"Berapa uang yang harus saya keluarkan untuk membeli satu malam mu?"
Erick Davidson, pria tajir dengan sejuta pesona, hendak menjebak seorang gadis yang bekerja sebagai personal assistan nya, untuk jatuh ke dalam pelukannya.
Elena cempaka, gadis biasa yang memiliki kehidupan flat tiba-tiba seperti di ajak ke roler coster yang membuat hidupnya jungkir balik setelah tuan Erick Davidson yang berkuasa ingin membayar satu malam bersama dirinya dengan alasan pria itu ingin memiliki anak tanpa pernikahan.
Bagaimana kisah cinta mereka? ikuti bersama!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Park alra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
GCTE | Bab 11
"Pak Erick."
Elena terbelalak tak percaya, demi melihat siapa pria yang kini jelas ada di hadapannya. Laki-laki berjas coklat muda yang mula-mula menyandarkan pinggulnya di kap mobil itu menyadari keberadaan Elena, ia yang semula menunduk kini menatap wajah Elena dengan sumringah.
"Pak Erick ngapain pagi-pagi datang kesini?" tanya Elena menghampiri bos nya itu.
"Saya merindukan mu, Elena."
Kalimat yang ingin sekali Erick ucapkan namun ia tak bisa hingga perkataan itu tertahan di tenggorokan nya dan hanya bisa ia ucapkan dalam hati.
Memindai penampilan Elena, dalam hati Erick bersyukur karena gadis itu dalam keadaan baik-baik saja dan bahkan terlihat semakin segar. Karena biasanya orang yang patah hati bisa melakukan apapun termasuk mencelakai dirinya sendiri. Itu sebabnya Erick merasa lega Elena- nya baik-baik saja.
"Hai ... " Erick mencoba berbasa-basi dengan menyapa, nada pria itu terdengar seperti mereka adalah teman sebaya bukan layaknya rekan kerja. Sontak membuat Elena semakin menerka-nerka.
Melihat Elena yang diam saja, dengan gugup Erick melanjutkan kalimatnya. "Saya kesini, ingin menjemput mu."
"Di mana pak Rudy, bapak kesini sendiri tanpa supir?" mengabaikan perkataan Erick, Elena kembali bertanya. Ia sangat tahu kebiasaan tuannya itu, tak bisa untuk tak pergi bersama seorang supir kecuali jika dalam keadaan mendesak.
"Saya ... " manik mata hazel itu bergerak tak tentu, mencoba untuk mencari jawaban yang pas.
"Bagaimana kabar mu?" akhirnya yang bisa Erick adalah mengalihkan pembicaraan.
"Saya baik."
Dan berhasil. Gadis yang bersejajar dengan nya kini tersenyum membuat ia sedikit rileks dan tak canggung.
"Seharusnya bapak tidak usah repot-repot menjemput saya langsung seperti ini. Bapak kan sangat sibuk, biasanya mobil dari kantor pun akan datang tak lama lagi untuk menjemput saya." tutur Elena merasa tak enak karena merepotkan pria itu.
"It's okay, no problem. Saya yang memang berinisiatif sendiri untuk menjemput mu. Mengingat kamu yang sudah tiga hari tak masuk kerja, saya kira kamu masih sakit itu sebabnya awal niat saya kesini ingin menjenguk mu."
"Saya sudah sehat pak," kata Elena tersenyum samar. "Terimakasih atas perhatiannya."
"Syukurlah." melihat Elena yang tersenyum, entah kenapa membuat ia tak bisa menahan diri untuk menarik sudut bibirnya. Bahasa tubuh keduanya kentara sekali canggung, Elena menyampirkan helaian rambutnya ke belakang telinga demi mengusir kegugupan, pun yang di lakukan Erick, ia terkekeh geli menyugar rambutnya dengan tangan.
"Saya sudah jauh-jauh datang kesini, mau bareng?"
Elena termenung sejenak, lalu mengangguk.
**
Di mobil, keduanya masih terlihat sama- sama berdiam diri, Erick sibuk memperhatikan ke depan sementara Elena tengah fokus menatap layar monitor iPad di tangannya melihat jadwal dan juga beberapa dokumen untuk di rampungkan.
Sesekali mata Erick akan mencuri pandang, melirik gadis bermanik coklat terang itu, lalu setelahnya Erick akan fokus kembali dalam menyetir.
"Bapak sejak kapan bawa mobil sendiri?" tanya Elena yang sejak tadi benaknya di penuhi tanda tanya besar.
"Mungkin, sejak hari itu."
"Hari ... ketika memergoki mantan pacar saya selingkuh?" terka Elena, pria itu mengangguk pelan.
"Untuk masalah itu, saya minta maaf."
Kini Elena di buat semakin bingung. "Maaf untuk apa pak?"
"Untuk masalah mantan pacar kamu."
Elena melongok sejenak lalu gadis itu mulai tertawa. "Kenapa meminta maaf pak, seharusnya saya sangat berterimakasih kepada bapak."
"Terimakasih? tanya balik Erick, kini menoleh pada gadis itu.
Elena yang semula masih menekuri tablet di tangannya kini mulai fokus pada topik obrolan.
"Ya, seharusnya saya berterima kasih. Karena berkat bapak saya bisa tahu sifat asli Vicky bagaimana. Saya awalnya sedih mengetahui bagaimana kisah cinta saya berakhir tragis, tapi bunda saya berpesan seperti ini 'hidup itu terus berjalan, maka jauhi orang yang sudah jelas menyakiti mu, jangan biarkan mereka tetap tinggal dalam hidup mu. Tuhan tahu siapa yang baik untuk mu, jadi jangan pernah menyesali siapapun yang pergi dari hidup mu karena itu berarti dia tidak baik untuk mu." Kemudian Elena tersenyum, menjeda ucapannya.
"Begitulah jadi saya berusaha menyikapi segala hal yang terjadi, jika memang memalui perantara pak Erick, saya jadi tahu kalau Vicky itu pria yang tak baik untuk saya. Jadi secara tidak langsung, bapak sudah menyelamatkan hidup saya." terang gadis itu dengan bibir terkulum semakin lebar.
Terpanah sejenak, Erick menatap wajah cantik itu intens sekali, ada sorot binar kekaguman yang sangat terpancar di matanya untuk Elena. Setiap perkataan gadis itu seperti sihir yang terus menerus membuat nya jatuh cinta pada perempuan itu.
Termenung sekilas, Elena mengingat sesuatu kemudian ia kembali menatap Erick. "Jika di hitung- hitung bapak sudah tiga kali menyelamatkan saya."
"Bapak ingat, waktu saya pertama kali bekerja," terkekeh sesaat Elena menjeda perkataannya, mengingat kembali moment yang sempat terlupakan.
"Saya pernah terlambat untuk menghadiri meeting dengan klien penting, bapak menyelamatkan dengan mewakili saya meminta maaf pada saat itu. Lalu saat terjadi kebakaran di gedung yang baru di resmikan, bapak juga lagi-lagi menyelamatkan hidup saya ketika tim pemadam kebakaran tak bisa menemukan saya. Dan kini juga kembali menyelamatkan saya dari hubungan toxic yang bisa saja menghancurkan hidup saya suatu saat nanti."
Mengingat kembali moment- moment saat itu membuat Erick tak bisa menyembunyikan lekuk bibirnya.
"Saya semakin mencintai mu Elena.
Bagaimana cara saya untuk mengungkapkan nya?
Saya terlalu pengecut.
Kau tahu? mungkin tim pemadam kebakaran tak mengetahui keberadaan mu saat itu.
Tapi hati saya selalu terhubung padamu Elena.
Kapan pun kau dalam bahaya atau kesulitan, saya akan selalu ada, di samping mu bahkan menjadi orang yang pertama kali ada di pandangan mu.
Kau tahu Elena, cinta ini semakin membutakan saya, tapi saya tidak tahu cara untuk mengungkapkan nya."
Erick menatap wajah gadis di sampingnya yang terlihat antusias bercerita, matanya menatap dalam pada Elena. Seolah seluruh pusat kehidupannya ada pada gadis itu.
Sejak dulu, jika Erick mau ia bisa saja mendapatkan Elena dengan kekuasaan yang ia miliki, dengan begitu mudahnya.
Tapi tidak, Erick tak ingin memaksa gadis nya. Seumpama cintanya pada Elena yang datang begitu saja dan menetap abadi di hatinya.
Ia ingin Elena menyadari itu. Jadi yang di lakukan Erick adalah menunggu.
Menunggu hingga Elena siap untuk menerima cintanya. Ia akan bersabar, tak ingin gegabah.
Menikmati setiap momen demi momen kebersamaan mereka, ia ingin Elena- nya bahagia, tentu saja mungkin dengan atau tanpa dirinya.
Karena sejatinya, cinta adalah di saat melihat orang yang kau ingin lihat bahagia selamanya yang kau bisa.
Meskipun kau tidak bisa memiliki nya, asalkan dia bahagia, itu sudah cukup.
Dan inilah yang tengah di lakukan Erick untuk Elena-nya.