NovelToon NovelToon
Fanatic Obsession

Fanatic Obsession

Status: sedang berlangsung
Genre:Percintaan Konglomerat / Wanita Karir / Karir / Dendam Kesumat / Menyembunyikan Identitas / Office Romance
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Janice SN

Stella adalah seorang aktris terkenal, baginya hidup ini terasa mudah saat begitu banyak penggemar yang mencintainya. Tetapi lama-lama salah satu penggemar membuat Stella tak merasa nyaman, dia selalu mengatakan bahwa Stella harus bersikap baik dan mematuhinya, jika tidak, kejadian tak diinginkan akan terjadi.

Lalu Stella mulai mencurigai seseorang, apakah orang itu akan tertangkap? Atau Stella malah terperangkap jauh dalam genggamannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Janice SN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kau Seperti Bunglon

"Saya, tidak akan membiarkan Tante menampar Stella!"

Ibunya Stella memutar matanya malas. "Baiklah, lepaskan! Kau sungguh tidak sopan!"

Morgan melepaskan tangan Ibunya Stella. Lelaki itu bersuara. "Stella tidak melakukan kesalahan, dia tidak pantas untuk dihukum." Morgan merangkul perempuan itu dengan posesif. "Kau baik-baik saja, Nona?"

Stella mendelik mendengar ledekan itu. Stella beralih menatap wajah Ibunya. "Aku akan pulang, hubungi aku jika terjadi sesuatu pada Ranu."

Ibunya berkacak pinggang. "Ya, ya! Sana pergilah!"

Morgan langsung menarik tangan Stella dari sana. Perempuan itupun tak memberontak, dia diam saja, bahkan saat Morgan menyuruhnya masuk ke dalam mobil pria itu. Stella menurut, tanpa bersuara.

"Kau ingin bertanya sesuatu?"

Stella melihat ke arah lain. Perempuan itu menghela nafas. Rasa dendamnya ini tidak bisa dipendam lagi, dirinya tak bisa berpura-pura santai, atau mempermasalahkan apapun.

Morgan mulai mengemudikan mobilnya. "Kau sungguh tak mau bertanya?"

"Kenapa kau mengancam Asta?"

Morgan terkekeh kecil. "Sekertaris mu pasti menyuruh orang-orang mencari fakta ya sampai ke akar-akarnya? Sungguh tebakan yang hebat!"

Stella menaikkan alisnya. "Aku tidak meminta pendapatmu."

Morgan cengengesan, lelaki itu mulai menjelaskan. "Ya, aku memang mengancamnya, dia pun tidak bisa berkutik karena aku bisa membuatnya kehilangan pekerjaan. Dulu, aku tak pernah menghubungkan kekuasaan keluargaku untuk apapun. Tapi akhirnya berguna juga."

.

Stella mendengarkan Morgan. Perempuan itu juga tahu, bahwa Asta bekerja di perusahaan keluarga Morgan, tapi lelaki itu tidak takut, karena mungkin pikirnya, Morgan tak akan bersikap jauh seperti ini.

"Kau melakukan itu demi aku?" tanya Stella yang terpikirkan hal tersebut. "Bahkan saat masa sekolah, kau tidak pernah memberontak, kau tidak pernah menggunakan koneksi orang tuamu, tapi sekarang, kau melakukan itu, karena aku?"

Morgan tersenyum geli. "Aku hanya tidak mau film kita tercemar tahu, aku juga tidak mau pemeran utama wanitanya diganti, aku takut tak cocok."

Stella terkekeh pelan. Morgan memang selalu memiliki jawaban untuk meledeknya, tapi tak apa, karena itu membuatnya nyaman. Kemudian Morgan mengantarkannya pulang, Stella juga menyuruh Lea untuk mengurus mobilnya.

"Ya, sampai jumpa! Hati-hati!"

Stella berjalan ke apartemennya. Tapi kakinya terhenti melihat Merry yang sedang menatapnya tajam. "A-apa yang kau lakukan disini?"

Merry tersenyum sinis. "Kau memang gila ya? Tak punya akal?!"

Otak Stella berputar, mencoba mencari kesalahannya. "Apa maksudmu? Tadi, Morgan hanya mengantarkan saja, tidak lebih!"

"KEJADIAN ITU JUGA MEMBUKTIKAN BAHWA BERITA ITU MEMANG BENAR!"

Stella menutup matanya sebentar, perempuan itu mendengus kesal. Kenapa coba bisa melupakan hal yang penting? Dirinya juga kehilangan satu mobil dan sebuah ponsel dan sepertinya orang gila itu tidak mau mengantarkan kepadanya lagi. Benar-benar sial.

"Kau ingin menyangkalnya lagi?!"

Stella menggelengkan kepalanya. "Berita itu bohong, itu hanya untuk menutup skandal ku."

Merry memutar matanya malas. "Kau bahkan tidak berusaha menghubungi ku. Kau memang memang tak pernah menganggap ku teman kan?!"

"Apa sih ken--"

"Aku membencimu Stella, sungguh membencimu!" Merry pergi dari sana dengan kaki yang dihentakkan, tak ada lagi air mata di wajahnya, tapi sepertinya Merry benar-benar mengatakan hal itu dari hatinya.

Stella terdiam. Dirinya memang selalu mengecewakan orang lain.

***

"Kau pandai berakting, sekarang saja wajahmu sudah terlihat ingin menangis."

Stella semakin cemberut mendengar komentar Austin. Semalam, dirinya tak bisa langsung menangis, tapi sekarang, entah kenapa dirinya bisa terpikirkan masalah Merry.

"Jangan terlalu sedih ya? Kau harus terlihat seperti wanita yang sedikit tangguh, di sini aku yang harus terlihat menyedihkan."

Stella mengangguk mengerti. Tapi tetap saja, air matanya tak bisa diajak kompromi.

Austin terlihat kaget. "Loh kenapa menangis? Kau tidak perlu sampai meneteskan air mata.."

Stella menyeka air matanya. "Diam lah, aku malu!"

Austin menepuk pundaknya, beberapa kali. "Yasudah, sebelum syuting dimulai, menangis saja sepuasnya." Lelaki itu menyenangkan Stella, memberikan usapan lembut pada pundaknya.

"Kau seperti bunglon, tahu!" lanjutnya dengan wajah yang ramah.

"Apa?"

"Kau seperti bunglon, kau pandai sekali akrab dengan situasi apapun. Bahkan aku juga bisa berakting dengan baik, berusaha menyamai mu."

Stella berusaha menahan air matanya yang masih teringat dengan Merry, perempuan itu menatap Austin. "Sudah, sudah! Aku sudah cukup tenang."

"Baguslah."

Kemudian mereka mulai berlatih sebelum dimulai syuting. Stella yang memang sudah lama di dunia akting, bisa maju begitu lihai memandu Austin. Begitupun Austin, lelaki itu sangat pandai berakting, hingga membuat beberapa staf menyukainya.

"Ah, semoga saja moodnya tak memburuk," kata Lea memperhatikan mereka. Perempuan itu masih kesal dengan kejadian semalam, saat Stella menyuruhnya untuk mengurus mobil, tapi perempuan itu tak memberinya kunci, alhasil Lea menyuruh beberapa orang untuk mengangkut mobil itu dengan mobil derek. Lalu ketika pagi, Stella bahkan tidak mengucapkan terima kasih atau setidaknya menanyakan bagaimana caranya membawa mobilnya itu. Mobil itu sudah lama tidak dipakai, sekalinya dipakai malah membuat kesal minta ampun.

"Ck, mereka dekat sekali!"

Lea menoleh. Dirinya bisa melihat Morgan yang kesal. "Jangan sampai kecolongan," katanya yang menahan tawa. Perempuan itu bisa melihat dengan jelas urat-urat lehernya yang tegang.

Morgan mendengus. "Kau pikir, dia bisa merebut hati Stella? Aku yang sudah bertahun-tahun saja, tidak bisa!"

Lea tak menahan tawa lagi. Perempuan itu tertawa kecil. "Itu kan kau, ini Austin. Kalian sangat berbeda!"

"Apa istimewanya dia?" tanya Morgan dengan nada sinis. Lelaki itu memandang tajam pada Stella yang sedang berlatih bersama Morgan. Kadang-kadang, mereka tertawa bersama, hal itu membuat tangannya terkepal kuat. Morgan menoleh ke arah lain, itu membuat Morgan menahan rasa kesal lagi. "Dan kenapa seorang fans itu, bisa berkeliaran bebas seperti itu?"

"Kudengar, dia anak pak sutradara.."

"APA?!" Morgan berseru kenceng, bahkan beberapa orang melihat ke arahnya dengan tatapan heran. Ini benar-benar fakta yang mengejutkan. "Berapa lama, lelaki itu menjadi fans berat Stella? Ini sungguh mengerikan, bagaimana jika sedari awal, James menyuruh ayahnya untuk merekrut Stella mengambil peran di film ini? Wah wah!"

Lea menggelengkan kepalanya. "Pikiranmu itu terlalu jauh!"

***

"Kau serius, akan naik taksi?"

Lea menganggukkan kepalanya lagi. Hari ini dirinya ada jadwal mendadak. Dirinya tidak bisa menjadi supir lalu pulang sendirian. Sudah membuang begitu banyak waktu, rumahnya pun jauh pula.

"Yasudah, terserah saja!" Stella menutup kaca mobil, lalu mulai mengemudikan kendaraannya. Perempuan itu mengomel dalam hati. 'Bilang saja malas mengantarku, sungguh menyebalkan. Pakai acara, sibuk pula' Perempuan itu terus membatin, sampai akhirnya matanya melotot melihat sebuah mobil yang persis seperti miliknya. Bahkan plat nomornya pun sama! Stella mulai mengikuti mobil itu, dirinya tidak boleh sampai kehilangan!

"SIAL! AWAS SAJA KAU ORANG GILA! AKU AKAN SEGERA MENEMUKANMU. KAU JUGA PANTAS MEMBUSUK DI PENJARA!" Stella berseru kencang, mengingat saat dirinya dulu mencicil untuk membeli mobil itu membuat darahnya mengalir dari bawah sampai ke atas kepala. Dirinya harus menemukan orang gila itu, bagaimana pun caranya!

Lalu kesempatan emas pun terjadi, mobil itu berhenti. Seseorang pun keluar dari mobil.

"James?" tanyanya yang menyebut nama fans imutnya.

1
Iren Nursathi
lanjut dong penasaran nih thor
Janice SN: Udah kak🤗🤗
total 1 replies
Iren Nursathi
lanjuuuuuuut thor
Janice SN: udah kak🤗
total 1 replies
Selfi Selfi
semangat kk...
lanjutkan



kita saling suport yukヾ(^-^)ノ
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!