Siapa sangka, Alya yang pernah memutuskan Randy 8 tahun lalu, membuat lelaki itu memiliki dendam mendalam. Hingga saat ini, Randy masih mencari Alya hanya untuk membalaskan rasa sakitnya. Sisa cinta dan dendam seakan saling bertarung di hati Randy.
Kehidupan Alya yang berubah drastis, membuatnya mau tak mau bekerja sebagai asisten rumah tangga yang tergabung di salah satu yayasan penyalur ART ternama.
Hingga takdir mempertemukan mereka kembali, Alya bekerja di rumah Randy yang kini sudah beristri. Di situ lah kesempatan Randy memperlakukan Alya dengan buruk. Bahkan, menghamilinya tanpa tanggung jawab.
“Andai kamu tahu apa alasanku dulu memutuskanmu, kamu akan menyesal telah menghinakanku seperti ini.” – Alya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Byiaaps, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Sore ini, Sugeng mengantarkan sebuah surat yang dikemas dalam amplop coklat di meja kerja kamar bosnya. Seperti biasa, satpam Om Tama itu lah yang selalu diberi kepercayaan untuk keluar masuk kamar paman Randy itu. Hingga saat keluar dari kamar, Sugeng berpapasan dengan Alex yang baru saja tiba di rumahnya sepulang kantor.
“Ada apa?” tanya Alex sembari melepaskan kancing lengan kemejanya.
“Ini, Pak, ada kiriman surat untuk Pak Tama,” jawab Sugeng sopan.
Mengernyitkan dahinya, Alex tampak penasaran surat apa yang diantar Sugeng.
“Saya tidak tahu, Pak. Hanya saja sekilas saya membaca ada tulisan Pengadilan Negeri,” jawab Sugeng sebelum akhirnya pamit kembali ke pos depan.
Seketika Alex pun langsung masuk ke kamar papanya, untuk melihat surat apa itu.
Membuka amplop coklat, dengan saksama anak pertama Om Tama itu membaca pelan dan runtut setiap kata yang ia lihat.
“Pengadilan Negeri? Sidang? Apa ini?” gumamnya bingung.
Hingga tak lama, Om Tama pun masuk ke dalam kamarnya dan mendapati Alex berdiri di dekat mejanya.
“Pa, Papa dapat surat dari Pengadilan Negeri untuk menghadiri sidang. Tapi, nama tergugat disamarkan demi keamanan. Papa terlibat kasus apa?” cecar Alex.
Tampak heran dengan cecaran sang anak, tanpa menjawabnya Om Tama langsung merebut surat itu dari tangan Alex.
Dalam surat tersebut, disebut dengan lengkap namanya, untuk menghadiri sidang atas perkara hukum waris dan pencurian aset dari seorang tergugat yang disamarkan identitasnya. Kerjasamanya sangat diharapkan untuk bisa menghadiri sidang agar proses perkara ini dapat segera terselesaikan. Seketika ia pun mendelik.
“Pa, jawab Alex, ada apa?” lanjut Alex.
“Tak usah hadir, tak penting. Ini fitnah. Penggugatnya saja tidak jelas” jawab Om Tama abai.
Tak sependapat dengan sang papa, Alex merasa ini bisa menjadi pencemaran nama baik jika gugatan itu adalah fitnah. Alex bahkan menawarkan untuk menemani menghadiri sidang dan melakukan klarifikasi. “Ini tidak bisa dibenarkan. Kita harus tuntut balik siapa pun dia. Lagi pula, ada sanksi tegas untuk Papa bila tidak hadir.”
“Tapi, Pa. Hak waris apa yang diperkarakan?” Alex terlihat begitu penasaran.
Terlihat bingung, Om Tama meminta anaknya untuk keluar kamarnya dan tidak banyak tanya.
“Alex akan segera hubungi kuasa hukum kita,” ujar Alex kemudian berlalu meninggalkan papanya.
Sementara Om Tama hanya tetap terdiam, bingung dengan semua ini yang terjadi tiba-tiba.
“Pencurian aset? Hak waris? Apa itu...” Benaknya dipenuhi tanya dan dugaan.
Bagaimana bisa, sidang yang akan digelar 3 hari lagi, tapi ia baru mendapatkan surat panggilannya sekarang. Itu artinya, ia hanya memiliki waktu 3 hari dari sekarang untuk mempersiapkan semuanya. Tentu hal ini terasa begitu mendadak.
Entah mengapa meski tidak menyangka, pikirannya langsung tertuju pada keponakannya, Randy. Ia lalu menghubunginya, tapi sayang nomor Randy tak aktif. Pikirannya pun juga langsung memikirkan sesuatu yang lain.
Seakan semesta memahami isi otaknya, baru saja ia akan menghubungi anak buahnya untuk menanyakan sesuatu, tapi ia sudah lebih dulu mendapatkan telepon dari salah seorang anak buahnya.
“Bos, Bu Yusi dan Pak Mukid tidak ada di rumahnya,” lapor anak buahnya.
Mengumpat, Om Tama mengatai anak buahnya tak becus dalam bekerja. "Cari mereka sampai dapat dan kurung jika ketemu!"
Geram, ia pun semakin yakin bila apa yang ia pikirkan adalah benar. Randy yang telah menggugatnya atas perkara warisan ini. Seperti kelabakan, ia bergegas mengumpulkan semua bukti yang bisa ia bawa nanti untuk membela dirinya di hadapan hukum.
"Dasar anak tak tahu diri! Sial*n!" umpatnya.
***
Dalam 3 hari ini, keamanan Randy juga orang-orang di sekitarnya sangat diperhatikan. Sedari gugatan itu dikirimkan ke alamat tergugat, ia menutup pintu rumahnya rapat-rapat. Sengaja tak masuk kerja, Randy juga meminta Nadia dan Raina tak keluar rumah beberapa hari ini. Rumahnya pun sengaja dijaga ketat dan tak ada siapa pun yang diizinkan masuk, termasuk Om Tama. Bahkan, ia juga mengabaikan panggilan dari pamannya itu.
Tak hanya itu, kantor pengacara Pak Rusdiana juga dijaga ketat agar tak ada satu pun yang bisa melakukan intervensi.
Atas koordinasi Randy dan anak buahnya, ia juga mengirimkan beberapa penjaga untuk bertugas di panti asuhan dan sekolah Gio. Bukan hanya untuk menjaga Pak Antonio yang akan menjadi saksi dalam persidangan nanti, tapi juga keselamatan Gio dan Alya yang bisa saja menjadi sasaran. Hal ini dilakukannya, karena Om Tama bisa saja menyuruh anak buahnya untuk melakukan sesuatu yang dapat mengganggu proses hukum ini. Tak mustahil juga jika bisa saja selama ini kedatangan Randy di panti asuhan dan TK Gio pernah dimata-matai.
Hal ini pun membuat Bu Puri, Alya dan Nana bertanya-tanya apa yang terjadi sampai panti begitu dijaga ketat.
"Doakan saja semuanya berjalan lancar. Terutama kamu, Al. Semua ini untuk kamu dan Gio," jawab Pak Antonio tanpa penjelasan lebih lanjut.
"Maksudnya bagaimana, Pak, Bu?" tanya Alya pada pasangan pemilik panti itu.
Bu Puri pun meminta Alya untuk tak banyak tanya dan terlalu dalam memikirkannya. "Sudah, lakukan saja apa yang Bapak bilang. Berdoa."
Sedangkan Nana masih berharap Randy dan Geni datang ke sekolah Gio, meski akhirnya harapannya pupus karena sejak hampir seminggu ini, mereka tak terlihat batang hidungnya.
Sementara Om Tama masih terus tak habis pikir dengan aksi Randy itu yang tak bisa ditebak. Ia juga belum dapat menjelaskan semuanya pada anak-anaknya. Hanya sang istri lah yang tahu akan hal ini.
"Mama sudah merasa aneh saat dia tiba-tiba mengundang kita makan malam. Jangan-jangan, rekaman CCTV rumah yang hilang itu juga bagian dari rencananya? Dia menjadikan kesempatan untuk masuk ke rumah ini saat kita tak ada di rumah. Tapi, siapa yang sudah dia ajak kerja sama untuk menghapus rekaman itu? Sugeng dan Teguh saja bilang saat pembantunya ke sini antar makanan, mereka hanya masuk ke dapur. Apa jangan-jangan mereka bohong?" tebak Tante Randy itu.
Istri Om Tama itu juga bertanya-tanya, jika benar rekaman itu sengaja dihapus, lalu untuk apa. "Pasti ada yang sudah dia lakukan di rumah ini. Coba Papa cek apakah ada berkas yang hilang? Mama curiga dia kerja sama dengan Sugeng atau Teguh, apalagi Sugeng, dia punya akses keluar masuk ke kamar kita."
"Tak ada berkas apa pun yang hilang. Papa sudah cek," jawab Om Tama datar.
Menyalahkan suaminya yang tak pernah mau mendengarkannya, mama Alex itu pun marah. "Andai Papa ikut kata Mama untuk tidak menyekolahkannya sampai S2, dia tidak akan sepintar ini!"
Terdiam, Om Tama tampak berpikir keras apa yang sudah keponakannya itu lakukan tanpa sepengetahuan dirinya. “Siapa yang membantunya membongkar semua ini? Aku harus bisa mengajaknya berdamai."
...****************...