Suamimu Suamiku Juga

Suamimu Suamiku Juga

Ijab Kabul

 Seno, dengan suara yang bergetar, membacakan ikrar nikah. "Aku nikahkan engkau dan aku kawinkan engkau dengan pinanganmu, putriku Ambar binti Bambang, dengan mahar uang dua ratus ribu dan satu gram cincin emas, dibayar tunai."

Mempelai pria menjawab dengan suara yang teguh, "Saya terima nikah dan kawinnya Ambar binti Bambang dengan mas kawin yang tersebut, tunai."

Tiba-tiba, terdengar suara tangisan yang memilukan. "Bangun, Ayah! Jangan tinggalkan Ambar, Ayah! Hu hu hu!" Ambar berteriak sembari mengguncangkan tubuh lemah Ayahnya yang masih terbaring di ranjang rumah sakit. Suasana yang sebelumnya penuh dengan kebahagiaan, tiba-tiba berubah menjadi sedih dan pilu.  

Seno, yang mendengar monitor jantung di sebelah ranjang berbunyi dengan nada yang mengkhawatirkan, segera menekan tombol untuk memanggil dokter. Ia tidak ingin keadaan Pak Bambang, yang baru saja menjadi mertuanya, memburuk.

Dalam beberapa detik, sang Dokter dan seorang perawat telah tiba di ruangan. "Permisi, biar saya periksa sebentar," ucap sang Dokter dengan nada yang tenang dan profesional. Perawat itu sigap mencatat apa yang diucapkan sang Dokter, sementara Seno dan Ambar menunggu dengan hati yang berdebar, berharap bahwa keadaan Pak Bambang tidak terlalu parah.

 

"Innalillahi wa inna ilaihi raji'un," ucap sang Dokter dengan nada yang sedih dan hormat. "Mohon maaf, Beliau sudah tidak ada. Sus, tolong catat dan uruskan untuk pemandian dan kepulangan pasien, ya." Perawat itu hanya mengangguk, mata mereka berdua terlihat sedih dan berempati.

Ambar memeluk tubuh Ayahnya yang kini terasa dingin, air matanya mengalir deras. "Ayah, bangun! Ayah, jangan tinggalkan Ambar sendirian! Ambar takut, Ayah... hu hu hu," ucapnya dengan suara yang bergetar, penuh dengan kesedihan dan kehilangan.

Di ruangan yang dingin dan sunyi, dengan nuansa putih yang mendominasi, serta peralatan kedokteran yang terlihat begitu menjemukan, Ambar merasakan kesedihan yang mendalam. Ruangan ini telah menjadi saksi bisu atas pernikahan yang tidak terduga, sekaligus kehilangan yang sangat besar baginya.

Kini, Ambar merasa sendirian, tidak memiliki siapa-siapa lagi. Hanya ada seorang lelaki yang tidak pernah ia kenal, yang telah dipercayakan oleh sang Ayah untuk menjaganya. Lelaki itu adalah bawahan dan kepercayaan Ayah di perusahaan, namun Ambar tidak pernah melihatnya sebelumnya.

Ambar tidak bisa memahami apa maksud sang Ayah menikahkannya dengan orang yang tidak pernah ia kenal. Apakah ini hanya sebuah keputusan yang diambil oleh sang Ayah untuk menjaga keamanannya, atau ada alasan lain yang lebih kompleks? Ambar hanya bisa menebak-nebak, sambil merasa hatinya semakin berat dengan kehilangan yang baru saja ia alami.

Setelah acara pemakaman selesai, para pelayat bergegas untuk pulang, meninggalkan Ambar yang masih termenung berdiam diri di samping pusara sang Ayah. Ia masih belum bisa mempercayai bahwa orang yang ia cintai dan miliki satu-satunya telah pergi meninggalkannya, sama seperti mendiang Ibunya yang telah meninggalkannya sejak lama.

Seno dan orang rumah Ambar masih setia menunggu Ambar, memberikan ruang bagi dia untuk meratapi kehilangannya. Namun, Ambar tidak menyadari bahwa guyuran air hujan telah membasahi tubuhnya, seolah-olah langit juga ikut bersedih atas kehilangan orang yang amat sangat dicintainya. Air hujan itu seolah-olah menjadi simbol dari air mata Ambar yang tidak pernah berhenti mengalir.

Seno dengan cepat dan sigap memayungi tubuh mungil Ambar, yang kini telah menjadi istrinya, untuk melindunginya dari hujan yang semakin deras. Semua orang rumah telah lelah membujuk Ambar untuk pulang, termasuk Bik Inem, pengasuh Ambar sejak kecil, yang telah menjadi seperti ibu kandung bagi Ambar.

Seno, yang mengerti akan sorot mata Bik Inem yang meminta tolong padanya untuk membawa Ambar pulang, segera mendekati istrinya dengan langkah yang lembut dan penuh perhatian. Ia ingin membantu Ambar melewati kesedihan yang mendalam ini, dan membawanya kembali ke rumah untuk beristirahat dan memulihkan diri.

   "Hujan semakin deras, nanti kamu sakit," ucap Seno dengan nada yang lembut dan penuh perhatian, sambil berjongkok di samping Ambar. "Ayo kita pulang, kasihan Ayah jika Beliau melihatmu terus menangisi kepergiannya. Tidak akan membuat Beliau tenang di sana."

Mendengar suara yang asing itu, Ambar menoleh perlahan-lahan. Matanya yang sembab oleh air mata itu menatap Seno dengan rasa heran dan tidak percaya. Kini, ia disadarkan oleh kenyataan bahwa Ayahnya telah menitipkannya pada pria ini, pria yang tidak ia kenal, tidak pernah ia lihat, dan sangat asing bagi Ambar. Perasaan tidak nyaman dan ketidakpastian itu mulai menghantui hatinya. Siapakah pria ini sebenarnya? Mengapa Ayahnya menitipkannya pada orang yang tidak ia kenal? Pertanyaan-pertanyaan itu berputar-putar di kepala Ambar, membuatnya merasa semakin bingung dan tidak tenang.

Setelah puas menatap wajah pria yang kini telah sah menjadi suaminya itu, Ambar kembali menoleh ke arah pusara sang Ayah, dengan mata yang masih sembab oleh air mata. Ia mengambil napas dalam-dalam, seolah-olah ingin mengucapkan kata-kata terakhir yang penuh makna.

"Ayah, Ambar pulang ya," ucap Ambar dengan suara yang lembut dan penuh haru. "Terima kasih sudah menitipkan Ambar pada orang kepercayaan Ayah." Setelah mengucapkan salam itu, Ambar pun perlahan melangkahkan kaki meninggalkan area pemakaman, tanpa menoleh ke belakang. Ia seolah-olah ingin meninggalkan kesedihan dan kehilangan itu di belakang, dan memulai babak baru dalam hidupnya.

****

Sesampainya di rumah, Ambar merasa lelah dan lesu. Suaminya, yang masih terasa asing bagi Ambar, menghampirinya dengan wajah yang penuh perhatian.

"Masuk ke kamar mu, mandilah dulu dan beristirahatlah," ucapnya dengan nada yang lembut. "Aku akan pergi sebentar, jika butuh sesuatu panggil Bik Inem. Sebelum jam makan malam, aku akan menemui mu lagi."

Ambar hanya menatap siluet tubuh suaminya yang kian menjauh, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Ia merasa tubuhnya ringkih dan lelah, seolah-olah tidak kuasa menahan berat beban tubuhnya sendiri. Kekuatan untuk berdiri pun mulai meninggalkannya, hingga...

Bruukkk...

Aroma minyak angin yang tajam dan menusuk hidungnya membuat Ambar membuka mata. Ia merasa sedikit bingung dan disorientasi, tapi ketika ia melihat wajah suaminya yang duduk di sampingnya, ia mulai mengingat kembali.

"Apa yang kamu rasakan? Mau minum?" tanya suaminya dengan nada yang lembut dan penuh perhatian. Ambar hanya mengangguk, masih merasa sedikit lelah dan lesu. Suaminya segera menuangkan air ke dalam gelas dan menyerahkannya pada Ambar, yang dengan lembut mengambil gelas itu dan meminumnya.

Dengan gerakan yang lembut dan penuh perhatian, Seno mengambil gelas yang berisi air putih yang telah ia minta pada Bik Inem sebelumnya. Ia kemudian membangunkan tubuh mungil Ambar menjadi setengah duduk, sehingga ia bisa minum dengan nyaman. Seno memegang gelas itu dengan hati-hati, membantu Ambar untuk minum dengan perlahan-lahan.

Setelah Ambar selesai minum, Seno mengembalikan gelas itu ke atas meja samping ranjang milik istrinya, dengan gerakan yang masih sama lembutnya. Ia kemudian memandang wajah Ambar dengan penuh perhatian, memastikan bahwa ia sudah merasa lebih baik.

   "Bagaimana perasaanmu? Apakah ada yang sakit atau masih pusing?" tanya pria berkaca mata itu dengan nada yang penuh perhatian dan kepedulian. Namun, pertanyaannya itu tidak langsung mendapat jawaban dari Ambar.

Sebaliknya, Ambar malah membalikkan pertanyaan itu dengan nada yang sedikit heran. "Kenapa kamu kembali? Bukankah kamu sudah mengatakan akan mengurus sesuatu dan akan pulang saat makan malam?" tanya Ambar, matanya memandang suaminya dengan rasa penasaran dan sedikit kecurigaan.

  "Aku kembali karena ingin menanyakan apakah ada sesuatu yang kamu ingin beli di luar," ucap Seno dengan nada yang lembut. "Namun, baru selangkah melewati pintu rumah, aku melihatmu tergeletak di dekat tangga, dan nyaris kepalamu membentur anak tangga. Aku sangat khawatir melihatmu dalam keadaan seperti itu."

Ambar mengangguk pelan, merasa sedikit bersalah karena telah membuat suaminya khawatir. "Pergilah, aku sudah tidak apa-apa," ucapnya dengan nada yang lembut. "Aku rasa aku hanya butuh tidur sebentar, setelahnya aku akan lebih baik."

Ia menyadari bahwa pria di depannya ini adalah orang kepercayaan Ayahnya, yang pasti memiliki banyak tanggung jawab dan pekerjaan yang menunggunya. Ditambah lagi, Seno juga harus mengurus pengajian untuk Ayahnya, sehingga Ambar tidak ingin menjadi beban baginya.

   "Kamu yakin?" tanya Seno dengan nada yang penuh perhatian, sembari melangkah keluar dari kamar. "Aku lihat dari pagi kamu sama sekali belum memakan apapun. Kamu harus makan untuk memulihkan kekuatanmu."

Lima menit setelah kepergian Seno, ia kembali dengan nampan yang berisikan sepiring nasi lengkap dengan lauk dan sayur yang menggugah selera. Selain itu, ada juga segelas air putih yang jernih dan segelas susu hangat yang masih terlihat asap yang mengepul, menandakan bahwa susu itu baru saja disiapkan. Semua makanan itu disajikan dengan rapi dan menarik, seolah-olah Seno ingin memastikan bahwa Ambar memiliki kesempatan untuk memulihkan kekuatan dan kesehatannya.

    "Pergilah, aku akan memakannya nanti," ucap Ambar dengan nada yang lembut.

Tapi Seno tidak mau meninggalkannya begitu saja. "Makan lah dulu, biar aku suapi, biar aku tenang meninggalkan mu keluar rumah nantinya," ucap Seno dengan nada yang membujuk dan penuh perhatian.

Ambar melihat kesungguhan dan ketulusan yang terpancar dari sorot mata Seno, dan ia merasa tergerak untuk menuruti permintaannya. Dengan tangan yang sudah menyendokkan nasi, Seno menghadapkan makanan itu ke arah Ambar, dan ia hanya bisa menuruti dengan memakan makanan yang telah disiapkan untuknya.

Ambar menerima suapan demi suapan yang dilakukan oleh suaminya dengan penuh perhatian, hingga suapan ke lima ia sudah merasa kenyang. Ia merasa sedikit lega karena telah memenuhi permintaan suaminya.

"Sudah, aku kenyang, dan sekarang pergilah," ucap Ambar dengan nada yang lembut, mengusir Seno perlahan-lahan.

Tapi Seno tidak mau pergi begitu saja. "Minum susunya dulu, baru aku pergi," ucapnya dengan nada yang membujuk, menyodorkan segelas susu putih hangat yang masih mengepul asapnya. Ia ingin memastikan bahwa Ambar telah meminum susu yang dapat membantunya memulihkan kekuatan dan kesehatannya.

Ambar menerima segelas susu hangat itu dan meneguknya sedikit, merasakan kehangatan dan kenyamanan yang menyebar di dalam tubuhnya. Setelah itu, ia menyerahkan kembali gelas susu itu pada Seno, yang langsung menerimanya dan meletakkannya di atas nampan dengan hati-hati.

Seno tersenyum melihat Ambar menurutinya, dan matanya berkilau dengan kebahagiaan. "Aku pergi ya, jika butuh sesuatu bilang pada Bik Inem untuk memberitahuku," ucapnya dengan nada yang lembut dan penuh perhatian. Sambil mengucapkan itu, Seno mengusap pucuk kepala Ambar yang berkerudung dengan lembut, menunjukkan kasih sayang dan kepeduliannya pada istrinya. "Beristirahatlah, aku akan kembali nanti," tambahnya sebelum berpamitan dan meninggalkan kamar.

Seno melangkah keluar dari kamar dengan membawa nampan bekas makan Ambar, meninggalkan istrinya yang masih terpaku di tempat tidur. Ambar yang baru saja mendapat perlakuan manis dari suaminya itu merasa terkejut dan tidak percaya. Ia hanya bisa mematung, seolah-olah waktu telah berhenti.

Sedetik kemudian, Ambar kembali sadar dan merasa malu mengingat kejadian tersebut. Ia tersipu malu, merasa bahwa hatinya telah tergerak oleh perlakuan suaminya yang penuh kasih sayang. Ia tidak bisa membayangkan bahwa suaminya yang belum lama ini ia kenal bisa membuatnya merasa seperti ini.

Terpopuler

Comments

Nalira🌻

Nalira🌻

Aku mampir kak.. Mampir di novelku juga ya kak, 'Menyulam Rasa di balik cadar Alina'

2024-11-01

1

🎧✏📖

🎧✏📖

semangat pagi 💪💪 dukung terus ya novel terbaru saya😁🤣🙏👍

2024-10-30

1

lihat semua
Episodes
1 Ijab Kabul
2 Roti Sobek
3 Kopi manis rasa cinta
4 Cantik
5 Memulai
6 Bab enam
7 Bab tujuh
8 Bab delapan
9 Bab sembilan
10 Bab Sepuluh
11 Bab Sebelas
12 Bab Ayam geprek?
13 Belum Up
14 Bab Tiga Belas
15 Bab Keguguran
16 Bab Lima Belas
17 Maaf yaak
18 Bab Enam Belas
19 Bab Tujuh Belas
20 Maaf yaak
21 Bab 18 Naya & Alex
22 Bab 19 Naya & Alex
23 Bab Dua Puluh
24 Bab Dua puluh Satu
25 Bab Dua Puluh Dua
26 Bab Dua Puluh Tiga
27 Bab Dua Puluh Empat
28 Bab Dua Puluh Lima
29 Bab Dua Puluh Enam
30 Bab Dua Puluh Tujuh
31 Bab Dua Puluh Delapan
32 Bab Dua Puluh Sembilan
33 Bab Tiga Puluh
34 Bab Tiga Puluh Satu
35 Bab Tiga Puluh Dua
36 Bab Tiga Puluh Tiga
37 Bab Tiga Puluh Empat
38 Bab Tiga Puluh Lima
39 Bab Tiga Puluh Enam
40 Bab Tiga Puluh Tujuh
41 Bab Tiga Puluh Delapan
42 Bab Tiga Puluh Sembilan
43 Bab Tiga Puluh Sembilan
44 Bab Empat Puluh
45 Bab Empat Puluh satu
46 Bab Empat Puluh Dua
47 Bab Empat Puluh Tiga
48 Bab Empat Puluh Empat
49 Bab Empat Puluh Lima
50 Bab Empat Puluh Enam
51 Bab Empat Puluh Tujuh
52 Bab Empat Puluh Delapan
53 Bab Empat Puluh Sembilan
54 Bab Lima puluh
55 Bab Lima Puluh Satu
56 Bab Lima Puluh Dua
57 Bab Lima Puluh Tiga
58 Bab Lima Puluh Empat
59 Bab Lima Puluh Lima
60 Bab Lima Puluh Enam
61 Bab Lima Puluh Tujuh
62 Bab Lima Puluh Delapan
63 Bab Lima Puluh Sembilan
64 Bab Enam Puluh
Episodes

Updated 64 Episodes

1
Ijab Kabul
2
Roti Sobek
3
Kopi manis rasa cinta
4
Cantik
5
Memulai
6
Bab enam
7
Bab tujuh
8
Bab delapan
9
Bab sembilan
10
Bab Sepuluh
11
Bab Sebelas
12
Bab Ayam geprek?
13
Belum Up
14
Bab Tiga Belas
15
Bab Keguguran
16
Bab Lima Belas
17
Maaf yaak
18
Bab Enam Belas
19
Bab Tujuh Belas
20
Maaf yaak
21
Bab 18 Naya & Alex
22
Bab 19 Naya & Alex
23
Bab Dua Puluh
24
Bab Dua puluh Satu
25
Bab Dua Puluh Dua
26
Bab Dua Puluh Tiga
27
Bab Dua Puluh Empat
28
Bab Dua Puluh Lima
29
Bab Dua Puluh Enam
30
Bab Dua Puluh Tujuh
31
Bab Dua Puluh Delapan
32
Bab Dua Puluh Sembilan
33
Bab Tiga Puluh
34
Bab Tiga Puluh Satu
35
Bab Tiga Puluh Dua
36
Bab Tiga Puluh Tiga
37
Bab Tiga Puluh Empat
38
Bab Tiga Puluh Lima
39
Bab Tiga Puluh Enam
40
Bab Tiga Puluh Tujuh
41
Bab Tiga Puluh Delapan
42
Bab Tiga Puluh Sembilan
43
Bab Tiga Puluh Sembilan
44
Bab Empat Puluh
45
Bab Empat Puluh satu
46
Bab Empat Puluh Dua
47
Bab Empat Puluh Tiga
48
Bab Empat Puluh Empat
49
Bab Empat Puluh Lima
50
Bab Empat Puluh Enam
51
Bab Empat Puluh Tujuh
52
Bab Empat Puluh Delapan
53
Bab Empat Puluh Sembilan
54
Bab Lima puluh
55
Bab Lima Puluh Satu
56
Bab Lima Puluh Dua
57
Bab Lima Puluh Tiga
58
Bab Lima Puluh Empat
59
Bab Lima Puluh Lima
60
Bab Lima Puluh Enam
61
Bab Lima Puluh Tujuh
62
Bab Lima Puluh Delapan
63
Bab Lima Puluh Sembilan
64
Bab Enam Puluh

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!