Karena perjodohan, Rania bisa menikah dengan Adrian, pria yang menjadi cinta pertamanya. Namun sayang, pernikahan impian Rania jauh dari pernikahan yang saat ini dia jalani.
Setelah melewati dua tahun pernikahan, kekasih Adrian yang bernama Alexa kembali dari luar negeri. Itu berarti sudah tiba waktunya Rania untuk melepaskan Adrian dengan bercerai dari pria itu.
Bagaimana kehidupan Rania setelah dua tahun menikah?
Apakah dia rela melepaskan Adrian? Atau Adrian yang justru tidak rela melepaskan Rania?
Yuk ikuti ceritanya di Dua Tahun Setelah Menikah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11. Lelah
Sudah tiga hari ini Rania berdiam diri rumah saja. Kejadian malam itu masih sangat mengganggu Rania. Karena tidak ingin keluar rumah, Rania sampai membatalkan janji dengan Haris, teman Rania yang seorang psikiater.
Sementara untuk urusan dengan Adrian dan tuan Widodo, Rania serahkan semuanya pada Aryan sebagai pengacaranya. Rania tidak berminat sama sekali menjadi ceo di Pradipta Group. Selain bukan bidangnya, dia juga malas bersaing dengan Adrian. Lebih tepatnya, Rania tidak ingin bertemu Adrian.
"Non, ada neng Winda dan den Haris." ucap mbok Asih memberitahu Rania yang masih sibuk menyelesaikan gambarnya.
Biar hanya di rumah saja, bukan berarti Rania bermalas-malasan. Dia tetap menyibukkan diri dengan menggambar dan juga menulis novel. Rania tidak terbiasa hanya berdiam diri tanpa melakukan apa-apa.
"Suruh mereka ke sini saja Mbok. Tanggung ini kerjaannya tinggal sedikit lagi." jawab Rania.
Mbok Asih meninggalkan Rania di ruang kerjanya. Dia sudah sangat hapal kebiasaan anak asuhnya itu. Rania tidak akan beranjak jika pekerjaannya belum selesai. Dan itu bisa menghabiskan waktu berjam-jam.
Rania bahkan sering melewatkan jam makan. Sampai-sampai mbok Asih yang harus mengantarkan makanan Rania ke ruang kerjanya. Bahkan tidak jarang, wanita tua itu yang menyuap kan makanan ke mulut anak asuhnya. Jika tidak begitu, Rania tidak akan mengisi perutnya. Salah satu kebiasaan buruk Rania.
"Ra, masih sibuk?" tanya Winda begitu masuk ke ruang kerja Rania.
Rania tersenyum pada sahabatnya itu. Hanya sekilas saja, dia langsung kembali menatap hasil karyanya.
"Tidak juga, hanya tanggung saja. Tinggal sedikit lagi." jawab Rania tanpa menoleh pada sahabatnya itu.
"Bukankah aku sudah mengingatkan kamu untuk jaga kesehatan, Nona muda." ujar Winda kesal.
Sampai detik ini, dia belum tahu apa yang terjadi dengan Rania. Rasa penasarannya, yang mendorong Winda untuk mengunjungi Rania sore ini, kebetulan sekali hari ini hari liburnya. Jadi dia punya banyak waktu. Saat tiba di kediaman Rania, Winda bertemu Haris yang juga baru tiba. Sama dengan dirinya, Haris juga khawatir dengan keadaan Rania.
"Aku sehat dengan bekerja Win." sahut Rania.
"Sehat itu bukan hanya fisik Ra, tapi juga jiwa." timpal Haris.
"Kan ada kamu, Ris." balas Rania.
Jika sudah begitu Winda dan Haris harus sabar menunggu Rania menyelesaikan pekerjaannya. Keduanya saling pandang lalu sama-sama menghela napas kasar.
"Hanya sebentar." ucap Rania yang bisa mendengar hembusan napas kasar dari kedua sahabatnya.
"Gambar apa?" tanya Winda.
"Ada tanah dijual tidak jauh dari sini. Aku sudah minta kak Aryan untuk mengurus pembeliannya. Rencananya aku mau buat cluster. Bukan untuk di jual, tapi untuk di kontrakkan saja." jawab Rania.
"Dan ini gambar rumah yang akan di bangun nanti." ucap Rania lagi.
"Uang dari mana? Proyek kemarin cair banyak?" tanya Winda kagum.
Rania hanya tersenyum menjawab pertanyaan Winda. Selama ini, Rania tidak pernah mengecek isi rekening yang pernah ayahnya berikan. Baru kemarin Rania melihat saldo rekening tersebut, tepatnya setelah dia tahu, dia memilik saham di Pradipta Group. Dan benar saja, isinya cukup fantastis. Karena ayah Rahadi tidak menyentuh uang yang ada dalam rekening itu, selain untuk kebutuhan Rania.
Dengan uang yang dia miliki saat ini, Rania bisa mewujudkan cita-citanya, memiliki perumahan sendiri. Merancangnya sendiri dan memilih materialnya sendiri, seperti impiannya di masa lalu.
"Aku sudah selesai." ucap Rania yang benar-benar mengabaikan pertanyaan Winda.
"Kemarilah!" ucap Haris sambil menepuk sofa kosong yang ada di sampingnya.
"Lelah." ucap Rania mengeluh, setelah dia duduk di samping dokter jiwa itu.
Rania menyandarkan kepalanya di bahu Haris yang kini tengah merangkulnya. Air mata Rania mengalir cukup deras. Baik Haris maupun Winda tidak ada yang berniat menghentikan tangisan Rania. Lama bersahabat, kedua orang itu tahu apa yang Rania butuhkan saat ini.
"Kami akan selalu mendukung jalan yang kamu pilih Ra." ucap Winda, setelah Rania menghentikan tangisannya.
"Aku kalah." ucap Rania.
"Bukan kalah, tapi mengalah untuk menang." balas Haris.
"Aku tidak ingin bertemu dia lagi. Aku takut dia kembali melakukan hal yang sama." Ucap Rania.
"Boleh kita tahu apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Haris. Rania mengangguk.
Setelah menandaskan air putih yang diberikan Winda, Rania menceritakan dari awal mula apa yang terjadi hingga dia meninggalkan rumah pemberian Adrian dan tinggal di rumah miliknya sendiri.
Baik Haris maupun Winda tidak ada yang menyela cerita Rania. Hanya mimik wajah mereka saja yang menunjukkan ekspresi berubah-ubah. Terkadang terlihat geram. Terkadang datar dan terkadang menatap tidak percaya.
"Lanjutkan!" ucap Winda, meminta Rania kembali melanjutkan ceritanya yang memang belum selesai.
Sekarang Rania melanjutkan ceritanya. Cerita dia yang menerima undangan makan malam dari tuan Bryan.
"Kalian tahu aku bertemu siapa di sana?" tanya Rania. Winda dan Haris tidak ada yang menjawab.
"Siapa?" tanya Winda penasaran, karena Rania tidak juga melanjutkan ceritanya.
"Siapa lagi kalau bukan dia." jawab Rania.
"Maksud kamu, Adrian?" tanya Winda untuk memastikan saja.
"Tuan Bryan itu ternyata ayah Alexa dan juga kak Ansel." ucap Rania.
"Benarkah?" tanya Winda tidak percaya.
"Sekarang ceritakan, apa yang sudah Adrian lakukan?" ucap Haris. Rania terdiam.
Melihat ekspresi Rania, Haris bisa mengetahui, bagian inilah yang membuat Rania kemarin membuat janji konsultasi dengannya.
"Pelan-pelan saja." ucap Haris lagi sambil mengusap kepala Rania.
Rania mengumpulkan keberaniannya untuk menceritakan kembali apa yang terjadi di malam itu. Tubuhnya bergetar dan Haris kembali memeluk sahabatnya itu.
"Keterlaluan!" ucap Winda kesal setelah tahu apa yang Adrian lakukan pada Rania.
"Winda!" tegur Haris mengingatkan temannya itu untuk tidak marah berlebihan.
Winda lupa kalau dia tidak boleh menunjukan ekspresi kesal atau marah di hadapan Rania. Karena hal itu bisa saja membuat Rania berpikir buruk tentang dirinya. Harusnya dia memberikan pandangan positif untuk sahabatnya itu dalam menghadapi masalah ini.
"Tidak apa-apa Win, aku baik-baik saja." ucap Rania.
Hening, tidak ada lagi yang bicara setelahnya. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Sampai mbok Asih masuk dan mengajak mereka untuk keluar dari ruang kerja Rania.
Sementara itu Dito dibuat kesal dengan tingkah Adrian yang tidak bisa tenang akibat kembali kehilangan jejak akan keberadaan Rania. Karena istrinya sahabatnya itu benar-benar pandai bersembunyi.
Tidak jauh berbeda dengan Adrian. Ibu Saras juga kesal terhadap putri sambungnya itu. Rania tidak bisa ditemui dan tidak bisa dihubungi. Rania mematikan ponselnya.
Bukan nomor Rania yang tidak aktif karena mematikan ponselnya. Melainkan, Rania sengaja memblokir nomor nomor tertentu, salah satunya milik ibu sambungnya itu. Semua dia lakukan demi kewarasan otaknya. Selain tidak ingin keluar rumah, Rania juga ingin tenang selama dia menenangkan diri.
"Aryan!" panggil ibu Saras yang menemui Aryan di kantor milik sepupu Rania itu.
"Tante Saras." ucap Ayan terkejut.
"Silakan du...."
"Tidak perlu. Tante hanya ingin tahu kabar Rania." ucap ibu Saras memotong ucapan Aryan.
"Kenapa Tante tidak hubungi sendiri dan tanya kabar Rania " jawab Aryan.
"Masalahnya Rania tidak ada di rumahnya. Nomornya juga tidak bisa dihubungi." balas ibu Saras.
"Saya juga tidak tahu di mana keberadaan Rania, Tan." jawab Aryan yang sudah pasti berbohong.
Di saat yang bersamaan Adrian masuk ke ruangan Aryan. Dia tampak terkejut dengan keberadaan ibu Saras.
"Adrian, di mana Rania?" tanya ibu Saras pada menantunya itu.
Adrian tentu saja tidak bisa menjawab. Dia sendiri tidak tahu di mana keberadaan istrinya. Dia mendatangi Aryan justru ingin bertanya tentang Rania. Bukan ditanya.
"Adrian!" tegur ibu Saras.
"Adrian juga tidah tahu di mana Rania." bukan Adrian yang menjawab, melainkan Aryan.
"Kenapa?" tanya Saras.
"Mereka akan bercerai."
"Bercerai?" beo Saras.
"Adrian, bisakah kamu pertimbangkan lagi keputusan kamu untuk menceraikan Rania. Ibu akan usahakan agar Rania bisa secepatnya hamil anak kamu." ucap ibu Saras yang membuat Adrian semakin tidak mengerti. Bagaimana Rania bisa hamil tanpa ada peran dirinya dalam memproses.
...☆☆☆...
sebab bab atas ada bagi salam
tidur satu bilik???
walaupun sakit itu bukan alasan tidur berduaan dgn lelaki
d tnggu crta slnjtnya.....ttp smngtttt.....
sehat selalu author
btw,rena ush mlai brubah kya'ny... jd lbih baik lnjutin aja prnikahan klian,sma2 bljr dr kslhan msa lalu....
bkannya bhgia,tp mlah mkan ati tiap hri....
adrian ko bs sih pnya istri ky gt????
Btw....slmt y rania....yg ni pst baby gir....