Menginjak usia 32 tahun, Zayyan Alexander belum juga memiliki keinginan untuk menikah. Berbagai cara sudah dilakukan kedua orang tuanya, namun hasilnya tetap saja nihil. Tanpa mereka ketahui jika pria itu justru mencintai adiknya sendiri, Azoya Roseva. Sejak Azoya masuk ke dalam keluarga besar Alexander, Zayyan adalah kakak paling peduli meski caranya menunjukkan kasih sayang sedikit berbeda.
Hingga ketika menjelang dewasa, Azoya menyadari jika ada yang berbeda dari cara Zayyan memperlakukannya. Over posesif bahkan melebihi sang papa, usianya sudah genap 21 tahun tapi masih terkekang kekuasaan Zayyan dengan alasan kasih sayang sebagai kakak. Dia menuntut kebebasan dan menginginkan hidup sebagaimana manusia normal lainnya, sayangnya yang Azoya dapat justru sebaliknya.
“Kebebasan apa yang ingin kamu rasakan? Lakukan bersamaku karena kamu hanya milikku, Azoya.” – Zayyan Alexander
“Kita saudara, Kakak jangan lupakan itu … atau Kakak mau orangtua kita murka?” - Azoya Roseva.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11 - Menjauhlah
"Selamanya kamu akan menjadi tanggung jawabku."
Sebuah kalimat yang terdengar biasa akan tetapi kenapa Azoya mendadak tidak bisa berhenti memikirkannya. Sudah dua jam tanpa hasil dan dia masih berkutat di meja belajar tanpa berniat untuk tidur segera.
Ceklek
"Belum tidur?"
Kebiasaan sekali, tanpa mengetuk ataupun meminta izin lebih dulu dia akan masuk sesukanya. Salah Zoya sendiri kenapa tidak dikunci hingga membuat Zayyan sebebas itu masuk ke kamarnya ketika malam mulai larut begini.
"Belum," jawabnya singkat sembari melirik Zayyan yang kini kian mendekat dan memerhatikan kegiatan Zoya.
"Belajar apa? Apa ada yang sulit?"
Zayyan bersandar di ujung meja belajar Zoya sembari memasukkan tangan ke saku celananya. Dia pandangi adiknya yang kini benar-benar sudah dewasa, bibir merah muda yang tampak mungil namun berisi itu sukses membuat batin Zayyan bergetar tanpa sengaja.
"Tidak, sudah hampir selesai ... sebentar lagi aku akan tidur."
Niat hati mengusir Zayyan namun yang terjadi justru berbeda. Pria itu mengembalikan ponsel Zoya yang sempat dia sita kemarin, wajah cemberut Azoya sedikit berubah dan kini mulai menatapnya terang-terangan.
"Tumben, biasanya harus ngemis dulu," ungkap Azoya membuat Zayyan tersenyum tipis, Zoya terlalu bahagia hingga tidak bisa menerka apa yang akan terjadi sebenarnya.
"Ganti bajumu, ikut aku sekarang."
"What? Kakak datang malam begini dan berniat mengajakku pergi?" tanya Zoya seraya mengerutkan dahinya, seakan tidak punya waktu selain malam hari.
"Hm, kenapa memangnya? Lagipula pagi masih panjang ... tidak ada salahnya kita menghabiskan malam di luar sana," ujarnya kemudian. Jika dahulu Zoya akan senang diajak keluar malam oleh Zayyan, malam ini kenapa dia sedikit berbeda dan firasatnya amat tidak nyaman.
"Kakak mau ajak aku kemana?"
Tanpa menjawab, Zayyan menuju lemari untuk mengambil pakaian sang adik. Pria itu mengambilnya asal dan tanpa pikir panjang, tidak peduli Zoya akan mau atau tidak mengenakannya.
"Sepuluh menit, aku tunggu."
Benar-benar tidak bisa diselamatkan lagi, jiwa pemaksa Zayyan sudah di atas rata-rata. Azoya kembali berpikir dan menyadari ada satu hal yang aneh dengan sang kakak. Ya, kaki pria itu tampak biasa saja padahal tadi siang dia meringis seolah manusia paling menderita.
Hendak kemana juga tidak Zayyan jawab, akan tetapi jika dipikir-pikir lagi memang lebih baik dia ikut Zayyan. Sudah jelas Agatha mengadu dan Zoya tidak ingin jadi sasaran kemarahan sang mama malam ini.
Mini dress yang Zayyan pilih memang cantik, salah satu pakaian kesayangan Zoya. Sepuluh menit Zayyan menunggu di luar, wanita itu benar-benar bersiap seakan dia yang menginginkan kepergian ini. Make-up tipis dengan rambut yang dia gerai dengan sengaja tampaknya sudah begitu pas, sekalipun nanti Zayyan membawanya ke hadapan orang penting tidak akan membuat pria itu malu.
Sepuluh menit yang Zayyan katakan, akan tetapi dia justru butuh waktu lebih dari itu. Zoya menatap sang kakak dengan sedikit takut kala sudah di hadapan pria itu, jelas saja dia khawatir Zayyan akan marah.
"Sudah?" tanya Zayyan sembari mengulas senyum, tidak ada kemarahan di sana. Yang ada hanya kekaguman akan kecantikan adiknya malam ini.
"Cantik sekali, jangan begini di hadapan pria lain, Zoya."
Senyum Zayyan usai memujinya membuat Zoya berdesir. Tatapannya berbeda dan Zoya menyadari hal itu namun dia berusaha untuk terlihat biasa saja dengan pujian manisnya.
Tanpa membuang waktu, keduanya sudah keluar dari rumah tanpa izin sang papa tentu saja. Pertama kali setelah dua tahun Zayyan mengajak Azoya keluar di malam hari, dan faktanya ketika sudah menelusuri jalanan kota Azoya terlihat menikmati.
"Sudah lama tidak keluar malam begini, kita mau kemana?"
"Nanti juga kamu akan tahu, pasti kamu suka."
Masih sama seperti sebelumnya, Zayyan belum memberitahukan tujuannya dan masih terus fokus mengemudi dengan kecepatan sedang. Beberapa kali dia menatap pergelangan tangan seraya menghela napas panjang, entah apa yang membuat dia gusar.
.
.
.
Di luar dugaan, sama sekali tidak Zoya duga pria itu membawanya ke tempat yang luar biasa asing namun dia mengetahui tempat ini. Zoya hendak menolak namun Zayyan menggenggam tangannya begitu erat, wajah Zoya sudah panik apalagi kala dia menyadari alunan musik dan sorot lampu yang gemerlap di tempat ini kian menjadi.
"Kak! Gilla ya? Kenapa ajak aku ke sini?" tanya Azoya dengan nada tinggi karena suaranya bahkan hampir kalah dengan musik yang memekakan telinga itu.
"Kenapa memangnya? Jangan khawatir, kamu aman bersamaku," ungkap Zayyan mengulas senyumnya, di posisi ini siapapun jelas akan semakin takut.
Begitu banyaknya manusia yang menjadikan tempat ini sebagai pelarian masalah. Zayyan tetap menarik tangan sang adik dan mengajaknya untuk duduk di tempat yang tidak berdesak-desakan begini.
Mata Zoya dibuat membulat sempurna kala melihat bagaimana gemerlapnya dunia malam. Baru juga duduk beberapa menit, seorang wanita cantik dengan pakaian luar biasa terbuka datang dan duduk di sisi kiri Zayyan.
"Kak."
Mata Zoya mendelik kala tangan wanita itu kian lancang menelusuri dada sang Kakak. Lebih menyebalkannya lagi, Zayyan tampak menerima dan diam saja kala wanita itu mengecup wajahnya.
"Zayyan!!" bentak Zoya namun sama sekali tidak Zayyan gubris, pria itu justru kian kini mengikis jarak hingga menyisakan beberapa centi lagi bibir keduanya bertemu.
"Ck, siallan menjauhlah dari Kakakku!!" Zoya mendorong paksa wanita itu dengan kasarnya dan duduk di pangkuan Zayyan tanpa pikir panjang, reaksi spontan kala seorang adik tidak ingin kakaknya melakukan sesuatu di luar batas.
"Sana pergi, mau apalagi di sini." Mata Zoya mendelik tajam dan hal itu sontak membuat wanita dengan kulit putih dan dada penuh itu pergi dengan tatapan kecewa karena gagal mendapatkan calon pelanggannya.
"Mau berapa lama duduk di sini? Betah? Hm?" Zoya yang sejak tadi masih terus memandangi wanita itu dengan penuh kebencian dibuat terkejut dengan suara berat Zayyan, tatapan keduanya sejenak terkunci dan Zoya cepat-cepat berpindah ke sisi Zayyan.
"Kenapa dilarang? Namanya cari uang biarkan saja, Zoya." Zayyan menarik sudut bibir dan sikap sang adik berhasil membuat sesuatu dalam dirinya terasa berbeda.
"Kenapa? Kakak tanya kenapa? Kakak mengajakku ke tempat ini hanya untuk melihat bagaimana kebaikan hatimu untuk wanita-wanita seperti tadi?" tanya Azoya dengan tatapan luar biasa tajamnya, untuk pertama kali dia benar-benar marah dan berhasil membuat Zayyan tersenyum tipis.
"Lebih dari itu, Zoya ... aku ingin kamu membuka mata boddohmu itu," tegas Zayyan dan hal itu hanya membuat Zoya kian bingung.
- To Be Continue -
perjuangkan kebahagiaan memang perlu jika Zoya janda ,tapi ini masih istri orang
begoni.....ok lah gas ken