NovelToon NovelToon
My Name Is Kimberly (Gadis Bercadar & CEO Galak)

My Name Is Kimberly (Gadis Bercadar & CEO Galak)

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Pengganti / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Kantor / Epik Petualangan
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Andi Budiman

Kimberly alias Kimi, seorang perempuan ber-niqab, menjalani hari tak terduga yang tiba-tiba mengharuskannya mengalami "petualangan absurd" dari Kemang ke Bantar Gebang, demi bertanggungjawab membantu seorang CEO, tetangga barunya, mencari sepatu berharga yang ia hilangkan. Habis itu Kimi kembali seraya membawa perubahan-perubahan besar bagi dirinya dan sekelilingnya. Bagaimana kisah selengkapnya? Selamat membaca...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andi Budiman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perkelahian Tak Terduga

Merasa proses perbaikan Bajaj masih lama, Kimi yang sedari tadi diam tak bicara tiba-tiba berdiri seraya memperhatikan si pria yang masih bertelanjang kaki, kemudian bertanya sekali lagi, “Beneran mau ke Bantar Gebang Pak?”

“Iya, kenapa nanya itu lagi?” protes si pria dengan nada semakin tertekan. “Kamu tak perlu meragukan tekad saya. Jangankan ke Bantar Gebang, selama ada petunjuk ke mana pun akan saya susul!”

“Bukan ituuu…, tapi lihat, dari tadi Bapak tidak pakai alas kaki apa-apa!” Kimi mengingatkan. “Kita harus cari alas kaki dulu…,” lanjut gadis itu. Dari tadi Kimi ingin mengatakan hal itu, tapi entah kenapa ia ragu, namun akhirnya terkatakan juga.

Pria itu melirik ke arah kakinya dan menghela napas. “Oh… ya sudah, tidak apa-apa…”

“Tidak apa-apa bagaimana? Nanti kalau Bapak injak-injak sampah di Bantar Gebang gimana? Jijik kan Pak!” Kimi bersikeras.

Pria itu tetap acuh tak acuh, karena merasa lelah dan banyak pikiran. Si pria terus menerus memikirkan persoalan sepatunya yang keberadaannya kini masih belum jelas. Meski klien dari Prancis itu akan menemuinya nanti sore, ia tak tahu apakah ia bisa tepat waktu atau tidak. “Ya… tidak apa-apa lah, paling kotor, tinggal cuci kaki saja kan, beres,” jawab si pria sedikit emosi.

“Kita tidak pernah tahu di dalam sampah itu ada apa saja, Paaak. Mungkin ada beling, ada paku, ada…,”

“Baiklah, baiklah... tapi saya lelah, dan saya akan menunggu di sini saja,” katanya dengan nada pasrah. “Jadi tolong belikan saya sepatu!”

“Nggak usah suruh-suruh saya, ya! Saya bukan bawahan Bapak!” tegas Kimi. “Saya ngerti sendiri kok! Emangnya Bapak, ke diri sendiri saja cuek begitu!” sambungnya.

“Cie-cie!” sahut seseorang di bengkel tanpa rasa malu.

Kimi dan si pria melirik, kemudian beralih pada pembicaraan mereka lagi.

“Saya akan pergi ke toserba di sana untuk membeli sandal. Bapak tunggu di sini,” kata Kimi. “Dan awas, jangan coba-coba melarikan diri!” balas Kimi, mengulang perkataan si pria.

Si pria sedikit terkejut, namun kemudian hanya mengangguk tanpa kata. Kimi kemudian berangkat sendiri ke toserba terdekat. Sesampainya di sana, ia berdesak-desakan dengan banyak pembeli lain. Proses mengantri di kasir pun memakan waktu cukup lama, dan ini membuat si pria yang menunggu di bengkel menjadi khawatir.

Setelah lama menunggu dan merasa khawatir, si pria memutuskan untuk menyusul Kimi ke toserba. Sebelum benar-benar tiba di lokasi, dari kejauhan ia melihat Kimi keluar dari toserba dengan tas dan kantong belanjaan di tangannya.

Tapi tiba-tiba, seorang penjambret muncul, mendekati Kimi dengan cepat, dan merampas tasnya. Kimi terkejut dan berteriak, namun penjambret itu sudah berlari menjauh.

Tanpa berpikir dua kali, si pria langsung berlari mengejar si penjambret. Tubuhnya yang tegap dan latihan rutin membuatnya cukup cepat untuk mengejar.

Tapi penjambret itu juga tak kalah lincah, menyelinap di antara kerumunan dan melewati gang-gang sempit. Mereka berdua berlari menembus keramaian, membuat beberapa orang yang melihat kejadian itu terkejut dan mundur ke samping.

Akhirnya, si pria berhasil mempersempit jarak di sebuah gang buntu. Penjambret itu terpojok, namun bukannya menyerah, dia justru mengeluarkan sebilah pisau kecil dari saku celananya. Wajah si pria berubah serius, tetapi dia tetap maju dengan tekad kuat.

Penjambret itu mencoba menusuknya, namun pria itu sigap menghindar. Dia menangkap pergelangan tangan penjambret dan memelintirnya dengan keras, membuat pisau itu jatuh ke tanah. Penjambret itu meringis kesakitan, tetapi dengan licik dia melepaskan diri dan mencoba melarikan diri lagi. Namun, pria itu lebih cepat, menarik kerah bajunya dan melemparkannya ke dinding dengan keras.

Penjambret itu mencoba melawan lagi dengan pukulan dan si pria pun terguling terhantam pukulan bertubi-tubi. Tetapi si pria dengan cepat menangkap tangan penjambret di serangan berikutnya kemudian menghantam wajah si penjambret dengan satu pukulan keras yang cukup membuat limbung.

Melihat lawannya kehilangan keseimbangan, si pria dengan sigap merebut kembali tas dan kantong belanjaan Kimi dari tangan penjambret. Lalu dalam satu gerakan cepat, dia menendang pisau yang jatuh supaya menjauh, memastikan penjambret itu tak lagi punya senjata.

Penjambret itu akhirnya terkapar di tanah, mengerang kesakitan. Si pria, dengan napas tersengal, menatapnya tajam seolah memberi peringatan terakhir.

Melihat bahwa penjambret itu tak lagi melawan, pria itu berbalik, membawa tas dan kantong belanjaan Kimi. Saat kembali, ia terlihat sedikit memar di pipi dan tangannya terluka, tetapi ada rasa lega di wajahnya karena berhasil menyelamatkan barang-barang Kimi.

Kimi yang melihatnya dari kejauhan segera menghampiri dengan wajah penuh kekhawatiran. "Paaak, astahgfirulloohaladziim... Bapak terluka…" katanya dengan suara penuh penyesalan.

“Tidak apa-apa, yang penting barang-barang kamu dan uangnya aman,” jawab pria itu, meskipun raut wajahnya menunjukkan rasa sakit yang berusaha ia tahan. Ia sadar akan uangnya yang hampir sepuluh juta itu ia titipkan di tas Kimi dan uang itu nyaris saja raib.

Setelah kejadian perkelahian itu, si pria terduduk di tanggul dan menyandar tembok, wajahnya memar dan napasnya masih tersengal-sengal. Kemeja dan celananya sedikit kotor, bekas tanah dan debu. Melihat kondisi pria itu, Kimi merasa sedih dan kasihan, tapi tetap menjaga jarak. Kimi segera pergi membeli obat luka.

“Nih, saya sudah beli obat-obatan,” kata Kimi begitu kembali, sambil menyerahkan kresek berisi perlengkapan obat luka. Namun, dia tetap berdiri beberapa langkah di depan si pria, sedikit canggung.

Si pria melihat ke arah kresek yang dipegang Kimi, lalu menghembuskan nafas. “Nggak usah, saya nggak papa...”

Kimi menatap si pria dengan cemas. “Bapak yakin nggak perlu? Kalau infeksi gimana?” kata gadis itu, panik.

“Tenang saja, saya masih kuat,” jawab si pria dengan senyum menyeringai, meski matanya sesekali meringis kesakitan.

“Jangan gitu ah, cepet obati, jangan dibiarin gitu!” pinta Kimi tegas, namun terdengar gemetar. Tampak mata Kimi mulai berkaca-kaca.

Si pria meringis kemudian menatap ke arah Kimi. “Ya sudah, boleh deh…” kata si pria tanpa melakukan apa-apa, seolah-olah menunggu inisiatif Kimi untuk mengobatinya.

Kimi terdiam sejenak, merasakan debaran di dadanya, kemudian bicara. “Maaf, Pak, tapi saya tidak bisa bantu obati... Saya tidak bisa melakukan itu untuk laki-laki yang bukan muhrim...”

Si pria mengerti. “Oh iya, kalau begitu biar saya obatin sendiri,” katanya.

Kimi menatapnya dengan serius. “Bapak bisa lakukan sendiri kan?” tanya Kimi memastikan

“Saya akan mencobanya…”

Kimi mengulurkan tas belanjaannya dengan sedikit ragu, tapi tetap menjaga jarak. Si pria mengambil kapas dan antiseptik, lalu mulai membersihkan luka di lengan dan wajahnya. Setiap kali antiseptik menyentuh lukanya, si pria meringis dan mengeluarkan desahan tertahan.

Kimi sedikit menjauh dan terduduk di tanggul tembok lain. Gadis itu tampak merenung, sorot matanya menyiratkan perasaan bersalah yang mendalam. Si pria memperhatikannya dari sudut matanya, lalu menghela napas pelan.

“Sudah… kamu tak perlu merasa bersalah,” ucapnya sambil menatap Kimi yang masih terdiam. Namun, tatapan Kimi tetap terlihat dalam.

Kimi mulai menitikkan air mata. “Saya merasa sudah banyak menyusahkan Bapak hari ini,” tutur Kimi dengan suara lirih. "Dari mulai kehilangan sepatu, sampai sekarang. Bapak harus terluka karena saya."

Si pria menggeleng pelan, mencoba tersenyum meski bibirnya sedikit tertarik karena luka di sudutnya. "Ya memang, tapi… kamu juga sudah banyak membantu saya. Menyewa becak, menyewa bajaj untuk kita bisa sampai di sini. Mengorbankan wawancara kamu, terus… meminjamkan ponsel untuk saya minta bantuan Mira di kantor, sampai akhirnya saya bisa dapat bantuan uang sepuluh juta…"

Kimi menunduk, menyimak kata-kata si pria dengan perasaan campur aduk.

"Sekarang, sssssh,” si pria meringis menahan perih, “kamu membelikan sepatu buat saya.” Kata si pria sambil melirik ke arah kantong belanjaan yang sudah ia serahkan kembali kepada Kimi. “Bahkan sekarang, membeli obat luka ini. Jujur, saya juga merasa nggak enak sama kamu, sudah melibatkan kamu…."

Kimi masih terlihat ragu. "Tidak Pak... saya memang harus bertanggung jawab…"

“Tak seharusnya saya memaksa kamu untuk sesuatu yang sulit seperti ini. Hhhhh… sepatu itu… tak tahu ada di mana sekarang. Waktu terus berjalan, mungkin sudah terkubur di suatu tempat… Mungkin memang benar apa yang dikatakan si pendorong gerobak itu, sepatu saya sekarang mungkin sudah di Bantar Gebang.”

Kimi menyeka air matanya, merasa larut dengan perasaan si pria. “Boleh saya tahu seberapa berartinya sepatu itu untuk Bapak?”

1
MUSTIKA DEWI
Cerita nya bagus👍👍👍
jangan lupa mampir, ya di cerita ku
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!