Harap bijak dalam membaca.
kesamaan nama keadaan atau apapun tidak berkaitan dalam kehidupan nyata hanya imajinasi penulis saja.
Seorang wanita muda kembali ke tanah kelahirannya setelah memilih pergi akibat insiden kecelakaan yang menimpanya dan merenggut nyawa sang Kakek.
Setelah tiba ia malah terlibat cinta yang rumit dengan sang Manager yang sudah seperti Pria Kutub baginya. Belum lagi sang Uncle dan mantan kekasih yang terus mengusik kehidupan asmaranya.
Lalu di mana hati Alice akan berlabuh? Dapatkah Alice menemukan pelaku pembunuh sang kakek..
Yuk ikutin kisahnya...
jangan Lupa Like Vote Komentar maupun Follow terimakasih..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kanian June, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 11
"Ma... Mama.. hallo ma? Mama masih di sana?" Ucap William ke sekian kalinya namun tidak ada jawaban dari sang mama.
"Oh oke gak apa-apa, iya Will maaf mama masih disini. Oiya ajak belanja sekalian barangkali ada keperluan yang Alice butuhkan, lagian pasti dia juga jenuh di sini belum sempat kemana-mana. Tapi ingat jangan malam-malam pulangnya ya?" Pinta Oma Rochelle dengan rasa sayang, tidak ingin William berfikir macam-macam begitulah yang difikirkan nya.
"Baiklah Nyonya Rochelle, terimakasih aku menyayangimu. Yasudah sampai nanti ma." Ucap sumringah sang anak
"Dasar bayi besar, cepatlah menikah biar ada yang kamu ajak jalan-jalan." Ledek mama Rochelle.
"Ah mulai deh mama." Rajuk Si bayi besar
Dengan wajah sumringah William pun mengakhiri percakapan dengan sang mama lewat sambungan telepon.
Yes akhirnya, kenapa aku sebahagia ini padahal aku hanya jalan dengan si bawel. Aduh kayaknya aku emang harus cepetan cari jodoh, masa deg deg an nya kayak gini seperti mau kencan saja. Ah andai kamu tak melakukan itu mungkin kita sudah mempunyai seorang bayi sekarang.
Ucap William dalam hati, tiba-tiba wajahnya jadi sendu mengingat sang kekasih.
Di rumah besar Oma
"Nyonya? Apakah anda baik-baik saja?" Tegur Peter menyadarkan lamunan
Menyadari ekspresi sang majikan, Peter berinisiatif untuk bertanya walau sedikit sungkan. Dia khawatir ada sesuatu yang terjadi dengan wanita yang sudah ia anggap sebagai seorang ibu tersebut.
"Ah Peter, William barusan menelpon bahwa ia ingin jalan dengan Alice sepulang ngantor. Dia berpesan bahwa kamu tidak perlu menjemput nya, tapi--"
"Jika Nyonya khawatir saya bisa mengikuti dan menjaganya dari kejauhan Nyonya. Serahkan saja semua ini pada saya, Nyonya tidak perlu khawatir sebaiknya anda beristirahat saja." Pinta Peter menawarkan.
"Apa saya harus melakukan sejauh itu Peter?" Tanya Oma tengah berfikir apakah dirinya terlalu berlebihan
"Tidak nyonya, itu sudah jadi tanggung jawab saya memastikan nyonya sekeluarga merasa aman dan terlindungi seperti amanah dari tuan Anthony." Jawab Peter tegas
"Yasudah kalo begitu, kamu juga hati-hati ya kabari saya jika terjadi sesuatu. Jangan sendiri, ajak siapa yang bisa membantu ya." Titah nyonya Rochelle sambil keluar dari dalam mobil
"Baik Nyonya saya segera berangkat." Pamit Peter
Dengan anggukan nyonya Rochelle memberi kode terhadap Peter, akhirnya dengan Deren lah Peter memutuskan untuk berangkat karena ia tidak nyaman untuk pergi bersama seorang wanita.
Selain itu jika tiba-tiba terjadi sesuatu Peter bisa meminta bantuan pada Deren.
***
Desir angin sore yang saling menyahut seolah berlomba menggugurkan daun yang kokoh di ranting pohon. Membawa dua sudut bibir seorang manusia untuk menyimpulkan senyum, mengantarkan mereka pada rumah ternyaman untuk melepaskan penat. Setelah peluh dan keringat membasahi tubuh yang penuh perjuangan untuk mengumpulkan rezeki.
Dentingan lirih musik tak sekalipun mengalihkan pandangan seorang wanita yang masih mengembangkan senyum teduh.
Semilir angin menyapu helaian mahkotanya entah mengapa menjadikannya semakin mempesona.
Deg
Kenapa dengan jantungku, sadarlah William dia itu bagian dari keluargamu. Rancu William menggelengkan kepalanya agar segera tersadar.
William menelan salivanya dengan begitu susah payah, disaat fokusnya memegang kemudi teralihkan. Kesadarannya terus terganggu seiring dirinya menahan degupan jantung yang tidak bisa berhenti.
Betapa indah ciptaan Mu, tapi mengapa engkau ciptakan kami di atas garis sebuah ikatan keluarga.
Monolog William dalam hati, tak henti mencuri pandang pada wanita di sampingnya.
"Makanya cepetan cari Tante biar nggak kesepian uncle, ada yang di ajak jalan-jalan juga." Sinis Alice melirik dengan tatapan tajam menyadari tingkah laku William yang sedari tadi mencuri pandang.
CETEK
"Aw!" Jerit yang punya kening mengusap-usap area yang sakit. Karena ia tidak siap dengan gerakan William yang tiba-tiba menghadiahi sentilan di dahinya.
"Tante.. Tante terus! Gak ada doa lain apa, biar aku bisa jadi jutawan apa jadi tuan Tanah gitu. Emang uncle gak pengen? Ya pengen lah!" Kilah William menanggapi desakan Alice
"Terus? Kenapa sampai sekarang predikat jomblo masih belum geser Uncle.?" Ledek Alice menjulurkan lidahnya.
"Makanya gunanya kamu disini, biar belajar yang bener, biar bisa bantuin uncle. Jadi kan uncle mu ini bisa fokus cariin kamu Tante Al.!" Sanggah William
"Sudah ribuan kali Alice jelasin, aku gak ada minat ya Uncle buat jadi bagian dari perusahaan Oma. Mending kasih keluarga bibi berlian aja yang menyala itu. Lagian aku sama mama papa Uda happy banget di posisi sekarang ini." Usul Alice
"Alice sama mama papa pada akhirnya cuma bakal jadi benalu buat keluarga uncle." Sambung Alice dengan sendu.
William hanya bisa mengusap pucuk kepala Alice, ia tahu betul apa yang sedang di pikirkan Alice untuk saat ini. Dia dilema untuk patuh atas permintaan Oma namun di sisi lain dia tidak nyaman dengan posisi nya seakan dia merebut apa yang diimpikan bibinya.
"Lapor bos ada mobil yang mencurigakan sedang mengikuti mobil Tuan Muda." Ucap seorang di sebrang sana.
"Cepat bereskan sebelum ada hal buruk yang akan terjadi. Segera lapor jika sudah beres." Perintah Peter pada anak buahnya
"Sial! Siapa mereka sebenarnya." Seru Peter memukul benda bulat di depannya.
"Apa yang terjadi Peter?" Tanya Deren yang bingung dengan sikap Peter yang berubah menyeramkan.
"Ah tidak, pegangan saja yang kuat!" Perintah Peter menginjak pedal gas dengan kuat
"Gila kamu Peter, aku belum nikah woi jangan ngebut!" Teriak Deren yang hanya di tanggapi dengan tawa oleh Peter
Tiga puluh menit telah berlalu, kini mobil sport milik William telah sampai di tujuan. Terparkir di bawah lamu soliter berjajar dengan mobil lain membentuk barisan yang rapi.
Saat mobil berhenti ia pun menoleh pada wanita di sampingnya.
"Ayo turun! Lupakan sejenak yang memberatkan pundakmu."
"Wah! Sepertinya emang bener uncle harus buru-buru cari calon. Gimana bisa uncle ngajak Alice kesini, yang ada Alice diki-" seketika suara Alice tertahan seperti ada yang menahan pada tenggorokannya.
Matanya membulat sempurna saat menyadari sebuah jari telunjuk telah membekap mulutnya. Pandangan mereka saling bertemu untuk sesaat saling menelisik manik mata yang dihadapannya.
Sampai satu bunyi sabuk pengaman di buka menyadarkan Alice dari pikirannya yang traveling.
"Bawel! Ayo cepetan turun!" Perintah William, lalu beranjak turun terlebih dahulu.
Ah! Jaga sikap Will. Gila kamu! Kalau dia tanya gimana jawabnya, kenapa aku tadi bawa kesini.
Batin William merutuki dirinya sendiri.
Ya Tuhan, kenapa banyak setan di tempat ini.
Batin Alice melihat punggung William yang perlahan berjalan menjauh.
"Wah tunggu! Dasar Tua-tua ngambekan!" Teriak Alice keluar dari mobil karena menyadari William benar-benar berjalan meninggalkannya.