Fiandra tak menyangka jika dirinya akan berjodoh dengan seorang dosen yang selalu memarahinya bernama Ilham. Mereka di paksa menikah dan menjalani pernikahan, meskipun keduanya menolak. Keinginan kedua orang tua Fiandra dan Ilham begitu kuat untuk menikahkan mereka, hingga mereka melakukan satu cara, untuk menjebak keduanya agar bisa menikah... bagaimana kisah mereka? akankah cinta hadir di tengah permusuhan mereka
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meylani Putri Putti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cemburu
Fiandra dan Ilham duduk bersama-sama di meja makan bersama Romlah untuk sarapan.
"Jadi kalian balik hari ini Ham?" tanya Romlah sambil mencedok lontong sisa resepsi semalam lalu membaginya ke piring anak dan menantunya.
"Ya jadi, Nyak. Aye kan ada urusan, selain ngajar, bisnis aye juga kudu diurusin," jawab Ilham.
"Yah...padahal Nyak masih kangen sama kamu, Ham. Sehari lagi deh!" pinta Romlah dengan sedikit merayu.
"Kagak bisa, Nyak. Ntar insyaallah bulan depan Aye pulang lagi."
"Ah lo, biasanya cuma janji-janji doang. Nanti pas hari H, alasannya selalu sibuk."
"Ya emang sibuk, Nyak!"
Fiandra yang tengah sibuk mengunyah lontongnya itu tiba-tiba nyeletuk."Kenapa Nyak gak ikut pak Ilham saja tinggal di kota? disini kan Nyak sendiri?"
"Ah gak, Nyak gak mau gangguin kalian berdua. Nanti kalau kalian berdua sudah punya anak, baru Nyak akan ikut tinggal bersama kalian. Bahkan nyak rela deh mengasuh anak kalian," ucap Romlah dengan binar-binar bahagia.
Wajah Fiandra seketika berubah cemberut dan lesu, seketika itu dia meletakkan sendok di piringnya seraya menghela napas panjang.
"Loh kenapa Fi?" tanya Romlah sambil memperhatikan raut wajah menantunya.
"Nyak, belum apa-apa sudah ngomongin anak. Fi aja masih trauma, Nyak," lirih Fiandra sambil menopang dagu di telapak tangannya.
"Trauma kenapa? lo pasti mikirin belalai Ilham yang lo kata segede gaban itu kan?" tanya Romlah sambil nyengir menunjuk ke putranya.
Sontak si Ilham yang sedang makan jadi tersedak." Uhuk uhuk.....Ya elah lagi makan ini, masak iya ngomongin belalai lagi!" celetuk Ilham sambil mendelik ke dua orang itu secara bergantian.
Haha haha tawa Romlah pecah. "Abisnya bini lo lucu, Ham. Bisa-bisanya dia takut yang gede dan berurat," celetuknya sambil cekikikan.
Fiandra yang kesal memicingkan matanya menatap Romlah yang tertawa mengejeknya.
"Hehe tenang aja Fi, pasti muat kok, kalau yang begitu kagak ada istilah oversize, hua hua haha." tawa Romlah semakin menjadi-jadi saat melihat wajah sang menantu terlihat kesal.
"Tawa Nyak puas banget ngeledekin aye, " dengus Fi."Nyak kan kagak liat gimana gedenya."
Haha haha haha Romlah tertawa sambil menepuk meja, saking lucunya celetukan Fi.
"Hehe, kalo punya Ilham sih, Nyak kagak pernah liat enang," ujar Romlah dengan menggelengkan kepalanya sambil menahan perutnya yang sakit akibat tertawa,"tapi kalau punya abahnya si Ilham , ya emang makannya Nyak sehari dulu. Paling punya Ilham sama abah nya sebelas dua belas, namanya juga turun Arab betawi," sambung Romlah dengan sisa tawanya.
Ilham yang tersinggung karena di omongin itu langsung angkat bicara. "Ya ampun! bisa gak sih gak usah bahas yang begituan, aye lagi makan nih Nyak!" protesnya sambil mendorong mangkuk berisi lontong. "Kagak selera aye!"
"Eh biarin aje, ini tuh curhat mertua sama menantunya, ngapain Lo yang sewot," sahut Romlah memarahi Ilham.
"Iya gak usah bawa-bawa belalai aye dong! mana ngomongnya di depan aye," protes Ilham.
"Biarin aja!" tukas Romlah ."Ini konsultasi gratis, lo kalo ke psikolog dah bayar berapa Ham!" seru Romlah sambil bergerak pinggang.
"Ya udah! lanjut saja curhatnya!" Ilham yang tak terima belalainya jadi topik pembicaraan langsung beranjak dari tempat duduknya.
Entah apa yang di bicarakan mertua dan menantu itu, sesekali Ilham coba menguping dari kamarnya.
"Ya elah... belalai lagi, belalai lagi," gerutunya.
***
Siang harinya Ilham dan Fiandra bersiap untuk pulang. Sebelum kembali ke kota, Ilham dan Fiandra menyempatkan diri berpamitan pada Rohaye.
"Pokoknya Nyak ngak mau tau, Ya Ham. Loh kudu jagain Fi. Awas aje kalo terjadi sesuatu pada Fi," cicit Rohaye ketika Ilham mencium punggung tangannya.
"Insyaallah, Nyak."
"Ya udah hati-hati. Lo juga Fi, lo dah jadi seorang istri harus berbakti sama suami lo, ya."
"Iye Nyak! kalau gitu kita berangkat, ya. Assalamualaikum!" ucap Fiandra sambil melambaikan tangannya.
"Waalaikumsalam!" Rohaye membalas lambaian tangan putrinya sampai mobil yang membawa Fi perlahan menjauh."Ah tenang hati aye, sekarang Fi sudah kawin, udah gak bimbangin dia lagi di kota. "
Rohaye pun tenang kini Fiandra sudah tak jadi bahan gunjingan para tetangganya.
Suasana di dalam mobil cukup hening, hanya suara musik lembut yang mengalun dari radio. Sebenernya ada banyak hal yang ingin Ilham tanyakan pada Fiandra. Termasuk pertanyaan yang belum di jawab oleh istrinya itu tadi pagi. Sesekali dia melirik Fiandra yang tampak bengong.
"Mungkin Fiandra butuh waktu," batinnya.
Karena tak ada satupun dari mereka yang berniat memulai percakapan suasana di dalam mobil begitu lengang.Mungkin mereka tidak tahu apa yang harus mereka bicarakan.
Di tengah keheningan itu, tiba-tiba, ponsel Ilham berdering, sontak saja keduanya menoleh.
Ilham menoleh sejenak ke layar handphonenya sebelum menekan tombol speaker."Halo, Dien Ada apa?" sapa dengan nada yang berubah serius.
Fi mencuri dengar, matanya sesekali memandang Ilham yang kini terlihat fokus. Di seberang sana, suara seorang wanita terdengar lembut dan manja. " Ham, kamu kapan pulang?"
"Ini sedang di perjalanan," jawab Ilham datar.
"Oh okey. Kalau sudah pulang bisa temuin aku di cafe biasa gak, Ham?"
"Hmm ketemuan ya?"Ilham yang ragu memijit pelipisnya sambil melirik ke arah Fiandra." Memangnya ada penting, ya Dien?"
"Penting banget sih ngak Ham... Kalau hari ini kamu sibuk dan capek, ya sudah gak papa, besok saja kita bertemu."
"Oke, lain kali saja ya! kalau begitu kita tutup telponnya dulu," Ilham langsung memutus sambungan telpon tersebut.
"Dia itu Andien, rekan bisnis ku."Ilham menjelaskan karena melihat wajah Fiandra yang tampak cemberut.
"Emang gue pikirin!" Fiandra memalingkan wajahnya, mencoba bersikap acuh walaupun dalam hatinya dongkol.
"Ya sudah kalau kamu gak perduli," balas Ilham dengan santai.
Fiandra menoleh ke arah Ilham dengan mata yang memicing, dan jantung yang berdetak kencang."Kenapa aku jadi gregetan gini, ya. Apa ini yang dinamakan cemburu?"
Keadaan di dalam mobil kembali hening. Sesekali keduanya saling mencuri pandangan sembari mempertahankan ego mereka.
apa kabar dengan duo enyak udah dapat belum berburu para duda 😍 semoga dapat ya nyak 😂😂😂😂