"Siapkan dirimu! Aku akan kembali menyiksamu malam ini!" Stevan mengucapkan itu sembari melangkah menuju pintu untuk keluar.
"Aku tidak bisa melayanimu malam ini hingga sepuluh hari ke depan Stevan Jafer Dirgantara!"
Langkah pria itu terhenti saat mendengar Bulan dengan lantang mengatakan itu. Stevan berbalik memutar tubuhnya menatap Bulan dengan tatapan penuh tanya.
"Apa kau bilang? Katakan sekali lagi!" dingin dan tegas pertanyaan Stevan membuat Bulan tertawa di dalam hatinya.
"Ya! Aku tidak bisa melayanimu sampai sepuluh hari kedepan! Kau dengar itu Tuan Stevan?" ucapnya lagi dengan jelas.
Plaaakkk...
Bukan bertanya, Stevan justru melayangkan tangan ke pipi mulus Bulan hingga membuat wajahnya menoleh ke kanan sampai darah segar keluar dari sudut bibirnya. Bulan mengusap darah itu dan mendongak menatap pria yang ada dihadapannya dengan tatapan kebencian.
Bagaimana kisah selanjutnya?
kita simak yuk ceritanya di karya => Kekejaman Suamiku.
By: Miss Ra.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rania Alifah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 6
Satu minggu kemudian.
Satu minggu sudah Stevan meninggalkan rumahnya ke luar kota untuk urusan pekerjaan. Dan selama itu juga Bulan hanya diam dirumah tak bisa pergi kemana pun bersama orang tuanya seperti yang dia inginkan.
Bulan keluar dari kamarnya, dia melangkah menuruni tangga dengan perlahan. Hari ini dia akan menatap layar televisi untuk sekedar menghilangkan kejenuhan sesaat. Ayah dan Ibunya sudah diharuskan pulang semalam sebelum Stevan pulang pagi ini.
"Selamat pagi, Nona! Apa anda membutuhkan sesuatu?" tanya pelayan yang bertugas melayani Bulan.
"Pagi, tidak usah. Aku hanya ingin bersantai saja di sana!" sahutnya ramah dengan senyuman dibalik cadarnya.
Bulan duduk sendiri di dampingi para pelayan yang bertugas menjaganya sembari menatap layar televisi. Satu minggu kemarin membuat perasaanya sedikit lebih lega dan bahagia. Meski tidak di ijinkan menggunakan ponsel dia mempunyai banyak kegiatan dengan membaca buku atau menonton Tv dirumah Stevan.
"Sejak bertemu dengan orang tuanya, Nona muda terlihat lebih tenang." bisik pelayan itu pada pelayan yang lain.
"Iya benar, aku juga senang Nona muda bisa bertemu dengan orang tuanya." balasnya berbisik.
Bulan yang tahu dirinya sedang dibicarakan pun menoleh kepada salah satu pelayan yang berada di belakang nya, sekitar dua meter dari tempatnya duduk.
"Kau bisa kemari sebentar?" ucap Bulan melambaikan tangannya menyuruh pelayan menghampirinya.
"Ada apa Nona?" tanya pelayan itu.
"Bisa tidak aku minta tolong padamu?" bisik Bulan padanya.
"Minta tolong apa Nona?" tanya nya juga sedikit berbisik.
"Aku sedang datang bulan, bisa tolong belikan pembalut di toko indoapril? Kebetulan stok pembalutku habis." ucap nya lagi.
"Bisa Nona, hanya itu?"
"Belikan juga pil kontrasepsi satu paket ya! Ambil uang kembaliannya untukmu!" bisiknya lagi.
"Baik Nona!"
Pelayan satu itu pergi menuju minimarket terdekat. Sedangkan pelayan kedua menunggu dan menjaga Bulan di belakangnya. Ya, Bulan selama menikah dengan Stevan selalu meminum pil kontrasepsi agar tidak hamil lebih dulu. Dia ingin mempunyai anak disaat pria kejam itu menginginkannya. Jika tidak maka dia tidak ingin mempunyai anak darinya.
*
*
*
Sore harinya, Bulan baru saja menyelesaikan mandi nya. Dia yang sedang datang Bulan tak membasahi rambutnya. Dia berjalan perlahan menuju lemari pakaian.
Dia akan mengambil baju untuk ganti karena sekarang Bulan hanya menggunakan handuk yang melilit di dada hingga membuat paha nya yang mulus terekspose jelas bagi yang melihatnya.
Setelah mengambil pakaian yang akan ia kenakan, dia berbalik dan tiba-tiba seorang pria tampan, tinggi dan putih itu muncul di hadapan Bulan membuatnya tak bisa bergerak karena Stevan menahan dua lengannya disisi kanan dan kiri istrinya itu.
Bulan menatap pria itu yang saat ini juga sedang menatapnya dengan intens.
"Kau! Kau sudah pulang?" tanya nya dengan suara lirih yang bergetar karena takut.
"Tunggu aku malam ini!" ujar Stevan dengan suara dinginnya.
"Tapi aku.."
Cup
Stevan segera melumat bibir Bulan yang sudah sangat ia rindukan itu dengan kasar hingga membuatnya melenguh kesakitan. Bulan membiarkannya lebih dulu apa yang akan dilakukan oleh Stevan. Setelah puas bermain dengan bibirnya, Stevan melepasnya dan kembali menatap Bulan dengan tatapan tajam.
"Siapkan dirimu! Aku akan kembali menyiksamu malam ini!"
Stevan mengucapkan itu sembari melangkah menuju pintu untuk keluar.
"Aku tidak bisa melayanimu malam ini hingga sepuluh hari ke depan Stevan Jafer Dirgantara!"
Langkah pria itu terhenti saat mendengar Bulan dengan lantang mengatakan itu. Stevan berbalik memutar tubuhnya menatap Bulan dengan tatapan penuh tanya. Dia melangkah pelan dengan suara langkah yang sangat menakutkan bagi yang mendengarnya.
"Apa kau bilang? Katakan sekali lagi!" dingin dan tegas pertanyaan Stevan membuat Bulan tertawa di dalam hatinya.
"Ya! Aku tidak bisa melayanimu sampai sepuluh hari kedepan! Kau dengar itu Tuan Stevan?" ucapnya lagi dengan jelas.
Plaaakkk...
Bukan bertanya, Stevan justru melayangkan tangan ke pipi mulus Bulan hingga membuat wajahnya menoleh ke kanan sampai darah segar keluar dari sudut bibirnya. Bulan mengusap darah itu dan mendongak menatap pria yang ada dihadapannya dengan tatapan kebencian.
"Kau tidak bisa menolak! Jika aku menginginkannya malam ini, maka malam ini juga kau harus persiapkan dirimu!" tegas Stevan dengan suara lantang.
"Tidak bisa! Apa kau tidak mendengarku?" sahut Bulan menjeda ucapannya. "Aku sedang datang bulan, dan hari ini baru hari pertama. Jadi sepuluh hari kau harus menunggu!" sambungnya lagi.
Mendengar istrinya mengatakan itu, dia menatap wajah cantik Bulan dengan tatapan tajam. Dia mencengkram leher Bulan hingga membuat punggungnya membentur tembok. Cengkraman yang kuat membuat wajahnya memerah karena tak bisa bernafas.
"Apa kau sengaja melakukannya agar aku tidak bisa menyentuhmu! Hah!" teriak Stevan hingga suaranya menggema dikamar itu. "KATAKAN!" pekiknya lagi membuat Bulan semakin sulit bernafas.
Bulan terus memukuli lengan Stevan agar cengkramannya ia lepaskan. Karena dia bisa mati jika terus di cengkram seperti itu. Stevan yang emosi tak juga melepaskannya. Karena ia pikir Bulan sengaja melakukan itu agar Stevan tidak bisa menyentuhnya.
Namun beruntungnya Bulan, saat cengkraman itu masih melilit dilehernya, ponsel Stevan berdering membuat cengkraman itu terlepas dari lehernya. Bulan berlutut dan terus terbatuk mengambil nafasnya rakus karena hampir kehabisan oksigen.
"Uhuk..uhuk..uhuk..."
Stevan membiarkan Bulan yang sedang mengambil nafas dengan rakusnya. Setelah mematikan telfonnya, dia berbalik menatap Bulan yang sudah terduduk di lantai karena lemas.
"Lihat saja kau nanti!" Stevan melangkah keluar tanpa memperdulikan Bulan yang sedang menahan sakit dilehernya.
Braaakk...
Stevan membanting pintu kamar Bulan hingga membuat kedua pelayan yang berada di depan kamar itu terjungkat kaget karena ulah majikan kejam nya itu.
"Astaghfirullah... Lama-lama aku bisa terkena penyakit jantung jika terus seperti ini." lirih pelayan yang berdiri disana sembari mengusap dadanya.
Stevan masuk ke kamar utama dimana kamar itu adalah miliknya. Dia dengan langkah gelisahnya mondar-mandir karena emosi tak bisa menyentuh Bulan malam ini.
"Brengsek! Kenapa harus datang bulan! Kurang ajar!" pekik Stevan menggebrak meja yang ada dikamarnya.
Prang...prang...
Stevan menghapus semua peralatan dimeja itu hingga membuatnya terjatuh dan terpecah berserakan.
"Aku benci wanita itu!" Stevan dengan nafas memburu wajahnya di penuhi emosi.
Sedangkan Bulan di bantu kedua pelayan itu melangkah menuju kasurnya. Pelayan mengambilkan air minum dan terus mengusap punggung Nona mudanya itu dengan lembut.
"Hah...Hah...Hah... Daras predator tak tahu diri ! Kau pikir aku takut denganmu Stevan! Pria kejam! Tak punya hati!"
Bulan berteriak dengan isak tangis yang sudah tak bisa ditahan lagi. Pelayan yang melihat Nona mudanya itu meluapkan emosi hanya membiarkan saja agar majikannya itu lebih lega.
...****************...