"Aku pikir, kamu malaikat baik hati yang akan membawa kebahagiaan di hidupku, ternyata kamu hanya orang sakit yang bersembunyi di balik kata cinta. Sakit jiwa kamu, Mas!"
Kana Adhisti tak menyangka telah menikah dengan lelaki sakit jiwa, terlihat baik-baik saja serta berwibawa namun ternyata di belakangnya ada yang disembunyikan. Akankah pernikahan ini tetap diteruskan meski hati Kana akan tergerus sakit setiap harinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pin Menyebalkan!
Kana dan Adnan akhirnya sampai di rumah mereka. Kana merasa lelah sekali hari ini. Ternyata bertemu dengan kedua orang tua Adnan menguras banyak energi.
"Na, aku tidur di bawah ya!" kata Adnan, membuat rasa lelah Kana semakin bertambah.
Kana tahu kalau malam ini adalah jadwal Adnan tidur di kamar Nyonya Besar. Meski berat hati, Kana tak bisa melarang. "Iya," jawab Kana tak semangat.
Kana tak langsung masuk ke kamarnya. Ia pergi ke dapur untuk mengambil air minum. Sambil membawa tumbler berisi air minum untuk stok di kamar, langkah Kana terhenti saat melihat Adnan di depan pintu kamar utama.
Adnan menekan password pintu kamar utama yang dilengkapi dengan smart lock. Inilah alasan Kana tak bisa menerobos masuk ke dalam kamar. Bukan karena CCTV yang ada di dekat pintu masuk, melainkan karena Kana tak tahu passwordnya. Baik Adnan maupun Bu Erin tak ada yang mau memberitahunya.
Kana hanya melihat kamar dengan sedikit cahaya di dalamnya. Ia tak bisa melihat jelas meski sangat penasaran ingin melihat langsung Rara alias Nyonya Besar yang amat Adnan cintai tersebut. Namun sepertinya Kana melihat ada yang sedang berbaring di atas tempat tidur. Sayang, Kana tak melihat lama, Adnan langsung menutup pintu tersebut.
Kana kembali ke kamarnya. Ia tak langsung tidur namun merenungkan semuanya. Ia memikirkan ucapan kedua orang tua Adnan dan merasa ada yang janggal.
"Kenapa Mama dan Papa-nya Mas Adnan tak sekalipun membahas Mbak Rara? Kenapa juga mereka tak membandingkanku dengannya? Bukankah biasanya istri pertama dan kedua selalu dibandingkan? Kenapa mereka bersikap seolah tak pernah diperkenalkan dengan Mbak Rara sebelum mereka menikah? Apa jangan-jangan Mas Adnan menyembunyikan pernikahannya dengan Mbak Rara pada kedua orang tuanya? Mengapa? Apa Mbak Rara lebih tak layak diterima di keluarga mereka yang hebat itu dibanding denganku yang punya skandal ini?" gumam Kana.
Kana menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Argh! Bisa gila aku dengan semua teka-teki ini! Edan!"
****
"Na, apa jadwal kamu hari ini?" tanya Adnan saat mereka sarapan bersama keesokan paginya.
"Aku ada kuliah jam 9, rencananya aku mau mampir ke kafe dan bertemu Desi." Kana mengunyah roti dengan selai cokelat kacang kesukaannya.
"Malam ini, aku ada pertemuan dengan salah satu ketua partai. Aku minta kamu berdandan yang cantik, nanti aku suruh supir menjemputmu. Pakai ini!" Adnan memberikan ATM miliknya yang Kana yakin sekali isinya fantastis. "Pin-nya ... 124124."
Kana terdiam, keningnya nampak berkerut. "124124 ... bukankah kalau dirangkai menjadi nama Rara?" batin Kana.
"Kenapa?" tanya Adnan yang peka sekali melihat perubahan wajah Kana.
"Oh ... tidak ada apa-apa. Aku hanya sedang menghafal pin kamu," jawab Kana mencoba menutupi kegusaran hatinya. Masih pagi namun hatinya sudah dibuat kesal oleh rasa cemburu dan iri hati.
Adnan menyelesaikan sarapannya. Ia berdiri lalu mengecup kening Kana. "Tak usah mengantarku. Jangan lupa dandan yang cantik dan elegan ya. Jangan terlalu seksi. Kamu harus terlihat layaknya istri pejabat yang anggun meski didalamnya kamu sangat seksi. Aku berangkat dulu."
Kana memaksakan senyum di wajahnya. Ia menatap sebal kartu di depannya. "Menyebalkan!" gumam Kana.
****
Sepulang kuliah Kana mampir ke kafe miliknya yang terletak tak jauh dari kampus. Benar yang Desi katakan, kafe miliknya sekarang sangat ramai sejak Kana menikah dengan Adnan dan pernikahan mereka dianggap sebagai pernikahan impian semua orang.
Saat Kana datang, beberapa pengunjung memintanya untuk selfie. Dengan ramah, Kana memenuhi permintaan tersebut. Sejak dulu, Kana memang sangat menghargai fansnya. Ia sadar, tanpa mereka tak mungkin dirinya bisa seperti sekarang.
Desi menghampiri Kana dan membuatkan minuman dan cemilan kesukaan Kana. Mereka mengobrol di atas balkon tempat mereka biasa menghabiskan waktu berdua.
"Oh iya, Na, kamu ingat Mas Rio, kan? Manager kamu yang dulu itu?" tanya Desi.
Kana mengangguk. "Iya, kenapa? Ada apa dengan dia?"
"Jadi gini," Desi melanjutkan, "Beberapa hari yang lalu, aku lagi jalan-jalan di pusat perbelanjaan untuk membeli keperluan kafe. Secara tak sengaja, aku lihat ada orang yang mirip banget sama Mas Rio. Aku sih yakin kalau itu dia! Sayangnya, waktu aku mau samperin, dia udah nggak ada."
Kana terkejut mendengar kabar itu. Rio, mantan managernya yang tiba-tiba menghilang setelah skandalnya mencuat, ternyata masih berkeliaran di sekitarnya. Kana pikir Rio sudah menghilang ke luar kota atau bahkan ke luar negeri seolah takut untuk bertemu Rara.
"Serius kamu lihat dia, Des? Kamu yakin itu dia? Tidak salah orang bukan?" tanya Kana tak percaya.
"Aku yakin banget, Na. Matanya sama persis. Cuma rambutnya agak beda, lebih gondrong sekarang dan penampilannya seperti tak terurus, beda saat dulu menjadi manager kamu, selalu klimis," jawab Desi mantap.
"Terus, kamu nggak coba ngejar dia?" tanya Kana penasaran.
"Aku berusaha mengejar dia, Na. Sayang, aku kalah cepat. Dia menghilang di pemukiman padat penduduk. Aku yakin kalau dia tinggal di daerah itu, Na. Bagaimana kalau kita samperin aja sekarang?" ajak Desi dengan penuh semangat.
"Aku sih mau banget samperin dia, Des, tapi jangan sekarang ya. Malam ini, aku ada acara. Des, sumpah ya, aku tuh penasaran, kenapa barang haram itu bisa ada di saku jaketku? Kenapa juga Mas Rio harus menghilang bak ditelan bumi? Yang lebih mengecewakanku sih ... kenapa dia tak ada saat aku butuhkan. Aku ketakutan seorang diri di penjara, tak tahu harus hubungi pengacara yang mana. Mas Rio harapanku satu-satunya tapi dia malah menghilang," kata Kana dengan wajah murung dan nampak sangat sedih.
"Kasihan sahabatku. Yang sabar ya, Na. Sekarang badai itu sudah berlalu dan hidupmu sudah bahagia." Desi berusaha menghibur hati Kana. "Jujur ya, Na, aku juga curiga sama managermu itu sejak dulu. Kalau memang dia yang menjahati kamu, tujuannya apa? Kamu baik banget loh sama dia. Kamu udah anggap dia sebagai kakak kamu sendiri. Masa sih dia tega berbuat jahat sama kamu?" kata Desi yang ikut kesal setiap kali Kana membahas managernya.
"Itulah, Des. Aku masih tak yakin kalau dia menjahatiku, tapi kalau bukan dia, siapa lagi? Dia yang memegang jaketku terakhir kali. Wajar kalau aku mencurigainya," kata Kana.
"Aku akan melakukan hal yang sama, Na, kalau aku ada di posisi kamu. Seandainya kita ketemu Mas Rio, kamu mau apakan dia? Apa perlu kita bawa batu dan pukul langsung kepalanya?" tanya Desi dengan berapi-api.
Kana menghela nafas dalam. "Tak perlu, Des. Aku hanya ingin bertanya kenapa ia pergi meninggalkanku di saat aku butuh dia? Aku hanya ingin mendengar alasannya."
Desi tersenyum bangga pada sahabatnya. Ia mengusap rambut Kana dengan lembut. "Kamu memang sahabatku yang punya hati seluas samudera, Na. Andai aku ada di posisimu, belum tentu aku bisa sekuat kamu. Aku hanya bisa mendukungmu, Na. Kamu wanita hebat. Aku bangga sama kamu!"
Kana memaksakan senyum di wajahnya. "Andai kamu tahu kalau aku hanyalah wanita bodoh yang mau saja menjadi istri kedua Mas Adnan, apa kamu masih memujiku sebagai wanita hebat, Des?" batin Kana.
****
dasar netizen, seneng bener goreng²🤦🏻♀️
tenang Kana kau akan terbebas dari semua mslh fitnah ..emang dunia entertainment penuh persaingan yg gak sehat ..saling menjatuhkan satu sama lain 🤧
Hempaskan badai ini.