Hari pertama di SMA menjadi langkah baru yang penuh semangat bagi Keisha, seorang siswi cerdas dan percaya diri. Dengan mudah ia menarik perhatian teman-teman barunya melalui prestasi akademik yang gemilang. Namun, kejutan terjadi ketika nilai sempurna yang ia raih ternyata juga dimiliki oleh Rama, seorang siswa pendiam yang lebih suka menyendiri di pojok kelas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moka Tora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 Konfrontasi yang tak terhindarkan
Perkemahan itu seharusnya menjadi tempat bagi para siswa untuk melepaskan penat dari rutinitas sekolah. Namun bagi Keisha, perjalanan ini menjadi lebih dari sekadar liburan; ia menghadapi konflik batin yang sulit diabaikan. Dengan Rama yang selalu berada di sisinya dan Davin yang terus berusaha mendapatkan maaf darinya, suasana perkemahan yang semula terasa damai mulai dipenuhi ketegangan tak terlihat.
~
Pagi terakhir di perkemahan tiba dengan sinar matahari hangat yang menyelinap di antara pepohonan pinus. Keisha bangun sedikit lebih awal dari yang lain. Suasana di sekitar tenda masih sepi, hanya suara burung yang terdengar mengisi keheningan pagi itu. Ia duduk di depan tendanya sambil menikmati teh hangat yang dibawa dari kantin perkemahan.
Namun, ketenangan itu tidak bertahan lama. Davin muncul dari kejauhan, berjalan mendekatinya dengan langkah hati-hati. Keisha menghela napas dalam-dalam, sudah menduga bahwa Davin pasti akan mencoba berbicara lagi.
“Keisha,” panggil Davin dengan nada pelan.
Keisha menoleh, tetapi tidak berkata apa-apa. Ia hanya menatap Davin dengan ekspresi datar, menunggu apa yang akan ia katakan.
Davin duduk di tanah, menjaga jarak agar tidak membuat Keisha merasa tertekan. “Aku tahu aku udah minta maaf berkali-kali, tapi aku tetap ngerasa ada sesuatu yang belum selesai di antara kita.”
Keisha menghela napas panjang. “Davin, aku udah bilang. Aku butuh waktu. Kamu nggak bisa terus-terusan maksa aku buat maafin kamu sekarang.”
Davin mengangguk pelan, tetapi raut wajahnya menunjukkan rasa frustrasi. “Aku ngerti, Keish. Tapi aku nggak tahan ngelihat kamu kayak gini. Aku cuma pengen kita balik seperti dulu.”
“Balik seperti dulu?” Keisha menatapnya tajam. “Davin, kamu nggak ngerti seberapa besar kamu udah ngancurin kepercayaan aku. Kamu nggak cuma ngebohongin aku, tapi kamu juga ngerusak hubungan aku sama Rama. Gimana aku bisa percaya sama kamu lagi?”
Davin terdiam. Ia tahu Keisha benar, tetapi ia tidak tahu bagaimana cara memperbaiki semuanya.
“Davin, aku nggak benci sama kamu,” lanjut Keisha. “Tapi aku juga nggak bisa pura-pura kalau semua ini nggak pernah terjadi.”
Sebelum Davin sempat menjawab, suara langkah kaki terdengar dari arah lain. Rama muncul dengan wajah sedikit tegang. Ia memandangi Keisha dan Davin bergantian, lalu berjalan mendekat.
“Apa yang kalian omongin?” tanya Rama, suaranya tenang tetapi penuh dengan ketegasan.
Keisha berdiri, mencoba menjelaskan. “Rama, nggak ada apa-apa. Davin cuma...”
“Gue cuma lagi ngobrol sama Keisha,” potong Davin, berdiri dengan wajah menantang. “Apa itu masalah buat lo, Rama?”
Rama menatap Davin dengan tajam. “Kalau ngobrolnya bikin Keisha nggak nyaman, itu jadi masalah buat gue.”
Keisha merasa ketegangan di antara mereka meningkat. Ia mencoba meredakan situasi. “Tolong, kalian berdua. Ini nggak perlu jadi masalah besar.”
Namun, Davin tidak mundur. “Rama, lo nggak ngerti gimana perasaan gue. Lo cuma datang dan langsung punya semua yang gue inginkan. Lo nggak tahu apa-apa tentang Keisha.”
Rama mengepalkan tangannya, tetapi ia tetap berusaha menjaga emosinya. “Davin, gue nggak mau ribut sama lo. Tapi kalau lo benar-benar peduli sama Keisha, lo harus ngerti kalau sekarang lo lagi nyakitin dia lebih dari yang lo pikirkan.”
Keisha berdiri di antara mereka, merasa marah dan frustrasi. “Berhenti! Kalian berdua nggak ngerti gimana perasaan aku. Davin, aku nggak bisa terus-terusan ngehadapin kamu. Dan Rama, tolong jangan buat ini jadi lebih rumit.”
Davin menatap Keisha dengan mata penuh penyesalan. “Keisha, aku cuma mau lo tahu kalau aku masih peduli sama lo.”
Rama menatap Davin dengan dingin. “Cukup, Davin. Udah jelas kalau Keisha nggak nyaman. Lo harus mundur.”
Tanpa berkata apa-apa lagi, Davin berbalik dan berjalan pergi, meninggalkan Keisha dan Rama berdiri dalam keheningan.
~
Malam itu, saat api unggun terakhir menyala, suasana di antara para siswa terasa lebih hangat. Mereka tertawa, berbagi cerita, dan bernyanyi bersama di bawah langit yang dipenuhi bintang. Namun, Keisha tidak sepenuhnya bisa menikmati momen itu. Pikirannya terus kembali ke percakapan pagi tadi.
Rama duduk di sebelahnya, mencoba membuatnya merasa lebih baik. “Keisha, kalau kamu mau cerita, aku ada di sini.”
Keisha menoleh, menatap wajah Rama yang penuh perhatian. “Aku cuma capek, Ram. Aku nggak mau drama ini terus-terusan ngikutin kita.”
Rama menggenggam tangan Keisha dengan lembut. “Aku tahu ini berat buat kamu. Tapi aku janji, aku bakal selalu ada di sisi kamu. Kita bisa lewatin ini bareng-bareng.”
Kata-kata Rama memberikan sedikit ketenangan bagi Keisha. Ia tahu bahwa meskipun Davin telah melukai kepercayaannya, Rama selalu ada untuk mendukungnya.
~
Ketika perjalanan perkemahan berakhir dan mereka kembali ke sekolah, Keisha merasa bahwa meskipun luka itu belum sepenuhnya sembuh, ia mulai menemukan kekuatannya kembali. Ia belajar bahwa tidak semua hubungan bisa diselamatkan, tetapi yang paling penting adalah menjaga mereka yang benar-benar tulus mendukungnya.
Davin, di sisi lain, mulai menyadari bahwa apa yang ia lakukan telah membawa konsekuensi besar. Ia kehilangan sahabat terbaiknya dan mungkin juga kepercayaannya selamanya. Tetapi jauh di dalam hatinya, ia masih berharap bahwa suatu hari nanti, ia bisa menebus kesalahannya dan kembali menjadi bagian dari hidup Keisha.
Namun, kehidupan remaja tidak pernah sesederhana itu. Konflik, cinta, dan persahabatan terus membentuk perjalanan mereka, membawa mereka ke arah yang tidak terduga. Dan bagi Keisha, perjalanan untuk menemukan dirinya sendiri baru saja dimulai.