Fanatic Obsession
"Apa kau baik-baik saja?"
Seorang perempuan yang sedang duduk itu tak menoleh, tatapannya yang kosong membuat seseorang yang berada di sampingnya kebingungan.
"Stella, ayolah jangan marah padaku, ini semua karena direktur, dia memintaku untuk mendatangi kontrak kerja ini!"
Stella menoleh, perempuan itu menghela nafas sejenak. "Persetan dengan direktur itu, kenapa dia selalu ikut campur?!"
Lea yang mendengarnya langsung memperhatikan sekitar, takut ada yang mendengar suara dari atasannya itu. "Sabarlah, kita masih berada di agensi, bagaimana jika ada yang mendengar? Kau bisa terkena masalah?"
Stella terkekeh sinis. "Dia sudah kelewatan tahu! Bagaimana dia bisa menyetujui kontrak film tanpa minta persetujuanku? Bahkan itu film romantis! Ini akan membawa masalah!"
Melihat wajah Stella yang ketakutan, membuat Lea keheranan. Perempuan itu kembali bersuara. "Aku juga penasaran kenapa satu tahun terakhir, kau selalu menolak film romantis? Apa yang salah dengan itu? Kau juga tidak punya pacar kan?"
"Tentu saja tidak, hanya saja..." Stella tak melanjutkan perkataannya, perempuan itu terlihat menghela nafas panjang, seperti frustrasi akan sesuatu.
Hari di mana pemotretan untuk poster film itu, tak membuat Stella semangat, biasanya perempuan itu akan bergembira saat pemotretan untuk foster film. Stella akan tampil sempurna, bahkan perempuan itu selalu memastikan wajahnya terlihat cantik dalam poster horor sekalipun. Tapi ini, rasanya tak berminat sekali, tenaganya terkuras banyak bahkan saat baru selesai pemotretan.
"Aku punya salah padamu?"
Stella menoleh ke samping, di mana seorang pria berwajah tampan itu menampilkan ekspresi merajuk.
"Jangan terlihat kesal seperti itu, nanti ada yang salah paham."
Morgan terkekeh kecil. Pria itu kembali bersuara. "Ternyata rumor kau tidak mau membintangi film romantis itu benar ya? Kau bahkan tak terlihat semangat, aku sempat terluka tahu, saat pertemuan pertama film ini. Kau bahkan tak menyapaku."
Stella mengingat hari itu, hari di mana semua pemeran berkumpul untuk mendiskusikan film ini. Stella bahkan tak sadar jika Morgan juga berada di film ini.
"Apa jangan-jangan, kau juga tak tahu siapa pemeran utama prianya?"
Stella menggelengkan kepalanya. Wajahnya menunjuk seseorang. "Dia bukan? Aktor baru itu?"
Morgan berdehem. "Kau bahkan sadar dengan kehadirannya, ck! Menyebalkan."
Stella terkekeh kecil. "Jangan berekspresi seperti itu, orang lain bisa salah paham tahu? Aku kan aktris terkenal, gerak-gerikku selalu diawasi!"
Morgan memutar bola matanya malas. "Okelah aktris yang paling terkenal."
Stella tersenyum, melihat tingkah Morgan yang lucu. Tetapi lain dengan jantungnya yang terasa was-was, Stella takut jika kejadian yang tak diinginkan akan terjadi.
"Bukankah itu, Asta?"
Stella menoleh ke arah yang ditunjuk Morgan, matanya bisa melihat dengan jelas bagaimana lelaki itu mengobrol dengan aktor baru yang mendapatkan pemeran utama dalam film ini.
"Bagaimana komodo itu mengenal si aktor baru?" tanya Stella dengan wajah penuh kebingungan dan kekesalan yang mendalam.
"Kau masih saja memanggil mantanmu dengan sebutan itu."
Stella berdecak. "Terserah aku dong! Dia bahkan pernah membully mu saat sekolah, apa kau tidak punya dendam pada komodo itu?!"
Morgan terkekeh geli. "Aku sangat membencinya, tapi rasa benciku, tak sebesar kau," katanya diiringi kedipan mata di akhir kalimat.
Stella semakin kesal, tangannya terkepal kuat sambil memperhatikan ke arah sana.
***
"Oh hai kawan!"
Saat menuju parkiran, Stella menoleh ke belakang, di mana seseorang yang paling dirinya benci, datang menghampiri.
"Bagaimana kabarmu? Pasti semakin menderita ya?"
Stella terkekeh sinis, harinya benar-benar kacau karena melihat ular itu. "Setelah merebut pacarku, kau mau apa lagi dariku, sialan?!"
Selfa tertawa kecil. "Kau ini sungguh pendendam ya? Pantas tak punya teman!"
"Lebih baik tak punya teman, daripada punya teman sepertimu! Ah, untuk menyebut namamu saja, sangat tidak baik untuk kesehatanku!" Stella menutup hidungnya sambil menjauh. "Sana pergi, aku alergi virus perebut pacar orang!"
Selfa terlihat kesal. "Aku bukan perebut! Kau saja yang tak bisa menjaga pacarmu! Sudah kehilangan keluarga, teman, bahkan pacar, apalagi yang kau banggakan?"
"Tidak apa-apa, yang penting, aku bukan perebut pacar orang."
"BERENGSEK! SAMPAI KAPAN KAU AKAN TERUS MENGHINAKU?!" Selfa maju ke depan, hendak menyerang Stella
Stella mundur saat Selfa maju mendekatinya. "Menjauh dariku sialan!"
"STELLA!"
Seperti di pertengahan dongeng, pangeran berkuda putih datang membantu kekasihnya, tapi...
"Jangan berbicara kasar pada Selfa!" Asta datang dan langsung merangkul Selfa, kekasihnya. "Jika terjadi sesuatu pada kandungannya, aku akan membuatmu terperangkap di penjara!"
Stella tertawa keras. Perempuan itu bahkan bertepuk tangan, merasa terhibur. "Ya ampun, aku lupa, jika pacarmu itu sedang mengandung!"
Selfa berdecak kesal melihat Stella yang tertawa senang, seperti mengejeknya. "Sayang, perutku sakit. Sepertinya anak kita takut pada perempuan yatim!"
Tawaan Stella berhenti saat itu juga. Ini benar-benar membuat kesal tak kepalang. "Jalang, jaga ucapanmu!"
"Jangan menyebut pacarku seperti itu!" Asta kembali mengamuk pada Stella.
"Awasi pacarmu itu, jangan sampai berbuat gegabah, atau janinnya akan hilang!" Setelah mengatakan itu, Stella pergi dari sana sambil menghentakkan kakinya.
Selfa dan Asta saling tatap, Selfa terlihat ketakutan. Perempuan itu mengeluh pada pacarnya.
"Bagaimana ini sayang? Aku takut..."
Asta menjawab. "Tenang saja, kudengar ibunya juga sudah pensiun."
Sedangkan Stella mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, perempuan itu melampiaskan amarahnya dengan membuat candaan kepada malaikat maut. Mereka itu sungguh berengsek, tak tahu malu. Kenapa Tuhan tidak membuat karma saja pada mereka? Kenapa harus dirinya yang selalu mendapatkan sisi gelap dalam hidup. Tiba-tiba matanya menangkap sesuatu, Stella langsung menghentikan mobil, perempuan itu mengambil sesuatu dari kursi belakang, lalu melemparkannya keluar.
Sebuah bunga.
Bunga matahari yang selalu ada di mobilnya, bunga yang paling membuatnya benci dan takut secara bersamaan.
***
Stella meregangkan tubuhnya di sofa sambil bermain ponsel. Lalu tiba-tiba, ponselnya berbunyi secara berurutan.
["Kau mempermainkan ku? Kau menganggap bahwa perintahku hanya main-main?]
Stella menelan saliva nya, benar dugaannya, orang itu kembali mengirimkan pesan yang membuatnya gusar.
["Kau membuatku marah, harusnya, sedari awal aku tidak membiarkanmu tenang.."]
Stella menggigit bibir bawahnya. Bahkan tangan perempuan itu mulai bergetar tak karuan.
["Sekarang, harus siapa lagi yang menjadi korban kelalaianmu? Austin? Morgan?"]
Stella menahan nafasnya saat membaca dua nama yang tak lain adalah partner kerjanya, bahkan orang ini juga tahu nama aktor baru itu... Sungguh menyeramkan.
["Aku ingin sekali memelukmu lagi, Stella.."]
Stella langsung menghempaskan ponselnya, perempuan itu benar-benar ketakutan. Kejadian di masa lalu, membuat pernafasannya tak beraturan, Stella menarik rambutnya frustrasi. Bagaimana cara mengatasi ini? Stella tak punya siapapun untuk bersandar, karena ketika dirinya melakukannya, orang yang paling dirinya andalkan, akan mendapatkan masalah.
Ning! Nong!
Suara bel dari pintu masuk, membuat Stella menggeram. Orang itu memang tidak akan pernah bisa membuatnya tenang, dia selalu ada di mana-mana.
Ting!
Pesan kembali masuk, Stella mengambil ponselnya kembali.
["Buka pintunya, atau adikmu akan menemui mimpi terburuknya."]
Stella melotot kan matanya, perempuan itu menggelengkan kepalanya. Tidak! Adiknya tidak boleh dalam bahaya lagi! Dirinya tidak bisa membiarkannya!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
LDKS OSIS, Raden Affan
Thor Gw Merasa Terhina Loh, Gw Juga Yatim!
2024-09-13
1