Denis Agata Mahendra, seorang bocah laki-laki yang harus rela meninggalkan kediamannya yang mewah. Pergi mengasingkan diri, untuk menghindari orang-orang yang ingin mencelakainya.
Oleh karena sebuah kecelakaan yang menyebabkan kematian sang ayah, ia tinggal bersama asisten ayahnya dan bersembunyi hingga dewasa. Menjadi orang biasa untuk menyelidiki tragedi yang menimpanya saat kecil dulu.
Tanpa terduga dia bertemu takdir aneh, seorang gadis cantik memintanya untuk menikah hari itu juga. Menggantikan calon suaminya yang menghamili wanita lain. Takdir lainnya adalah, laki-laki itu sepupu Denis sendiri.
Bagaimana kisah mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan
"Siapa yang berani mengatakan itu?" tanya sebuah suara yang datang dengan diiringi ketukan langkah.
Mereka menoleh, tidak terkecuali. Dari pintu masuk muncul seorang laki-laki bertubuh tinggi tegap, dengan balutan jas yang mewah, melangkah lebar dengan kakinya yang panjang.
"Denis?" Larisa bergumam, amat terkejut melihat suaminya ada di perusahaan tersebut.
"Siapa dia?" desas-desus karyawan di sana terdengar di telinga Larisa.
Namun, ia tidak terlalu menggubris. Fokus menatap Denis yang nampak berbeda dari waktu pagi ketika ia meminta izin untuk pergi.
Apa benar dia suamiku? Hati Larisa bergumam ragu. Kapan dia berdandan seperti seorang penguasa? Dari mana dia mendapatkan pakaian itu? Seperti itulah isi pemikiran Larisa.
Semua orang menatap pada sosoknya, menunggu siapa yang datang mengacau. Denis mendekati Larisa, memperhatikan setiap detail anggota tubuh istrinya itu.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Denis dengan suaranya yang berwibawa. Tak hanya itu, aura di tubuhnya pun ikut berubah drastis. Ia merasa sedang berhadapan dengan seseorang yang memiliki kuasa atas kota itu.
Larisa menggeleng tanpa memalingkan wajah dari suaminya. Ia terpesona, sungguh terpesona.
"Denis?" tanyanya lirih.
Denis mengangguk sambil tersenyum, merangkul bahu Larisa seraya menghadap ke arah semua orang.
"Apa dia suami Larisa?" Mereka masih berbisik.
"Tapi dia tidak terlihat seperti seorang pelayan," sahut yang lain menilai.
"Kau benar. Dia terlihat berwibawa meski ada bekas luka di wajahnya." Tak habis mereka membicarakan tentang Denis.
Namun, laki-laki itu menatap penuh pada wanita hamil di depannya yang tengah melipat kedua tangan di perut. Karin terlihat angkuh, dan menatap remeh padanya. Tidakkah dia tahu bahwa Denis adalah tamu kehormatan di perusahaan tersebut.
"Siapa yang sudah berani menindas istriku di sini?" tanya Denis tak berpaling pandang dari sosok Karin yang angkuh.
Wanita hamil itu tertawa kecil sambil menutup mulutnya. Menatap remeh pada Denis dan Larisa yang nampak serasi.
Dahi Denis mengernyit, tak senang melihat keangkuhan wanita itu.
"Oh, jadi kau suami Larisa yang pelayan itu?" Karin kembali tertawa, kali ini lebih bersuara.
Diikuti desas-desus dari semua orang yang ada, berbisik-bisik tentang kebenaran suami Larisa. Sementara gadis itu, mengepalkan tangan geram.
"Memang apa salahnya memiliki suami seorang pelayan? Aku bukan wanita rendahan yang rela melakukan apa saja untuk mendapatkan apa yang aku mau. Aku juga bukan wanita yang suka tidur dengan calon suami orang sampai hamil," ujar Larisa menohok jantung Karin, apalagi senyum yang diukirnya itu.
Karin meradang mendengar ocehan Larisa, ditambah bisik-bisik semua karyawan semakin membuatnya geram. Malu? Tentu saja, tapi dia tidak akan pernah berhenti sampai di situ.
"Kuberi tahu kau, Larisa. Raditya yang lebih dulu menginginkannya dariku. Kau tahu kenapa? Karena kau tidak mampu memberikan kepuasan kepadanya," ujar Karin tak tahu malu.
Larisa tertawa, merasa konyol dengan penuturan Karin. Denis tertegun, melirik gadis yang berada di sampingnya sambil tersenyum.
"Kau bangga dengan itu? Apa kau tidak berpikir kau hanya mempermalukan diri sendiri," ucap Larisa tersenyum mencibir.
Bisik-bisik karyawan itu masih terus terdengar.
"Kurang ajar! Kau tahu siapa aku, hah? Aku istri pemilik perusahaan ini. Aku bisa saja membuatmu tidak memiliki pekerjaan seumur hidup. Bahkan, suamimu yang hanya seorang pelayan itu saja akan aku buat tidak memiliki pekerjaan," ucap Karin sambil tersenyum mengejek Denis.
"Silahkan, jika kau rasa kau mampu melakukannya. Aku menunggu," tantang Denis melirik Larisa dengan senyuman, sedangkan gadis itu sudah terlihat cemas sendiri. Khawatir Karin akan benar-benar melakukannya.
Wanita hamil itu tersenyum, mendengus pelan mendengar ucapan Denis. Ia memperhatikan laki-laki itu dari ujung rambut hingga ujung sepatu yang ia kenakan.
"Sudah seorang pelayan, wajahmu itu sangat menjijikan. Meski berdandan seperti seorang direktur pun, tidak akan ada perusahaan yang akan menerimamu. Aku tidak tahu kau mendapatkan pakaian itu dari mana? Sepertinya kau sudah mencurinya?" ejek Karin.
Matanya membelalak, seolah-olah terkejut. Lalu, tertawa kecil sambil mengibaskan tangan.
Denis melirik dirinya sendiri, Karin tahu pakaian yang dikenakannya bukanlah sesuatu yang murah. Haris memesannya dari seorang designer yang khusus membuat pakaian untuk Denis.
"Ini milikku," ucap Denis tanpa ragu.
Larisa mendongak, mengedipkan mata tak percaya jika Denis akan mengakui pakaian tersebut sebagai miliknya.
Karin kembali tertawa, mengibaskan tangan menolak percaya ucapan Denis.
"Apa kalian percaya yang dia katakan? Seorang pelayan rendahan sepertinya mampu mempunyai pakaian mahal seperti itu?" Karin bertanya pada semua karyawan sambil menuding Denis.
Mereka semua menggelengkan kepala, lebih percaya kepada Karin daripada Larisa dan Denis.
"Mungkin milik tuannya, dia meminjam setelah memohon," ucap karyawan lain ikut menertawakan Denis dan penampilannya.
Tawa mereka menggema, membuat Larisa semakin geram. Ia mencengkeram lengan Denis, mendongak padanya dengan tatapan penuh tanya. Namun, mata pemuda itu berkedip memintanya untuk tetap tenang.
"Aku tidak meminta kalian untuk percaya karena aku sama sekali tidak membutuhkan pengakuan siapa pun," ucap Denis masih dengan sikapnya yang tenang.
Dia merasa lega karena Larisa tidak tergores sama sekali.
"Oya? Lalu, untuk apa kau mengenakan pakaian mahal itu? Aku yakin kau menghabiskan seluruh uang hasil bekerjamu sebagai pelayan untuk menyewa pakaian itu," sahut Karin lagi diiringi tawa-tawa menjengkelkan di telinga Larisa.
"Jangan keterlaluan kau, Karin! Seenaknya saja merendahkan orang tanpa berkaca diri bagaimana kau sebenarnya?" sambar Larisa yang sudah tidak dapat menahan diri untuk diam saja.
Karin kembali menegang, tidak terima direndahkan di hadapan karyawannya.
"Siapa yang berani membuat kekacauan di sini!" Suara lain menggema diikuti langkah kaki berderap semakin mendekat.
Hanya mendengar itu saja, Larisa sudah tahu siapa yang datang. Dia Raditya Mahendra, seseorang saat ini menduduki kursi CEO di perusahaan Mahendra.
"Tuan!" Semua karyawan menunduk menyambut kedatangannya.,
"Sayang! Mereka baru saja menghinaku," rengek Karin berakting seolah-olah menjadi yang tertindas. Dia bergelayut manja di lengan laki-laki itu sambil menuding Larisa dan Denis.
Denis memperhatikan sosok Raditya, sepupu yang batal menikah dengan istrinya karena wanita hamil itu. Sementara Larisa, melengos tak ingin menatap wajah menyebalkan Raditya.
"Nona, Anda pantas sekali menjadi aktris. Berpura-pura tertindas dan lemah, nyatanya Anda sendiri yang merendahkan istri saya," ucap Denis tanpa segan sama sekali meski berhadapan dengan CEO perusahaan Mahendra.
Raditya menelisik pasangan tersebut, mata itu membeliak melihat sosok gadis yang dicintainya di sana. Ia segera melepaskan lengan Mia dan berjalan mendekati Larisa.
"Larisa, apa kau datang untuk kembali padaku?" katanya tanpa tahu malu.
"Apa maksudmu? Aku datang untuk mengundurkan diri dari perusahaan," jawab Larisa ketus.
Raditya tidak tahu malu, dia tersenyum dan hendak menyambar tangan Larisa.
"Ah, tidak masalah. Jika kau menikah denganku, kau akan menjadi nyonya dan tidak perlu bekerja lagi," katanya dengan lancang mengangkat tangan hendak menyentuh Larisa.
Namun, Denis dengan cepat menyambar tangan itu, dan menghempaskannya.
"Kau tidak melihat ada suaminya di sini? Larisa sudah menikah, dan aku adalah suaminya," ucap Denis tanpa ragu dan malu lagi.
Hal tersebut membuat Larisa bahagia.
gk mau Kalah Sam Denis ya....
Yg habis belah durian......