Ava Seraphina Frederick (20) memiliki segalanya kekayaan, kekuasaan, dan nama besar keluarga mafia. Namun bagi Ava, semua itu hanyalah jeruji emas yang membuatnya hampa.
Hidupnya runtuh ketika dokter memvonis usianya tinggal dua tahun. Dalam putus asa, Ava membuat keputusan nekat, ia harus punya anak sebelum mati.
Satu malam di bawah pengaruh alkohol mengubah segalanya. Ava tidur dengan Edgar, yang tanpa Ava tahu adalah suami sepupunya sendiri.
Saat mengetahui ia hamil kembar, Ava memilih pergi. Ia meninggalkan keluarganya, kehidupannya dan juga ayah dari bayinya.
Tujuh tahun berlalu, Ava hidup tenang bersama dengan kedua anaknya. Dan vonis dokter ternyata salah.
“Mama, di mana Papa?” tanya Lily.
“Papa sudah meninggal!” sahut Luca.
Ketika takdir membawanya bertemu kembali dengan Edgar dan menuntut kembali benihnya, apakah Ava akan jujur atau memilih kabur lagi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 16
Lily dan Luca duduk di kursi lobby yang mewah, kaki mereka yang menggantung tidak menyentuh lantai.
Lima belas menit berlalu. Kebosanan mulai melanda Luca yang masih sedikit sakit. Lily terus menggoyangkan kakinya, matanya menjelajahi setiap orang yang masuk, mencari tanda-tanda papa mereka.
“Luca, menurutmu Papa sudah selesai rapat belum?” bisik Lily.
“Entahlah. Aku mau tidur,” jawab Luca malas, menyandarkan kepalanya ke bahu Lily.
Tiba-tiba, suara langkah sepatu kulit yang beradu dengan lantai mendekat. Seorang petugas keamanan berkepala plontos dan bertubuh besar, yang mengenakan lencana dengan nama Max, berdiri di hadapan mereka dengan ekspresi tidak ramah.
“Hei, anak-anak. Kalian tidak boleh berada di sini tanpa orang tua. Lobi ini bukan taman bermain,” tegur Max.
Lily bangkit berdiri, menyembunyikan Luca sedikit di belakang punggungnya. Ia menghadapi petugas itu dengan tatapan dewasa.
“Kami tahu. Kami sedang menunggu. Kami tidak mengganggu siapa pun,” jawab Lily tenang.
“Menunggu siapa? Sekolah kalian sudah selesai, kan? Kami sudah menerima keluhan dari beberapa karyawan karena kalian terlalu berisik,” gertak Max, meskipun lobi itu sebenarnya sangat sepi karena para karyawan sedang sibuk bekerja.
“Kami menunggu ayah kami,” jawab Lily tegas.
Max tertawa kecil, tawa yang terlihat meremehkan.
“Ayah kalian? Anak-anak, siapa ayah kalian? Kalian tidak cocok berada di gedung ini. Pergi sana!” usir Max.
Lily merasa terhina. Ia mengeluarkan foto Edgar yang terlipat rapi dari saku roknya. Ia memegang foto itu tinggi-tinggi.
“Lihat baik-baik, paman botak! Dia adalah ayah kami!” seru Lily. “Edgar Anderson! Dia ada di gedung ini. Sekarang, panggil dia. Cepat!”
Petugas mengambil foto itu. Ia melihat wajah Edgar Anderson, lalu menatap wajah Lily dan Luca. Ia tertawa terbahak-bahak.
“Hahaha! Ayah kalian? Ini Tuan Edgar Anderson! Pemilik saham terbesar di sini! Putrinya adalah Nona Cleo, dan Nona Cleo tidak punya saudara seperti kalian apalagi yang berpakaian lusuh begini!” ejek Budi dengan suara keras. “Kalian pasti anak-anak nakal yang mencoba mencari-cari alasan!”
Wajah Lily memerah karena dihina. Apalagi saat petigas menyebut kalau Cleo adalah putra Edgar Anderson.
Luca, yang tadinya diam, kini melangkah maju. Matanya yang dingin menatap petugas itu tanpa berkedip.
“Kau harus mengembalikan foto itu, botak,” ucap Luca.
Max mengabaikannya. Ia menyimpan foto itu ke dalam sakunya.
“Ayo, aku harus mengusir kalian. Kalian mengganggu kenyamanan.” Ia meraih pergelangan tangan Luca dengan kasar.
Lily berteriak dan langsung mendorong dada petugas sekuat tenaga. Tubuhnya yang chubby ternyata memiliki tenaga tak terduga.
Max terhuyung mundur sedikit karena kaget.
“JANGAN SENTUH ADIKKU!” bentak Lily. “Kami tidak akan pergi! Kami juga tidak mengganggu siapa pun! Kami hanya duduk! Dan kau tidak punya hak untuk menghina pakaian kami. Ibu kami sudah bekerja keras untuk membelinya!”
Max kembali marah. “Oh, berani melawan rupanya! Kalian berdua harus keluar!” Ia meraih bahu Lily dan mencoba menariknya ke pintu.
Luca segera menyambung. Ia melihat lencana nama Max.
“Paman botak yang terhormat, kau sudah melanggar aturan karyawan Kenzo Corporation pasal 4.b tentang Pelayanan Pelanggan. Kau menggunakan kekerasan fisik terhadap anak di bawah umur dan melakukan diskriminasi berdasarkan penampilan!” seru Luca berhasil mengejutkan Max.
“Jika kau menyentuh kami lagi, kami akan melaporkan pelecehan ini ke Human Resources!” ancam Luca.
Max terdiam, wajahnya pucat. Bagaimana anak sekecil ini tahu pasal-pasal perusahaan?
Max memang karyawan lama dan tahu betul aturan ketat Kenzo Corporation soal etika layanan.
“Kau! Kau pasti menghafal dari Internet! Itu omong kosong!” bantah Max, berusaha terlihat percaya diri, namun tangannya mulai berkeringat.
“Benarkah?” Lily tersenyum sinis. “Kalau begitu, coba paman jelaskan. Kenapa putri paman Edgar yang bernama Cleo harus lari sambil menangis dari sekolah tadi siang? Apakah paman Edgar akan senang jika tahu pihak keamanan di perusahaannya justru mengusir teman baik putrinya sendiri?”
Lily terpaksa berbohong kalau mereka sahabat Cleo.
Max benar-benar kehabisan kata-kata. Kedua anak ini, satu cerdas secara hukum dan satu cerdas secara sosial, telah memojokkannya.
Tepat saat Max hendak mengambil keputusan untuk menyeret mereka keluar, sebuah suara tenang dan familiar menyela.
“Tanganmu, Max. Jauhkan tanganmu dari mereka!”
Ketegangan di lobi langsung mereda. Jeremy berdiri di ambang pintu lift dengan wajah dingin dan tatapan yang fokus pada ekdua bocah itu.
Jeremy baru saja mendapatkan laporan tentang kejadian sebenarnya di sekolah Cleo. Dan sekarang ia melihat dua anak kecil yang dituduh mengganggu oleh keamanan.
“Ternyata dunia sempit sekali,” gumam Jeremy.
Max segera melepaskan Lily dan mundur teratur. “Tuan Jeremy! Mereka mengganggu karyawan lain!”
Jeremy mengabaikan Max. Ia berjalan mendekat dan membungkuk, menatap Lily dan Luca dengan senyum lembut.
“Kalian pasti Lily dan Luca,” ujar Jeremy. “Saya Jeremy. Saya diutus oleh paman yang tadi di mobil, untuk menemani kalian.”
Lily dan Luca saling pandang. Seolah mengatakan, yes akhirnya mereka berhasil!
“Tapi, Tuan, mereka—”
“Tutup mulutmu botak!” seru Luca, Lily dan Jeremy bersamaan.
udh gk ada maaf lagi dri edgar😌
klo km msh berhianat jg udh end hidupmu
lanjut kak sem gat terus💪💪💪
apa² jgn² kamu menyukai ivy...
kl iya tamat lah riwayat mu jeremy
untung edgar cocok y coba kl ava ataupun edgar tidak cocok... pastinya mereka disuruh memilik anak lagi🤔