9
Pernikahan adalah cita-cita semua orang, termasuk Dokter Zonya. Namun apakah pernikahan masih akan menjadi cita-cita saat pernikahan itu sendiri terjadi karena sebuah permintaan. Ya, Dokter Zonya terpaksa menikah dengan laki-laki yang merupakan mantan Kakak Iparnya atas permintaan keluarganya, hanya agar keponakannya tidak kekurangan kasih sayang seorang Ibu. Alasan lain keluarganya memintanya untuk menggantikan posisi sang Kakak adalah karena tidak ingin cucu mereka diasuh oleh orang asing, selain keluarga.
Lalu bagaimana kehidupan Dokter Zonya selanjutnya. Ia yang sebelumnya belum pernah menikah dan memiliki anak, justru dituntut untuk mengurus seorang bayi yang merupakan keponakannya sendiri. Akankah Dokter Zonya sanggup mengasuh keponakannya tersebut dan hidup bersama mantan Kakak Iparnya yang kini malah berganti status menjadi suaminya? Ikuti kisahnya
Ig : Ratu_Jagad_02
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratu jagad 02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Zonya menghempas tubuh lelahnya di sofa, samping Mbok Ijah. Bersyukur setelah cukup lama mencoba menenangkan dan menidurkan Naina, bayi kecil itu akhirnya terlelap dan mau dibaringkan di ranjang. Sehingga ia bisa istirahat sekarang
"Nyonya makan dulu, Mbok sudah belikan tadi di kantin rumah sakit" Mbok Ijah menyodorkan sebungkus makanan dihadapan Zonya
"Terima kasih Mbok"
Zonya menerima bungkusan tersebut dan membukanya sedikit malas. Bukan karena apa-apa. Zonya hanya merasa lelah dan mengantuk, tapi perutnya justru terasa lapar, membuatnya mau tak mau mengutamakan sarapan yang sangat terlambat ini. Zonya mengunyah makannya dengan sedikit tak semangat, karena matanya yang serasa direkatkan dengan lem. Wajar saja, selama menikah, Zonya benar-benar kehilangan jam tidur normalnya karena Naina yang selalu rewel siang dan malam
"Nya..."
"Hm?" gumam Zonya pelan, sebab kantuknya benar-benar sudah tak tertahan lagi
"Nanti Mbok izin pulang sebentar untuk mengambil barang-barang Nyonya dan Non Nai" ucap Mbok Ijah
"Hm..."
Mbok Ijah menatap kasihan pada Zonya yang sudah benar-benar terlelap. Secara perlahan, ia mengambil bungkusan nasi milik Zonya yang baru dimakan setengahnya. Namun itu sudah lebih baik, yang terpenting perut majikannya tidak benar-benar kosong
Sedangkan Sean yang berada di sofa seberang hanya menatap lurus kearah Naina yang terlelap, dengan sesekali juga menatap Zonya yang juga sudah mulai terlelap "Itu mau dikemanakan Mbok?" tanya Sean saat melihat Mbok Ijah yang membungkus kembali makanan sisa Zonya
"Mau Mbok buang Tuan"
"Sayang Mbok, biar aku makan saja"
Mbok Ijah tak langsung memberikan begitu saja. Ia justru menatap ragu pada majikannya "Tuan yakin?"
"Iya, lagipula Mbok juga tidak membelikan untukku tadi"
"Mbok pikir Tuan sudah sarapan di rumah. Makanya Mbok tidak belikan"
"Ya sudah, bawakan saja itu ke mari" pinta Sean
Meski ragu, akhirnya Mbok Ijah memberikan makanan ditangannya kepada Sean. Begitu Sean terima, terlihat ia membuka bungkusan tersebut dan langsung melahap habis isinya. Setelah selesai, ia keluar dan membuang bungkusnya di luar
"Tadi benar Tuan Sean 'kan?" monolog Mbok Ijah
Ya, ia masih tak percaya kalau Sean lebih memilih memakan makanan sisa milik Zonya daripada berjalan ke kantin rumah sakit. Padahal, sebelum ini Mbok Ijah tidak pernah melihat Sean memakan makanan sisa walau milik Nasila sekalipun. Walaupun sebenarnya, Nasila juga memang tidak pernah tidak menghabiskan makanan saat makan bersama
"Ada minumnya tidak Mbok?" tanya Sean
"Ada Tuan, sebentar"
Mbok Ijah langsung beranjak untuk mengambil air mineral didekat ranjang. Kepergian Mbok Ijah dari sofa, Sean manfaatkan untuk membantu Zonya membaringkan tubuh wanita itu di sofa, agar sedikit merasa nyaman. Bertepatan dengan itu pula, Mbok Ijah menemukan air mineral dalam plastik belanjaannya. Namun begitu berbalik hendak memberikan air tersebut pada Sean, ia justru terbengong saat melihat perlakuan lembut Sean yang tengah membantu Zonya berbaring
"Ada Mbok?" tanya Sean, menanyakan perihal air minumnya
Ucapan Sean menyadarkan Mbok Ijah dari keterkejutannya "I-ini Tuan"
"Dia terlihat tidak nyaman tadi, Mbok jangan salah paham" Sean segera menyangkal, karena ia tahu isi pikiran Mbok Ijah saat ini
"Maaf Tuan" Mbok Ijah menunduk sedikit saat jalan pikirannya ketahuan oleh majikannya "Tapi Tuan, Nyonya memang tidak nyaman kalau tidur seperti tadi. Karena badannya saja sudah pegal karena menggendong Non Nai terus-menerus. Jadi pasti Nyonya merasa lelah" tutur Mbok Ijah
"Dia menggendong Naina terus-menerus?" tanya Sean dengan alis terangkat
"Iya Tuan. Sejak Nyonya Sila tiada, Non Nai jadi rewel dan sering menangis. Makanya, setiap malam Mbok kadang suka mengunjungi kediaman utama, karena Nyonya pasti sedang kesusahan menenangkan Non Nai yang setiap akan tidur pasti menangis dulu" jelas Mbok Ijah
Sean seakan tak percaya dengan apa yang didengarnya. Pasalnya, selama tiga bulan Naina berada dalam pelukan dan asuhan Nasila, Naina tidak pernah menangis sampai meraung, apalagi secara terus-menerus. Bahkan, setelah diberikan ASI oleh Nasila, maka Naina pasti akan kembali terlelap. Ya, itulah yang Sean ingat
"Apa Nai sudah mulai merasa tidak nyaman pada tubuhnya sejak lama?" monolog Sean. Teringat akan ucapan Dokter Stephani mengenai penyakit yang kemungkinan diderita Naina
"Tuan"
"Ya Mbok?"
"Kalau boleh, Mbok minta Tuan agar sedikit memperlakukan Nyonya lebih baik. Karena Mbok tahu betul bagaimana susahnya Nyonya mengasuh Non Nai. Apalagi, Tuan juga tahu kalau Nyonya sama sekali belum pernah menikah apalagi memiliki anak selama ini. Pasti sulit bagi Nyonya menempatkan dirinya sebagai seorang Ibu" tutur Mbok Ijah
Sean diam saat mendengar penuturan dari wanita yang sudah cukup berjasa dalam membesarkannya ini. Ya, dulu ia dibesarkan oleh neneknya dengan bantuan Mbok Ijah. Maka dari itu, ketika ia sudah menikah dengan Nasila 'pun, ia tetap meminta Mbok Ijah untuk bekerja dengannya. Hal itu pula 'lah yang membuat Mbok Ijah berani berkata demikian padanya
"Tidak untuk sekarang, Mbok. Aku masih belum bisa menerimanya" ucap Sean
Mbok Ijah mengangguk mengerti "Itu hak Tuan"
*
Zonya merenggangkan otot-otot tubuhnya yang terasa pegal. Ia lantas melihat Naina yang tampak masih terlelap di ranjang. Ia langsung mendekati Naina dan mengecek suhu tubuhnya. Namun suhu tubuh Naina masih belum sepenuhnya turun
Ceklek
Zonya membalik tubuhnya saat mendengar pintu terbuka. Terlihat Mbok Ijah masuk dengan membawa tas berukuran cukup besar "Mbok dari mana?" tanya Zonya
"Mbok tadi pulang untuk mengambil pakaian ganti Nyonya dan Non Nai"
"Oh... Kenapa tidak bilang, padahal Zoe bisa menemani Mbok tadi"
"Nyonya lelah, Mbok tidak enak kalau mengganggu"
"Jangan begitu Mbok, Zoe 'kan sudah bilang agar Mbok jangan sungkan pada Zoe"
"Iya Nya, lain kali Mbok pasti tidak akan sungkan lagi. Oh iya Nya, tadi Tuan berpesan kalau Tuan akan ke kantor sebentar, Tuan akan ke sini lagi nanti setelah urusannya selesai"
Zonya mengernyitkan dahinya "Dia meminta Mbok untuk menyampaikannya padaku?" tanya Zonya
"Tidak Nya, tapi Mbok pikir Nyonya juga perlu tahu ke mana Tuan pergi"
Zonya tak lagi menghiraukan. Ia mengambil tas pakaiannya dari tangan Mbok Ijah dan menyimpannya di lemari samping ranjang. Setelah itu, ia merenggangkan ototnya lagi saat merasa tubuhnya benar-benar terasa pegal
"Mbok, Zoe titip Nai sebentar ya. Zoe ingin mencari udara segar di luar" ucap Zonya
"Baik Nya"
Zonya merapikan penampilannya sedikit. Setelah itu, ia keluar dari ruangan. Pilihannya kali ini adalah taman rumah sakit. Begitu tiba di sana, ia langsung menuju kursi yang berada dibawah pohon jambu. Sebelum duduk, ia melihat pohon jambu tersebut sudah berbuah cukup lebat. Bahkan beberapa buahnya juga sudah terlihat matang. Zonya mencoba melompat untuk mengambil buah yang terlihat mudah dijangkau.
Namun ternyata jauh dari dugaannya, karena buah itu tidak sampai dalam jangkauannya, membuatnya limbung dan hampir terjatuh. Beruntung ada tangan kekar yang memeluk pinggangnya, membuat tubuhnya akhirnya terhindar dari hantaman tanah keras. Zonya membuka matanya perlahan dan seketika itu juga matanya membola saat melihat seseorang yang barusaja menolongnya
"Amir?"