Suamimu Suamiku Juga
"Seno Aku nikahkan engkau dan aku kawinkan engkau dengan pinanganmu, puteriku Ambar binti Bambang dengan mahar uang dua ratus ribu dan satu gram cincin emas dibayar tunai.
"Saya terima nikah dan kawinnya Ambar binti Bambang dengan mas kawinnya yang tersebut, tunai.
" sah....."
"bangun Ayah jangan tinggalkan Ambar Ayah hu hu hu" teriak Ambar sembari mengguncangkan tubuh lemah Ayahnya yang masih terbaring di ranjang rumah sakit.
Seno yang mendengar monitor yang berada di di sebelah ranjang itu berbunyi, dengan sigap ia menekan tombol untuk memanggil dokter agar bisa memeriksa keadaan Pak Bambang yang kin telah mejadi mertuanya tersebut.
"Permisi biar saya periksa sebentar" ucap sang Dokter yang sudah tiba dengan satu perawat yang sigap mencatat apa yang di ucapkan sang Dokter.
"Innalillahi wa inna ilaihi raji'un mohon maaf Beliau sudah tidak ada, Sus tolong catat dan di urus untuk pemandian dan kepulangan pasien ya" ucap Dokter pada perawat tersebut dan hanya di balas anggukan oleh perawat tersebut.
"Ayah bangun Ayah jangan tinggalkan Ambar sendirian, Ambar takut Ayah hu hu hu" ucap Ambar memeluk tubuh Ayahnya yang kini terasa dingin.
Di ruangan bernuansa putih di lengkapi peralatan kedokteran menjadi saksi bisu akan pernikahan sekaligus kehilangan yang Ambar rasakan, kini ia sudah tidak punya siapa- siapa hanya ada seorang lelaki kepercayaan sang Ayah yang di mintai amanat untuk menjaganya dengan cara menikahinya.
Entah apa maksud sang Ayah menikahkan nya dengan seseorang yang tak pernah ia kenal, dan lagi lelaki tersebut hanyalah bawahan dan kepercayaan Ayah di perusahaan.
Terlebih lagi lelaki itu tidak pernah Ambar lihat.
Setelah acara pemakaman selsai para pelayat bergegas untuk pulang, lain hal nya dengan Ambar yang masih termenung berdiam diri di samping pusara sang Ayah.
Ia hanya masih belum mempercayai bahwa orang yang ia miliki satu- satunya telah pergi meninggalkannya seperti mendiang Ibunya.
Seno dan orang rumah Ambar masih setia menunggu Ambar yang masih menikmati diamnya, tanpa ia sadari guyuran air hujan membasahi tubuhnya, langit seakan tau dan ikut bersedih akan kehilangan orang yang amat sangat di sayangi oleh Ambar.
Seno dengan sigap memayungi tubuh mungil yang kini menjadi istrinya itu, agar tidak kebasahan.
Semua orang rumah sudah lelah membujuk Ambar untuk pulang termasuk Bik Inem pengasuh Ambar sedari kecil.
Seno yang mengerti akan sorot mata Bik Inem yang seakan meminta tolong padanya untuk membawa nona muda itu pulang pun segera mendekati Ambar.
"hujan semakin deras nanti kamu sakit, ayo kita pulang kasihan Ayah jika Beliau melihat mu terus menangisi kepergiannya, tidak akan membuat Beliau tenang di sana" ucap Seno yang ikut berjongkok di samping Ambar.
Mendengar suara yang asing memasuki gedang telinganya sedetik kemudian Ambar menoleh pada suara tersebut.
Kini Ia di sadarkan oleh kenyataan bahwa Ayahnya telah menitipkannya pada pria itu, pria yang tak ia kenal, yang ia tidak pernah melihat, dan pria yang sangat amat asing bagi Ambar.
Setelah puas menatap wajah pria yang kini telah sah menjadi suaminya itu Ambar kembali menoleh ke ara pusara sang Ayah untuk pamit pulang.
"Ayah Ambar pulang ya, terima kasih sudah menitipkan Ambar pada orang kepercayaan Ayah".
Setelah mengucapkan salam Ambar pun perlahan melangkahkan kaki meninggalkan area pemakaman tanpa menoleh kebelakang.
****
Sesampainya di rumah...
" masuk ke kamar mu mandilah dulu dan beristirahatlah, aku akan pergi sebentar jika butuh sesuatu panggil Bik Inem, sebelum jam makan malam aku akan menemui mu lagi" ucap pria yang berstatus suaminya itu.
Ambar hanya menatap siluet tubuh yang kian menjauh, kini ia rasakan tubuhnya ringkih, ia tak kuasa menahan berat beban tubuhnya sendiri hingga bruuk...
Menghirup aroma minyak angin yang tajam pada hidung nya membuat Ambar membuka mata.
"apa yang kamu rasakan? Mau minum?" ucap lelaki yang tadi pamit akan mengurus sesuatu tapi kini malah menjadi orang pertama yang ia lihat setelah ia sadarkan diri.
Ambar hanya mengangguk mendapat tawaran dari suaminya untuk minum.
Segera lah Seno menggambil gelas yang berisikan air putih yang sudah ia minta pada Bik Inem tadi, ia pun dengan perlahan membangunkan tubuh mungil Ambar menjadi setengah duduk, agar membuatnya bisa dengan nyaman untuk minum.
Setelah dirasa cukup Seno mengembalikan gelas yang kini tersisa setengah isinya tersebut ke atas meja samping ranjang milik istrinya.
"apa yang kamu rasakan? Mana yang sakit? Atau masih pusing?" pertanyaan beruntun yang di ajukan oleh pria berkaca mata itu, tidak langsung mendapat jawaban.
"kenapa kamu kembali? Bukan kah kamu sudah mengatakan akan mengurus sesuatu dan akan pulang saat makan malam?" tanya Ambar.
"aku kembali ingin menanyakan apakah ada sesuatu yang kamu ingin beli di luar? Namun baru selangkah melewati pintu rumah aku melihat mu tergeletak di dekat tangga dan nyaris kepala mu membentur anak tangga" ucap Seno menceritakan awal kejadian.
"pergilah aku sudah tidak apa-apa, aku rasa aku hanya butuh tidur sebentar setelah nya aku akan lebih baik" ucap Ambar.
Ia menyadari bahwa pria di depannya ini adalah orang kepercayaan Ayahnya, otomatis akan banyak sekali pekerjaan yang menunggunya di tambah Seni juga harus mengurus pengajian untuk Ayahnya itu.
"kamu yakin? Kamu makan dulu aku lihat dari pagi kamu sama sekali belum memakan apapun" ucap Seno sembari melangkah kan kaki keluar.
Lima menit setelah kepergian Seno kini ia kembali dengan nampan yang berisikan sepiring nasi lengkap dengan lauk dan sayur, segelas air putih dan segelas susu hangat yang masih terlihat asap yang mengepul.
"pergilah aku akan memakannya nanti" ucap Ambar.
"makan lah dulu biar aku suapi, biar aku tenang meninggalkan mu keluar rumah nantinya" ucap Seno membujuk Ambar.
Ambar yang melihat kesungguhan dan ketulusan lewat sorot mata Seno dengan tangan yang sudah menyendokkan nasi yang menghadap kearah nya, kini hanya menuruti.
Ambar menerima suapan demi suapan yang di lakukan oleh suaminya hingga suapan ke lima ia sudah merasa kenyang.
"sudah aku kenyang, dan sekarang pergilah" ucap Ambar mengusir Seno perlahan.
"minum susunya dulu baru aku pergi" ucap Seno menyodorkan segelas susu putih hangat.
Ambar pun menerima segelas susu tersebut dan meneguknya sedikit, setelahnya ia menyerahkan kembali gelas susu itu pada Seno, yang langsung di terima dan di letakkan di atas nampan.
Seno tersenyum melihat Ambar menurutinya.
"aku pergi ya jika butuh sesuatu bilang pada Bik Inem untuk memberitahuku dan beristirahatlah" ucap Seno sambil mengusap pucuk kepala berkerudung istrinya.
Seno melangkah kan kaki menuju keluar dengan membawa nampan bekas makan istrinya tersebut.
Ambar yang mendapat perlakuan manis dari seorang pria selain Ayahnya itu pun hanya bisa mematung, sedetik kemudian kembali kesadarannya ia tersipu malu mengingat kejadian tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Pearlysea🌻
Aku mampir kak.. Mampir di novelku juga ya kak, 'Menyulam Rasa di balik cadar Alina'
2024-11-01
1
Delita bae
semangat pagi 💪💪 dukung terus ya novel terbaru saya😁🤣🙏👍
2024-10-30
1