Widia Ningsih, gadis berusia 21 tahun itu kerap kali mendapatkan hinaan. Lontaran caci maki dari uanya sendiri yang bernama Henti, juga sepupunya Dela . Ia geram setiap kali mendapatkan perlakuan kasar dari mereka berdua . Apalagi jika sudah menyakiti hati orang tuanya. Widi pun bertekad kuat ingin bekerja keras untuk membahagiakan orang tuanya serta membeli mulut-mulut orang yang telah mencercanya selama ini. Widi, Ia tumbuh menjadi wanita karir yang sukses di usianya yang terbilang cukup muda. Sehingga orang-orang yang sebelumnya menatapnya hanya sebelah mata pun akan merasa malu karena perlakuan kasar mereka selama ini.
Penasaran dengan cerita nya yuk langsung aja kita baca....
Yuk ramaikan ....
Update setiap hari...
Selamat membaca....
Semoga suka dengan cerita nya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
"Panggil dokter, Pak!"
Wendi langsung bergegas lari keluar mencari dokter, baru membuka pintu ruangan saja ia sudah berpapasan dengan suster.
"Suster!" panggil Wendi dengan tergesa-gesa, langsung memegang kedua lengan perawat.
"Maaf Pak, tolong jangan berisik. Ini rumah sakit," tegur suster sembari menempelkan jari telunjuknya di depan bibir.
Sementara itu, di dalam ruangan. Widi terus menggerakkan tangannya dan membuka mata secara perlahan, Nia tidak berhenti mengucapkan rasa bahagianya melihat Widi yang akhirnya siuman.
"Masya Allah, Alhamdulillah. Nak, pelan-pelan sayang jangan buru-buru," ucap Nia dengan lirih agar tidak mengejutkan kondisi Widi yang baru saja siuman.
"Aw!" Widi merintih kesakitan seraya memegang kepalanya, ia perlahan bangkit dari tidurnya.
"Pelan-pelan Nak," sahut Nia cemas dengan kondisi anaknya yang baru saja siuman, ia membantu Widi duduk menyender.
"Di mana aku?" tanya Widi dengan lirih, sembari membuka matanya perlahan dan mengitari ruangan kamarnya.
"Kamu di rumah sakit, Nak," jawab Nia sembari memijit kaki Widi.
"Rumah sakit?" Widi pun terkejut, begitu bangun dirinya sudah berada di rumah sakit.
Klek!
Dokter dan suster pun masuk ke dalam ruangan untuk mengecek kesehatan Widi. Wendi mengekor dari belakang dan berdiri di samping istrinya, mereka melihat dokter yang sedang memeriksa kondisi kesehatan Widi. Tak lama dari itu akhirnya dokter sudah selesai, dokter pun berhadapan dengan orang tua Widi dan sedikit menjauh darinya.
Wendi pun menarik tangan istrinya ikut menjauh dari Widi.
"Bagaimana keadaan anak saya, Dokter?" tanya Wendi dengan harapan yang cemas, sesekali ia melirik ke arah Widi yang sedang di temani oleh suster.
"Alhamdulillah, anak Bapak dan Ibu sudah membaik. Jangan lupa biarkan pasien istirahat yang cukup, nanti akan suster akan mengantarkan obat," ucap dokter membuat hati Wendi dan Nia tenang mendengarnya.
"Alhamdulillah."
"Alhamdulillah ya Allah."
"Terima kasih banyak, dokter," jawab Wendi.
Nia langsung berjalan ke arah Widi. Ia merasa senang jika keadaan Widi baik-baik saja, Wendi langsung memeluk Widi ia sangat bahagia dan terharu, dan ia pun berjanji pada dirinya sendiri akan melindung Widi dengan baik.
"Cepat sembuh ya Nak, Bapak berjanji akan menjaga kamu. Maaf jaga salah Mak Ini Bapak kurang perduli sama kamu," kata Wendi sembari menangis terharu dan mengecup kening Widi.
Widi menatap Bapaknya dengan sendu, Iya pun menghapus air mata yang mengalir di wajah Bapaknya.
"Bapak gak perlu minta maaf, Widi juga sudah terbiasa mandiri," jawab Widi dengan tersenyum.
.
.
.
Gebrak!
"Brengsek! Apa maksud Wendi bicara seperti itu, sekarang dia sudah berani melawan setiap ucapan aku!" bentak Henti tak terima di tegur oleh adik iparnya sendiri.
Dela pun kaget melihat Mamahnya yang tengah ngamuk karena di tegur, ia pun merasa gugup dengan ancaman yang di lontarkan oleh Wendi padanya dan Mamahnya.
Keesokannya, tak sengaja ia mendengar sebuah berita di tv bahwa Widi sudah siuman dari sakitnya, Dela mengepalkan tangannya. Henti yang baru saja keluar dari kamar pun bingung melihat reaksi anaknya yang aneh.
"Kenapa kamu?" tanya Henti menatap Dela dari kepala hingga kaki.
Dela pun kaget mendengar suara Mamahnya yang tiba-tiba muncul dari belakang.
"Iiih Mamah ngagetin Dela aja, nggak apa-apa kok mah cuma nonton berita saja," jawab Dela sembari memegang dadanya yang berdetak kencang.
"Emangnya berita apa sampe kamu bengong begitu?" tanya Henti meletakkan bobotnya di atas sofa mewah.
"Widi Mah, katanya sudah siuman dari koma," jawab Dela dengan enteng.
"Apa!" kaget Henti langsung berdiri tegap begitu mendengar ucapan Dela.
"Mana berita, kenapa dia nggak mati aja sih biar orang tuanya kesusahan!" gerutu Henti dengan mata mendelik kesal.
"Apa maksud Mama? Mama mau Widi mati?" tanya Dela yang di landa kebingungan dengan penuturan Mamahnya.
"Kamu pun sama kan, ingin Widi mati semenjak kamu di pecat karna dia?" Henti pun balik bertanya, feeling seorang Ibu tidak pernah salah pada anaknya.
Dela pun menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia pun salah tingkah ketika mamanya bertanya. Dela gugup ingin berkata jujur pada mamanya, karna ia tahu mamanya gak pernah main-main dengan ucapannya sendiri, Henti menatap tajam ke arah Dela yang sedang gelisah.
"Pasti kamu kan yang melakukannya?" ucapan Henti pun mampu membuat Dela seperti patung, Dela menatap mamanya dengan mata yang mendelik serta wajah pucatnya.
Plak!
"Kenapa kamu menatap Mama seperti itu?" tegur Henti sembari menampar Dela.
"Aw!" Dela pun meringis kesakitan.
"Sakit Mah," sambung Dela
Sekilas ide liciknya lewat di pikirannya dengan wajah yang tersenyum misteri, Henti menatap anaknya dengan kebingungan. Ia merasa ada sesuatu yang aneh pada Dela.
Henti menempelkan punggung tangannya ke dahi Dela yang sedang tersenyum sendiri.
"Apaan sih Mah, tangannya," gerutu Dela langsung menepis tangan Mamah nya yang sedang menempel di dahi.
"Kamu ngapain senyum-senyum sendiri, sudah seperti orang gila saja," cerocos Henti menempel jari telunjuk di dahi dengan sedikit miring.
"Enak saja bilang aku gila, aku masih waras dong Mah!" Dela mengibas rambutnya ke belakang.
Beberapa detik mereka berdiam diri, Henti mengendikkan kedua bahunya seolah mengejek Dela yang ketawa sendiri. Dela pun menatap sinis ke arah Mamahnya, tiba-tiba saja ia teringat dengan idenya tadi, langsung saja ia memberi aba-aba pada mamanya.
"Mah, sini deh," panggil Dela dengan lirih serta menggerakkan jarinya untuk mendekat.
Henti menatap heran dan mengerutkan keningnya ke arah Dela. Dengan pelan ia melangkah mendekati anaknya, Dela memberi kode seperti memanggil ayam.
"Apa?"
Dela langsung mendekatkan bibir ke telinga Henti. Entah apa yang di bisikkan oleh Dela sehingga membuat Henti tersenyum lebar serta mata yang bulat, ketika Dela selesai berbicara melihat mamanya senyum pun ikut tersenyum bahagia.
Tek!
Henti menjentik jarinya.
"Ide yang bagus, ternyata anak Mama pintar juga ya?" sahut Henti seraya mengusap kepala Dela seperti hewan yang menggemaskan.
"Iya dong, Dela gitu lho!" ucap Dela dengan gaya sombongnya.
Di tempat lain, Widi sedang di suapkan makanan agar perutnya terisi. Nia sangat bersemangat menyuapi makanan ke anaknya, Wendi pun ikut membantu istrinya merawat anak semata wayangnya.
"Makan yang banyak ya Nak," sahut Nia dengan wajah bahagianya.