda.
Namun hanya itu yang ada jadilah si Bibik mengupas dan mengiris buah mangga tersebut, lalu dengan segera menyerahkan piring berisikan mangga muda tersebut kepada nona mudanya.
Seno yang menatap mangga muda tersebut tanpa sadar merasakan air liur yang sudah penuh di dalam mulut dan seketika wajahnya pun berubah menjadi aneh, apalagi ketika melihat istrinya yang memakan mangga muda itu setelah di colek dengan sambal lalu di makan dengan nasi dan menggunakan tangan bukan sendok.
Bik Inem dan mbak Asih pun mengeratkan gigi mereka hingga berbunyi merasakan linu melihat nona mudanya yang makan mangga di pagi hari.
Ambar yang sedang menikmati makanannya tidak merespon pandangan orang lain terhadap nya, ia masih terus mencolekkan mangga muda tersebut pada sambal kemudian dengan nasi dan langsung di suapkan ke dalam mulut nya.
Sejenak ada rasa senang dan rasa cemas yang dirasakan oleh Seno, ia senang istrinya makan dengan lahap namun ia khawatir jika asam lambung istrinya naik karena makan mangga sepagi ini.
Sluuuuurrrrp.. Aku yang nulis pun ikutan berasa penuh di mulut.
Setelah Ambar selesai makan baru lah ia sadar jika ia diperhatikan banyak orang, suaminya Bik Inem, Mbak Asik, dan Mang Ujang.
Ia pun heran mengapa semua orang di rumah ini memperhatikan dirinya? Apa ada yang salah?
Ambar menatap ke piring milik suaminya yang masih bersih seperti belum di pakai.
"Mas nggak makan? Kenapa?" ucap Ambar heran.
"Mas mau makan tapi kamu ambilin ya" ucap Seno yang membuat senyum di bibir sang istri merekah.
Ambar pun langsung menyendok kan nasi, lauk beserta sayur kedalam piring suaminya.
Tak lupa ia juga menuangkan air minum untuk suaminya.
Setelah di rasa semuanya aman Bik Inem Mbak Asih dan Mang Ujang pun pergi untuk mengerjakan pekerjaan mereka masing- masing.
Ambar yang memang masih bingung pun hanya diam, ia ingin bersuara namun ia pun merasa bingung jadilah kebingungan itu ia telan sendiri.
****
Setelah sarapan Ambar memutuskan untuk rebahan di ranjang empuk nya entah mengapa ia merasakan hawa mengantuk yang sangat kuat.
Ia pun menyandarkan tubuhnya di sandaran ranjang sembari menunggu suaminya yang sedang menerima telepon dari sekretarisnya.
Seno yang sudah selesai menerima telepon ia hendak berjalan menuju ranjang di mana istrinya berada, namun langkah nya terhenti kala mendengar suara dengkuran halus yang keluar dari mulut istrinya.
Ia pun mendekati istrinya dengan tersenyum Seno merebahkan tubuh istrinya agar tidak sakit, saat tidur.
Ia mengelus lembut pipi chubby istrinya yabg terlihat sangat menggemaskan dan ingin sekali ia mengigit pipi chubby itu.
Seno melanjutkan pekerjaan yang ia bawa ke dalam kamar ia tidak tega jika meninggalkan istrinya barang sebentar saja.
Karena masih ada rasa rindu yang belum terobati.
Ia mengerjakan berkas kantor dengan sesekali mengelus pucuk kepala istrinya, yang semakin membuat nyaman Wanitanya untuk tidur.
*****
Pagi ini seluruh penghuni rumah di buat heboh oleh nona kesayangan mereka.
Bagaimana tidak nona nya itu meminta mangga tetangga yang berada di samping rumah namun ia ingin sang suami yang mengambilkan nya, dengan syarat mangga tersebut harus di ambil menggunakan mulut tak boleh menggunakan tangan.
Namun pagi ini Seno akan rapat dengan wakil direksi dan tidak bisa di undur, jadilah perdebatan yang berakhir dengan tangisan istrinya.
Mau tak mau Seno mendatangi tetangga sebelah rumah nya untuk meminta mangga yang diinginkan istrinya.
Sesampainya di depan rumah tetangga nya Seno melihat seorang lelaki dengan tubuh dempal, botak plontos dan berkumis panjang macam Pak Raden wkwkkw...
"Permisi pak"
"Ada apa?!" ucap Bapak berbadan dempal, botak plontos dan berkumis macam Pak Raden.
"Saya mau minta mangganya pak buat istri saya"
"Minta-minta beli satu biji lima ratus ribu!" ucap sebut saja Pak Raden yaa he he.
Glek...
Seno meneguk kasar ludahnya bukan karena harga buah mangganya namun Pak Raden yang selalu berbicara dengan gas full lah yang membuat Seno sedikit gentar.
"Iya pak tidak papa saya akan saya bayar" ucap Seno.
Seno yang menyingsingkan lengan baju sebatas siku dan celana panjang stelan kerjanya, bersiap untuk menaiki pohon mangga tersebut.
"Heh! Mau apa kamu?"
"Mau ambil mangga pak"
"Pakai tangga jangan manjat nanti jatuh"
"Pak Radeen...."
"Eh... Mbak Ambar mau kemana mbak?"
"Aku mau minta mangga Bapak boleh" ucap Ambar dengan sumringah.
"Boleh mbak tunggu ya ada yang sudah naik di atas"
"Heh! Kamu ambil kan mangga buat Mbak Ambar nanti untuk kamu saya kasih geratis" ucap Pak Raden.
Tanpa sadar Seno pun menurutinya tapi mengambil mangganya menggunakan tangan bukan mulut.
Ambar yang melihat cara menggambil mangga suaminya itu langsung nangis dsn membuat semua orang di sana panik.
"Hu hu hu...."
"Kenapa Mbak Ambar?" ucap Pak Raden panik.
Seno yang mendengar suara tangisan istrinya itu pun panik, seketika ia bingung untuk turun, karena sangking paniknya ia langsung lompat dari atas pohon mangga yang tingginya kurang lebih dua meter itu.
"Kamu kenapa sayang?"
Pak Raden yang mendengar tetangga plus anak teman nya yang sudah ia anggap sendiri di panggil sayang oleh lelaki bau kencur pun melempar Seno dengan mangga yang masih kecil tepat di bahunya.
Puuuk...
"Sayang sayang sembarangan kamu!"
Sedangkan Ambar malah menambah gas suara tangisannya jadilah kedua lelaki tersebut gelagapan dan bingung.
"Hu hu hu hu..... M-mas kok ambil mangga nya pake tangan? Hu hu... Kan aku minta ambilnya pake mulut mas hu hu... Nanti rasanya nggak enak hu hu hu...." ucap
Ambar dengan tangis tersedu-sedu.
"Iya iya Mas naik lagi tapi kamu jangan nangis yaa? Sudah diam" ucap Seno yang bersiap naik ke pohon.
Pak Raden yang baru sadar akan panggilan anak temannya itu pada lelaki bau kencur yang sedang menaiki pohon pun bingung, pasalnya ia memang mendengar jika anak teman nya itu sudah menikah namun ia masih belum mengetahui siapa suaminya.
Setelah berhasil misi mengambil mangga pakai mulut, Seno langsung turun memberikan mangga tersebut pada istrinya. Satu batang mangga yang berisi empat buah mangga.
"Makasih mas muuuah..." ucap Ambar tersenyum dan menghadiahi suaminya ciuman.
Seno hanya membalas dengan senyuman dan mengacak rambut istrinya yang di kuncir kuda, lalu ia membuka dompet dsn menyerahkan beberapa lembar uang merah pada Pak Raden.
"Ini Pak uang mangganya" ucap Seno.
"Tidak usah Ambar sudah seperti anak saya sendiri Almarhum mertuamu itu adalah teman saya sedari kecil, ambil dan pulang lah kasihan istrimu itu sudah sampai menetes air liur menatap mangga di tangannya".ucap Pak Raden yang di ikuti kepala Seno yang menoleh ke arah istrinya.
Dan benar saja Ambar berulang kali mengelap mulutnya dan menatap buah mangga dengan mata berbinar.
" Terima kasih pak saya pulang dulu" ucap Seno sembari merangkul pundak istrinya.
Pak Raden hanya mengangguk.