Raisa memiliki prinsip untuk tidak memiliki anak setelah menikah. Awalnya Edgar, suaminya menerima prinsip Raisa itu. Tapi setelah 6 tahun pernikahan, Edgar mendapatkan tekanan dari keluarganya mengenai keturunan. Edgar pun goyah dan hubungan mereka berakhir dengan perceraian.
Tanpa disadari Raisa, ternyata dia mengandung setelah diceraikan. Segalanya tak lagi sama dengan prinsipnya. Dia menjadi single mother dari dua gadis kembarnya. Dia selalu bersembunyi dari keluarga Gautama karena merasa keluarga itu telah membenci dirinya.
Sampai suatu ketika, mereka dipertemukan lagi tanpa sengaja. Di saat itu, Edgar sadar kalau dirinya telah menjadi seorang ayah ketika ia sedang merencanakan pernikahan dengan kekasihnya yang baru.
Akankah kehadiran dua gadis kecil itu mampu mempersatukan mereka kembali?
Follow Ig : @yoyotaa_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yoyota, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 11
"Apa saya membuat kesalahan, Pak?" tanya Raisa ketika berada di ruangan Pak Iko, manager restoran.
"Nggak sama sekali."
"Terus kenapa saya dipanggil ya, Pak?" Raisa benar-benar bingung kenapa dirinya dipanggil.
"Kamu tahu kan, pelanggan VIP kita yang selalu datang tiap seminggu sekali kesini?"
"Tau, Pak," jawab Raisa.
"Dia ingin bertemu kamu, temuilah dia di ruangan VIP."
"Kenapa dia ingin bertemu saya, Pak?"
"Temui saja dia, dan tanyakan langsung padanya. Cepat kamu kesana, jangan buat dia kecewa. Dia pelanggan VIP kita."
"Tapi ... "
"Nggak ada tapi-tapian Raisa. Oh, iya ganti dulu seragam kamu ini sebelum bertemu dengannya."
Raisa pun mengangguk dan keluar dari ruangan Pak Iko. Dia masuk ke ruangan khusus untuk pegawai dan mengambil pakaian gantinya yang ada di loker.
Setelah berganti pakaian, Raisa berjalan menuju ke ruangan VIP. Dia begitu gugup karena biasanya dia hanya membuatkan makanan untuk beliau. Bahkan melihat wajah orang tersebut saja hanya sesekali saja.
"Selamat malam Pak Baskoro," sapa Raisa.
"Malam Raisa, silahkan duduk!"
Raisa pun duduk di hadapan Pak Baskoro, pelanggan VIP di restoran tempatnya bekerja. Dia mau menanyakan alasannya kenapa Pak Baskoro ingin bertemu dengannya, tapi ternyata tanpa perlu ditanya, Pak Baskoro malah menceritakannya duluan.
"Nggak usah bingung, dan bertanya-tanya kenapa saya memanggil kamu kesini. Selama bertahun-tahun saya jadi pelanggan tetap disini. Saya selalu kagum dengan sikap dan karakter kamu. Jujur, saya tertarik dengan kepribadian kamu itu. Apalagi kamu pun sangat pandai memasak. Benar-benar sangat cocok untuk jadi istri."
Pikiran Raisa seketika langsung tertuju pada kata istri. Dia berpikir kalau Pak Baskoro ingin memperistrinya. Raisa sungguh tidak mau, apalagi usia Pak Baskoro ini sangat cocok untuk jadi orang tua Raisa saja. Raisa jadi gelisah dan berkeringat dingin di tangannya.
"Maaf Pak, tapi ... tapi saya tidak mau jadi istri Bapak," jawab Raisa sambil menunduk saking takutnya menyinggung perasaan Pak Baskoro.
Bukannya marah, Pak Baskoro malah tertawa begitu renyah.
"Haha, kamu ini lucu sekali Raisa. Memangnya siapa yang mau menikah lagi? Saya pun mencintai istri saya."
Raisa langsung mendongak dan jadi terheran-heran.
"Maksud perkataan saya tadi ke kamu. Saya ingin mengenalkan putra saya ke kamu. Siapa tahu kan, nanti kamu jadi menantu saya."
Raisa jadi lega karena dia tidak dijadikan istri kedua, ataupun simpanan dari Pak Baskoro. Tapi tetap saja, dia masih belum bisa membuka hatinya untuk orang lain.
"Maaf sebelumnya Pak karena saya salah mengira ucapan Bapak."
"Ah, tidak, tidak apa-apa. Wajar kalau kamu mengira begitu. Perkataan saya tadi memang ambigu, kan? Tapi gimana soal tawaran saya tadi? Apa kamu mau jika saya kenalkan dengan putra saya?"
Raisa menghela napasnya lebih dulu sebelum menjawab. Ia tak ingin membuat orang kecewa. Makanya kalaupun menolak, ia harus menolak dengan sopan.
"Bapak pasti tahu kalau saya adalah janda dengan dua anak."
"Lantas, apa yang salah dengan itu? Kamu ibu yang baik. Bahkan saya jadi kagum karena kamu single mom. Sulit untuk membesarkan anak sendirian. Tidak semua orang bisa melakukannya."
"Maaf, tapi saya benar-benar belum memikirkan pasangan Pak. Sekali lagi saya minta maaf."
Raisa benar-benar merasa tidak enak hati.
"Wah, kasihan sekali putra saya. Padahal saya belum mempromosikannya dengan baik padamu, Raisa. Tapi dia sudah ditolak mentah-mentah."
"Bukan begitu Pak, saya ... saya ...."
"Sudah, tidak apa-apa. Jangan terlalu dipikirkan. Putra saya juga memang masih belum mau menikah. Saya saja yang sudah kebelet pengen punya cucu."
Raisa benar-benar merasa lega karena Pak Baskoro tidak marah padanya. Tapi ia jadi tidak enak hati ketika sudah menolak tapi masih dipersilahkan untuk makan bersama Pak Baskoro. Apalagi menunya sangat enak-enak sekali. Kalau menolak lagi, rasanya mungkin Pak Baskoro akan lebih kecewa. Makanya dia pun menerima tawaran makan itu.
Selesai makan, Raisa pun pamit pergi, tapi sebelum dirinya benar-benar pergi, Pak Baskoro mengucapkan kalimat lagi.
"Kalau nanti kamu berubah pikiran, tolong katakan ke saya ya. Putra saya itu sangat tampan dan sangat kompeten dalam pekerjaannya."
Raisa hanya bisa mengangguk saja tanpa mengatakan apapun lagi.
Ketika berada di ruang karyawan, ada Rani disana. Rani bertanya-tanya tentang alasan nya dipanggil. Rani pun jadi heboh sendiri ketika mendengarkan penjelasan Raisa.
"Oh My God! Itu beneran Mba? Astaga! Aku jadi penasaran seperti apa putranya Pak Baskoro itu! Bapaknya saja walau sudah berumur masih kelihatan berkarisma apalagi anaknya?"
"Kalau begitu, kamu aja yang kenalan sama dia kalau penasaran mah. Aku nggak tertarik untuk menjalani hubungan spesial dengan pria di waktu-waktu sekarang karena fokusku bukan lagi itu tapi si kembar."
"Sayangnya, yang Pak Baskoro mau itu Mba Raisa, mana bisa jadi aku yang dikenalkan ke putra beliau? Nggak salah sih, kalau Pak Baskoro mau menjadikan Mba sebagai menantunya, Mba Raisa emang cantik banget. Mana Mba adalah seorang ibu yang sempurna untuk si kembar. Didikan Mba ke si kembar top banget pokoknya. Aku malah kalau nanti punya anak ingin belajar dari Mba."
Mendengar pujian itu dari Rani, Raisa hanya bisa tersenyum kecut. Ibu yang sempurna dari mananya? Dia banyak kurangnya, banyak sekali.
"Jangan memujiku secara berlebihan, kamu juga cantik Rani. Aku bukan ibu yang sempurna. Aku hanya berusaha sebaik mungkin sesuai kemampuanku. Aku pulang dulu ya Ran."
"Iya, hati-hati Mba."
*
*
Raisa mengendarai motornya untuk pulang ke rumahnya. Di perjalanan, tepatnya di lampu merah, mobil Bimo tampak berhenti di samping motor Raisa. Di saat ingin menegur Raisa untuk memastikannya, lampu apil sudah berubah warna jadi hijau. Bimo pun kehilangan Raisa.
"Sial! Kenapa harus segera hijau sih!?"
Bimo memukul kemudinya karena kesal. Tapi tiba-tiba banyak bunyi klakson dari belakang mobil Bimo. Bimo pun sadar dan segera melajukan mobilnya menuju ke Bar tempat perkumpulannya dengan Levi dan Edgar.
"Kalian pasti tidak akan percaya, apa yang aku lihat tadi di lampu merah."
"Palingan juga pengamen jalanan, atau manusia silver, atau bisa jadi ketemu banci, haha."
"Bukan, aku melihat Raisa."
"Raisa?" gumam Edgar lirih.
"Jangan becanda deh, Bim! Selama delapan tahun ini aja, kita nggak pernah ketemu dia sama sekali."
"Beneran deh! Aku nggak bohong! Kamu tahu sendiri kan, kalau soal wanita cantik, mana mungkin aku bisa salah lihat!"
Kini Levi jadi terdiam, seolah membenarkan ucapan Bimo. Dia sedikit melirik ke Edgar yang sedari tadi tak memberikan tanggapan apapun.
"Kalau begitu, kenapa nggak kamu sapa atau kamu ajak kesini?"
Ucapan Levi membuat Edgar terkejut dan melihat ke arah Levi.
"Raisa kan teman kita juga walaupun dia sudah bercerai dari kamu," ucap Levi yang membuat Edgar tak menatap Levi lagi.
"Lampunya keburu hijau, terus kan Raisa naik motor, jadi lebih gesit lajunya."
"Hih! Dasar! Tak usah cerita kalau gitu."
"Tapi dia jadi semakin cantik. Tubuhnya jadi lebih berisi daripada saat menjadi Edgar dulu yang terlalu kurus."
"Wah, itu artinya, Raisa memang jadi lebih bahagia setelah berpisah," ucap Levi yang sedikit memprovokasi Edgar untuk mulai bicara.
Hanya ditanggapi dengan lirikan tajam oleh Edgar.
Harusnya kamu tanya hatimu, Gar. Kenapa selama ini kamu masih ragu ke Tamara? Apa di hatimu masih ada Raisa atau tidak? Karena setiap kali kita membicarakan Raisa, aku rasa sikapmu terasa berbeda. Sorotan matamu mengisyaratkan kalau kamu masih menginginkan Raisa.
*
*
TBC