Aku wanita yang menjunjung tinggi kesetiaan dan pengabdian pada seorang suami.
3 tahun mengarungi bahtera rumah tangga, aku merasa menjadi wanita paling bahagia karena di karuniai suami yang sempurna. Mas Dirga, dengan segala kelembutan dan perhatian yang selalu tercurahkan untukku, aku bisa merasakan betapa suamiku begitu mencintaiku meski sampai detik ini aku belum di beri kepercayaan untuk mengandung anaknya.
Namun pada suatu ketika, keharmonisan dalam rumah tangga kami perlahan sirna.
Mas Dirga diam-diam mencari kebahagiaan di tempat lain, dan kekecewaan membuatku tak lagi memperdulikan soal kesetiaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
"Mas.? Tumben udah pulang." Aku sedikit terkejut melihat Mas Dirga menghampiriku di dapur. Es boba pemberian dari Mas Agam langsung aku letakan di atas meja makan.
"Iya Dek, kerjaan hari ini nggak terlalu banyak." Mas Dirga menyambut uluran tanganku. Aku mencium punggung tangannya sebelum menghambur ke pelukan Mas Dirga. Membenamkan wajah di dada bidangnya, menghirup dalam-dalam aroma tubuh Mas Dirga yang khas dengan wangi parfum maskulin.
Tidak ada lagi wangi vanila yang menempel di kemeja Mas Dirga. Apa mungkin alasan yang diberikan oleh Mas Dirga memang benar adanya.?
Atau hari ini Mas Dirga tidak bertemu dengan wanita pemilik parfum vanila itu.?
Jika dugaan kedua benar, itu artinya wanita tersebut tidak berada di kantor yang sama dengan Mas Dirga.
"Kenapa Dek.?" Usapan lembut tangan Mas Dirga di punggungku tak lagi terasa seperti biasanya. Apa karna kepercayaanku padanya mulai pudar.? Entahlah, yang jelas sentuhnya tak lagi membuatku nyaman.
"Nggak papa Mas." Segera kulepaskan pelukanku. Lagipula memeluk Mas Dirga hanya untuk memastikan saja ada aroma vanila atau tidak.
"Mas mau mandi sekarang.? Aku siapin baju gantinya dulu ya." Saat hendak beranjak, Mas Dirga menahan tanganku.
"Mas baru sadar rambut kamu beda,," Katanya Seraya menyentuh rambutku. Senyum di bibirnya tampak mengembang.
"Tumben mau ganti warna rambut nggak bilang dulu." Mas Dirga masih memperhatikan penampilan rambutku.
"Sengaja mau kasih kejutan sama Mas. Bagus nggak.?" Tanyaku meminta Mas Dirga mengomentari warna rambutku. Mas Dirga mengangguk cepat. Aku tau dia menyukainya, terlihat dari sorot mata dan raut wajahnya.
"Bagus. Istri Mas tuh udah cantik dari lahir, jadi mau diapain rambutnya juga tetep cantik." Jawabnya memuji. Sebuah kecupan singkat mendarat di bibirku. Hanya senyum tipis yang kuberikan untuk merespon pujiannya.
"Mas sampai lupa,," Mas Dirga tiba-tiba membuka tas kerjanya. Sebuah box parfum dia keluarkan dari dalam tas.
"Ini parfum vanila yang kamu minta." Box parfum itu disodorkan padaku. Aku langsung mengambilnya. Entah harus senang atau sedih menerima parfum ini. Aku tak bereaksi apapun, hanya menatap datar dengan pikiran yang berkecambuk.
Misteri parfum vanila ini harus segera di pecahkan agar aku tidak menduga-duga sendiri dan tidak berburuk sangka pada Mas Dirga.
Karna soal Mas Dirga yang bermain di belakangku baru dugaanku dan feeling ku saja. Dan belum ada bukti yang kuat untuk membenarkan dugaan tersebut.
"Makasih Mas,," Aku tersenyum lebar saat menerima parfum dengan merk cukup terkenal itu yang sudah pasti memiliki harga di atas 1 juta.
"Sama-sama Dek,," Mas Dirga mengusap lembut pipiku.
"Siapin bajunya nanti aja, Mas belum mau mandi." Mas Dirga berjalan ke arah meja makan.
"Kamu baru sampai rumah ya Dek.?" Tanyanya seraya menyambar paper bag berisi minuman dari Mas Agam. Aku lantas menyusulnya dan ikut duduk di samping Mas Dirga.
"Aku pulang jam 3 Mas,," Jawabku.
"Itu minuman dari Mas Agam. Katanya buat kita,," Ucapanku membuat Mas Dirga tidak jadi meminum boba yang sudah ada di tangannya.
"Agam.? Tumben kasih minuman segala." Mas Dirga menatapku serius.
"Beberapa hari lalu aku sempat ngasih nasi goreng, habisnya sayang kalau nggak kemakan."
"Terus dia balikin piring sekalian ngasih minuman itu." Penjelasan panjang lebar ku hanya di tanggapi anggukan kepala oleh Mas Dirga. Baru setelah itu dia menyeruput minumannya.
Aku juga ikut meminumnya. Ternyata perkataan Mas Agam benar, minuman ini jauh lebih enak di banding dengan minuman yang sering di belikan oleh Mas Dirga untukku. Rasanya jauh lebih segar dan tidak terlalu manis.
"Di dekat kantor Mas nggak ada kedai boba yang kayak gini.?" Tanyaku. Aku menarik cemilan kesukaannya untuk di sodorkan pada Mas Dirga.
Dia sangat suka mengemil dan banyak makan, mungkin karna tidak merokok. Kata ibu-ibu tetangga di rumah yang lama, itu salah satu perbedaan antara laki-laki yang merokok dan tidak.
"Memangnya kenapa.? Kamu lebih suka yang ini ya.?" Tebak Mas Dirga. Aku menganggukkan kepala.
"Ini lebih seger Mas, nggak bikin enek." Kataku.
"Mas nggak tau ada atau nggak. Tapi nanti Mas coba cari dulu." Ujarnya. Mas Dirga sebaik itu memang. Dia akan menuruti semua keinginanku.
...****...
Pagi itu setelah mengantar Mas Dirga sampai di depan rumah, aku langsung membersihkan teras dan carport.
Rencananya nanti sore aku akan datang kekantor Mas Dirga. Karna tadi sebelum berangkat, Mas Dirga bilang kalau hari ini akan pulang terlambat.
Aku hanya ingin memastikan apa Mas Dirga benar-benar berada di kantor, atau justru keluar dari kantor setelah jam pulang.
Keanehan Mas Dirga harus segera di selidiki. Aku tidak mau kecolongan. Jangan sampai dia mengkhianati ku dan aku tidak tau sama sekali seperti orang bodoh.
Tak perlu menanyakan langsung pada Dirga tentang kecurigaanku, karna kalaupun itu benar, Mas Dirga pasti tidak akan mengakuinya. Jadi lebih baik aku mencari bukti dulu.
"Kamu baru pulang tadi malam, dan sekarang mau pergi lagi.?!!" Suara bentakan Mas Agam dari dalam rumah membuatku tersentak kaget.
"Aku pergi juga karna urusan pekerjaan, bukan untuk bersenang-senang.!!" Suara Mbak Karina tak kalah tinggi dari Mas Agam. Aku tertegun di tempat, miris sekali rasanya mendengar pertengkaran mereka. Mereka jarang ada waktu berdua, tapi sekalinya bertemu bukannya saling bermesraan, justru bertengkar hebat seperti itu.
"Pekerjaan seperti apa yang kamu maksud hah.?!!"
"Kamu lupa sam pekerjaan istrimu.?!! Apa aku harus menjelaskannya lagi.?!"
Mendengar suara yang semakin dekat, aku lantas buru-buru masuk ke dalam rumah. Jangan sampai mereka melihatku ada di teras.
"Karina.!! Aku bilang berhenti.!!"
"Lepas Mas.!! Aku sudah terlambat.!!"
Tak lama terdengar suara pintu mobil yang di tutup kencang, setelah itu deru mobil terdengar kian menjauh.
Entah kehidupan rumah tangga seperti apa yang di jalani oleh mereka berdua. Aku pasti tidak akan tenang dan bahagia kalau sering terjadi pertengkaran seperti itu.
Aku jadi memikirkan Mas Agam. Kasihan sekali hanya di bohongi oleh Mbak Karina.
Aku yakin kepergian Mbak Karina barusan bukan untuk urusan pekerjaan. Pasti akan bertemu lagi dengan pria yang bersamanya saat di mall kemarin.
sesuai judul selimut tetangga...
kalo security yang datang kerumah Bianca... judulnya pasti rubah jadi selimut security /Smile/
klo bia membalas selingkuh dngn agam sama aja 11 12 dong