Sungguh teganya Hans ayah Tania Kanahaya, demi melunasi hutangnya kepada renternir, dia menjual anaknya sendiri kepada pria yang tak di kenal.
Dibeli dan dinikahi oleh Albert Elvaro Yusuf bukan karena kasihan atau cinta, tapi demi memiliki keturunan, Tania dijadikan mesin pencetak anak tanpa perasaan.
"Saya sudah membelimu dari ayahmu. Saya mengingatkan tugasmu adalah mengandung dan melahirkan anak saya. Kedudukan kamu di mansion bukanlah sebagai Nyonya dan istri saya, tapi kedudukanmu sama dengan pelayan di sini!" ucap tegas Albert.
"Semoga anak bapak tidak pernah hadir di rahim saya!" jawab Tania ketus.
Mampukah Tania menghadapi Bos sekaligus suaminya yang diam-diam dia kagumi? Mampukah Tania menghadapi Marsha istri pertama suaminya? Akankah Albert jatuh cinta dengan Tania?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rapat marketing
Semua para staff marketing sekitar dua puluh orang menuju ruang meeting, termasuk Tania yang jalannya terseok-seok, antara maju atau mundur. Kia yang melihat temannya malas ikut rapat, langsung menggamit lengan Tania, agar turut masuk ke dalam ruang rapat.
Meja panjang besar dengan ukuran beberapa meter, lalu di kelilingi oleh beberapa kursi kerja, itu lah furniture yang ada di dalam ruang meeting. Semua peserta langsung mencari posisi duduk untuk mereka tempati, kecuali tempat duduk yang paling utama posisinya, sudah jelas tidak bisa di tempati, karena khusus buat pemimpin rapat, sang CEO.
“Kia, gue duduk paling ujung ya,” pinta Tania. Jika karyawan yang lain ingin duduk berdekatan dengan sang pemilik perusahaan, maka berbeda dengan Tania, lebih baik dia duduk paling ujung jadi tidak akan timbul interaksi langsung dengan Albert, suami sirinya.
“Mending di depan aja Tania, biar bisa melihat jelas wajah Pak Albert nya,” balas Kia, tidak suka dengan pilihan Tania.
“Elu aja deh yang duduk di depan, gue di ujung aja,” tolak Tania, lanjut melangkah ke belakang. Kia terlihat mendengus kesal, terpaksa mengikuti keinginan Tania.
Lima menit kemudian, hentakan sepatu pantofel pria mulai terdengar jelas, mulai memasuki ruang rapat. Sang pemilik perusahaan sekaligus menjabat CEO hadir bersama asisten pribadinya. Wajah dingin dan angkuh dari sang pria bernama Albert, sangat terpancar sekali. Ingin sekali Tania menyiram pakai air hangat, biar luntur es yang membeku di wajah tampan itu.
Tania yang tak sengaja melihat pria yang telah menikahinya semalam, sedikit menundukkan pandangannya, rasanya malas melihatnya, padahal sebelumnya dia sangat senang jika bisa melihat Albert, hatinya pasti berbunga-bunga melihat cinta monyetnya!
Albert yang baru datang langsung duduk di kursi pemimpin rapat. Gerry segera membuka rapat marketing di susul oleh Pak Yana selaku direktur marketing.
Tania terlihat memutar bola mata malasnya ketika mereka berdua tidak sengaja adu pandang, padahal jarak mereka sudah lumayan jauh. Akan tetapi Albert terkesan dingin dan datar ketika menatap Tania. Saat ini rapat mulai di pimpin oleh Albert, yang sedang memberikan visi misi kepada team marketing, hampir semua staf marketing menyimak apa yang di jelaskan Albert, sedangkan Tania lebih banyak menundukkan kepalanya dan mencatat apa yang di dengar.
“Itu yang kerjaannya menunduk terus, sudah paham apa yang saya jelaskan,” tegur Albert dari kejauhan, namun yang ditegur masih asik menulis.
“Tania...hey...,” ucap Kia sambil menyenggol siku tangan Tania, Kia baru menyadari jika sorot mata Albert menuju Tania.
“Mmm...apa,” jawab pelan Tania, tapi masih sibuk dengan tulisannya.
Albert yang merasa tidak di hormati, melangkahkan kakinya menuju Tania, semua mata karyawan memandang.
BRAK!!
“Ehh...copot jantung gue copot...astaga, ada kodok lompat,” Tania terlonjak dari duduknya, lalu melongo melihat pria yang menggebrak meja di hadapannya.
“Saya tidak suka dengan karyawan yang tidak memperhatikan jalannya rapat, sibuk sendiri!” tegur Albert suaranya naik 2 oktaf, plus dengan tatapan dinginnya.
“M-maaf Pak, saya memperhatikan rapatnya. Justru saya sibuk menulis yang bapak jelaskan biar saya tidak lupa. Maklum Pak, saya suka lupa ingatan kalau gak di catat,” ucap Tania sedikit nyengir ngeri-ngeri sedap, apalagi wajah tampan itu terlihat garang kayak mau makan orang.
“Pindah kamu duduk di depan,” perintah Albert, kemudian mengambil notebook milik Tania tanpa permisi.
Aaah...apes amat nasib gue.., cuma gara-gara gue gak natap dia, gue di suruh pindah duduk!
Tania menatap Kia, temannya hanya bisa nyengir kuda, mau bantu juga tidak bisa. Dengan langkah malas nya Tania terpaksa duduk di depan dekat Albert, bertukar duduk dengan teman yang lain, sumpah ingin rasanya ambil selendang terus di tutupi wajahnya, malu dengan sorot mata teman kerjanya.
Rapat dilanjutkan kembali setelah sempat terjeda, Tania terpaksa membulatkan kedua matanya, sebulat-bulatnya bak kelereng saat Albert menjelaskan di depan.
Hampir dua jam rapat marketing berjalan, buat semua staff marketing adalah hal yang menyenangkan, tapi tidak untuk Tania, ini sungguh membosankan. Ahh ke mana rasa mengagumi Albert selama ini, kenapa tiba-tiba lenyap seketika, padahal pria itu jelas ada di hadapan wanita itu.
“Baik rapat marketing hari ini sudah selesai, saya mengharapkan kinerja kalian lebih di tingkatkan. Dan jika target marketing tercapai, maka saya akan memberikan reward berupa bonus satu bulan gaji,” ujar Albert.
Tepuk tangan riuh menggema di ruang meeting dari staff marketing ketika mendengar kata kata reward alias bonus, sebagai penyemangat untuk bekerja sesuai target.
“Akhirnya selesai juga rapat nya,” gumam Tania, wanita itu langsung menoleh ke belakang, memberi kode ke Kia. Kia hanya menganggukkan kepalanya.
Albert sang pemilik perusahaan terlebih dahulu meninggalkan ruang meeting. “ NonTania, bisa ikut saya sebentar,” pinta Gerry.
Tania yang baru saja mau menghampiri Kia, jadi berbelok arah. “Ooh...baik Pak Gerry,” jawab patuh Tania. Wanita itu mengikuti langkah kaki Gerry.
RUANG CEO
Selama mengikuti Gerry, wanita itu tidak bertanya mau ke mana. Tapi sekarang kedua netranya sudah terbelalak, harusnya tadi dia sadar kalau Gerry itu asisten pribadi Albert dan pastinya ini ada perintah Albert. Bukan Gerry yang ingin bertemu dengan dia.
Untuk pertama kali nya dalam satu tahun bekerja di Perusahaan Maxindo, sekarang wanita itu berdiri di depan ruang CEO.
Ceklek!
Gerry membukakan pintu, “Silakan masuk, Non Tania, Pak Albert sudah menunggu,” pintanya.
“O-oh iya...Pak Gerry, saya sendiri nih yang masuk? Pak Gerry gak ikutan masuk ke dalam” agak canggung Tania.
“Hanya Non Tania.”
Tarik napas dalam-dalam, lalu hembuskan pelan-pelan, kaki Tania melanjutkan langkah kakinya.
Sekarang wanita itu sudah berdiri di hadapan Albert, yang duduk di kursi kebesarannya dengan tatapan dingin nya.
Wiss tatapannya begitu amat...
“Tania, kenapa tadi pagi pergi dari mansion tidak pamit dengan saya, apa kamu sengaja ingin kabur dari saya. Saya ini sudah membeli kamu...hem!” seru Albert.
GLEK!
“Maaf Pak Albert, saya sudah titip pesan dengan Bu Mimi dan menurut saya tidak masalahkan jika saya titip pesan. Lagi pula gak mungkin seorang pelayan mau pergi harus berpamitan dengan Tuan nya, bukankah cukup pamitan dengan kepala pelayan, “ jawab santai Tania, mulai memberanikan diri.
Albert berdecak kesal atas jawaban yang sungguh berani menurutnya. Pria itu kemudian membuka laci mejanya lalu mengambil botol kecil kemudian meletakkannya di atas meja.
“Ambil ini, dan minum satu butir sekarang juga!” perintah Albert.
Tania maju dua langkah lalu mengambil botol tersebut. “Ini apa?”
“Saya ingin kamu segera hamil, jadi saya beli obat penyubur,” jawab Albert dengan entengnya.
Ck...yakin sekali Pak Albert jika gue bisa hamil, bagaimana kalau gue tidak bisa hamil.
“Bagaimana kalau saya tidak bisa hamil? Apakah saya harus menggantikan uang Pak Albert?”
Albert mengerutkan dahinya. “ Semuanya sudah di atur dalam surat pembelian mu, jika dalam jangka waktu satu tahun kamu tidak hamil juga. Maka aku akan menceraikan mu dan kamu tidak perlu mengembalikan uangnya. Kecuali kamu berusaha kabur dari saya dalam jangka waktu satu tahun, maka ayahmu harus mengembalikan uang saya dua kali lipat!” ancam Albert.
Tania hanya bisa memutar malas bola matanya, jika dia kabur maka harus mengeluarkan uang lebih banyak. Sama saja dia akan dijual kembali oleh ayah Hans ke pria lain untuk membayar uang tersebut ke Albert.
“Cepat minum obatnya, saya mau lihat kalau kamu benar-benar meminum obatnya,” perintah Albert, sambil menyodorkan gelas minumnya yang belum tersentuh.
Semoga gue gak hamil anaknya, emangnya istrinya gak bisa hamil...
Dengan terpaksa Tania membuka botol obat dan mengambil satu kapsul, kemudian menelannya berbarengan dengan air minum.
“Kenapa bukan istri bapak saja yang minum, biar tambah subur rahimnya. Siapa tahu saja nanti hamil, jadi tidak usah berharap ke saya, lagian saya hanya dianggap pelayan. Udah kayak novel yang judulnya Hamil Benih Majikanku,” gumam Tania sendiri, tak perduli jika Albert mendengarnya.
BRAK!!
Sungguh geram Albert dengan mulut Tania, tak sadar tangannya menggebrak meja kerjanya. Tania kembali berjingkat kaget dalam keadaan berdirinya.
“Lama-lama bisa copot nih jantung di sini,” gumamnya lagi, menghiraukan tatapan tajam Albert.
“Jangan lupa tugasmu dimulai malam ini! Sekarang keluarlah dari ruangan saya,” perintah Albert dengan mengibaskan salah satu tangannya.
Ck...sombong amat..
“Tugas apa Pak Albert? Cuci baju, setrika, masak, bebenah rumah. Siap di kerjakan Pak, saya kan pelayan!” celetuk asal Tania. Padahal dia sedang membuang pikiran yang di maksud tugasnya nanti malam. Bulu kuduknya sudah merinding.
Kedua netra Albert seketika membulat, seakan kedua bola matanya ingin keluar dari sarangnya. Sudah cukup kesabarannya di uji sama makhluk halus yang ada di hadapannya.
Tania tidak menjawab lagi, buru-buru meletakkan botol obat ke meja Albert setelah dapat pelototan, lalu memutar balik badannya begitu saja.
bersambung........sabar ya Tania