Cinta pertama, sesuatu yang menurut orang tak bisa dilupakan dengan mudah, mungkin itu juga yang terjadi pada Alya.
-Kamu cinta pertamaku, ku harap aku dan kamu akan selalu menjadi KITA-
Alya khumaira.
Namun bagaimana jika Alya tau bahwa dirinya hanya menjadi bahan taruhan saja? Mampukah Alya melupakan segalanya?
Dan bagaimana jika suatu hari di masa depan ia bertemu kembali dengan cinta pertamanya?
Mampukah dia menghadapi Cinta sekaligus Kesakitannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cemburu kah?
Juaidi terlalu mendalami peran hingga tak menyadari ada cowok tampan di Kios Alya,
"Eh, siapa Lo?" tanya nya.
"Gue.." Faris akan bicara bahwa dia pacar Alya namun Alya lagi-lagi menutup mulutnya "Apaan sih" Faris menepis tangan Alya.
"Dia temen Jun.." Faris mengeryit tak suka kenapa dia tak mau mengakui kalau dia pacarnya,yah meskipun cuma dia yang mengklaim dan Alya tak pernah setuju, tapi tetep aja kan Alya gak boleh melawan dan membantahnya.
Apa Alya sengaja, jangan-jangan Alya suka sama si Juned ini jadi dia gak ngaku, sialan!.
"Ah, bohong Lo.. Lo pacaran kan?"
"Berisik kamu, Juned, atau Aku gak kasih lagi nih telor nya terus kamu di marahin Umi, mau?"
"Ck, ah, iya, iya mana siniin telornya" Junaidi mencebik lalu mengambil telor nya "Awas ya, ketahuan pacaran aku kasih tau Ibu, tau rasa kamu" bisiknya lalu pergi.
"Baek, baek kamu Jun, kena karma lagi nanti" Alya hampir tertawa lagi namun urung saat melihat Faris cemberut, kenapa tuh si F4 kawe?
"Pake bisik-bisik segala"
"Eh..?"
"Lo, sengaja yah, gak bilang kalau gue pacar Lo, Lo suka sama si Juned itu"
"Hah?" Alya melongo tak percaya, Apaan sih?
"Kenapa diam malah melongo lagi! Lo suka ya sama si Juned itu" katanya lagi.
Alya mengatupkan mulutnya, kenapa lagi sih, dari tadi dia diam dan gak nyinggung Faris, bahkan dia tadi lebih sibuk bicara dengan si Juned.. kok Faris jadi marah.
Atau Faris cemburu?.. eh..?
Alya ingin memukul kepalanya, sepertinya ini gara gara tadi pagi dia gak keramas makanya otaknya kotor, mana Ada Faris cemburu, dia kan cuma pacar mainan saja, dan cuma gara gara taruhan.
Faris mendengus Alya berubah diam lagi, padahal tadi waktu sama Junaidi banyak banget ngomongnya, sampai tertawa ngakak lagi.
Sebenarnya Faris merasa panas saat melihat Alya akrab dengan pria lain, apalagi melihat Alya dengan telaten mengobati luka Junaidi, makanya dia buru buru memberikan uangnya ke Alya agar segera memberikan keinginan si Juned dan dia cepetan pergi, dia seperti terbakar cemburu.. eh?
Faris menggeleng, tidak, Faris hanya tidak suka dikalahkan orang lain, dan panas ini pasti gara gara kipas di kios Alya terlalu kecil "Heh, itu kipas gak ada yang lebih gede apa, Gue gerah tau!"
Alya melengos, terserah lagian siapa suruh masih disini.. Alya gak minta, Alya bahkan akan jauh lebih bersyukur saat Faris pergi.. gak usah balik lagi sekalian.
Alya duduk sambil menunggu Ibunya, namun hari sudah sore ibunya belum kembali, ponsel di tangan Alya berdering dan nama Ibunya tertera Alya segera mengangkatnya karena dilanda Khawatir.
"Ya, Bu"
"Al, Ibu ketiduran maaf ya, kamu bisa tutup kiosnya sendiri, Ibu belum masak, niatnya tadi ibu cuma rebahan aja. eh, ibu kebablasan tidurnya"
"Iya Bu, gak papa biar Alya bisa tutup sendiri"
"Makasih ya Nak"
"Siapa?" Alya melihat kearah Faris yang masih duduk di kursi, betah banget sih katanya panas, bukannya cepetan pergi, untung Ibu gak balik lagi, kalau Ibu balik lagi ke kios mau jelasin apa coba.
"Ibu, katanya gak kesini lagi aku disuruh tutup kios sendiri"
Alya mulai merapikan dagangan dan memasukan barang barang yang terpajang diluar, lalu merapikan uang hasil jualan, hari ini hasilnya lumayan biasanya Ibu akan menyisihkan buat sedekah sama nabung untuk kuliah Alya katanya.
Makanya Alya punya tanggung jawab sekolah yang bener biar bisa masuk Universitas.
"Kakak, mau keluar ga?" tanya nya pelan dan lembut.
"Lo, ngusir gue.."
Ih sensitif banget sih "Enggak kak, kan kios nya mau di tutup, jadi kakak harus keluar aku mau kunci"
Faris mencebik "Kenapa gak ngomong"
Alya mengeram dalam hati 'Sabar, sabar' Alya tak boleh marah, pada orang berkuasa ini, jadi dia harus menahannya.
Alya menurunkan roling door untuk menutupnya, dia naik keatas bangku kerena memang badannya yang pendek tak bisa menjangkaunya.
Alya sudah terbiasa melakukannya, dan Faris hanya menonton saja, namun saat ini pintunya tiba- tiba macet "Ini gimana sih" Alya menarik lebih keras namun malah kursi yang ia naiki oleng "Eh.."
Faris segera menahan kursi agar tak terjatuh, lalu berdecak "Makanya jangan jadi pendek" Faris menarik roling door dia tak perlu repot naik kursi, dia sudah tinggi, dengan tenaganya sekali hentakan pintu pun berhasil diturunkan, namun yang tak disadari Faris posisinya dan Alya terlalu dekat, dia mengungkung Alya dengan tangannya, saat menyadari Alya mendongak dan melihat Faris yang juga melihat kearahnya, jakun Faris naik turun seolah sulit menelan ludahnya, dia bisa melihat wajah Alya yang mendongak keatas dengan dagu terangkat, mata bulat dengan bulu mata lentik, pipi mulus sedikit cabi,bibir pink alami dan tipis.. astaga.?
Alya lebih dulu tersadar lalu berjongkok dan keluar dari kungkungan Faris, Faris menutupi salah tingkahnya dengan kembali menurunkan roling door hingga berhasil tertutup.
Alya segera mengunci dan gembok dan kembali berdiri "Mm makasih kak"
"Hmm, Ayo gue anter pulang"
"Eh, gak usah kak, aku pulang jalan kaki aja" lagi pula sudah dibilang rumahnya dekat.
Faris menatap Alya tajam dan sarat ancaman, baiklah lagi lagi Alya harus menurut, dan Faris mengantar Alya meski dengan sekejap mobil Faris sudah sampai di rumah Alya.
Setelah Alya turun Faris melajukan mobilnya untuk pulang.
Saat membuka pagar Alya dikejutkan oleh Junaidi "Bener kan dia pacar Lo?" Junaidi melongokan kepalanya keatas pagar rumahnya, Junaidi melihat cowok berseragam tadi mengantar Alya, rumah mereka memang rapat dan hanya terhalang pagar tembok, jadi Junaidi lihat dengan jelas.
Alya melengos tak peduli lalu terdengar gumaman dari Junaidi "Kan Lo janji gak bakalan pacaran Al" Alya menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Junaidi yang ternyata sudah tak ada di tempatnya.
Alya mengerutkan keningnya lalu mengedikan bahu nya dan masuk kedalam rumah.
Saat tiba dirumah, Ibu masih memasak dan Alya berniat membantu "Eh, mandi dulu sana" Alya mengangguk dan akan pergi namun kembali berbalik saat Ibu kembali memanggilnya "Hari ini kakak mu datang sama suaminya,mungkin nginep kamu bantuin Ibu siapin kamarnya ya!"
Alya mengangkat jari jempolnya "Oke"
.
.
Malam tiba, Ayah baru saja pulang, bertepatan dengan kakak perempuan Alya yang juga datang untuk berkunjung bersama suaminya.
Kakak Alya bernama Alisha baru menikah dua bulan lalu, suaminya bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan expor-impor.
Dulu sebelum menikah kakaknya juga bekerja di perusahaan yang sama dengan suaminya,mereka juga bertemu dan jatuh cinta di tempat kerja alias 'Cinlok' , namun saat menikah kakaknya memilih fokus pada rumah tangganya dan berhenti bekerja.
Pasangan pengantin baru yang masih anget itu terus menempel bahkan di depan Alya yang sedang duduk di karpet menonton tv.
Alya mencibir "Aduh.. wangi banget ya,,, aroma aroma cintaaaa" Alya mengibaskan tangan di hidungnya "Sono gih masuk kamar, disini ada anak dibawah umur ini"
"Berisik kamu Dek" Alisha tak bisa tak tersipu di jahili oleh adiknya.
"Itu tandanya dia cemburu sama kita Yang, dia pengen cepet dikawinin kali" suami Alisha ikut menimpali, mereka memang sudah akrab bahkan sebelum kedua nya menikah, karena saking seringnya pria ini apel ke rumahnya Alya, eh maksudnya ngapelin kakaknya.
"Eh, mau kawin sama siapa?"
"Sama si Juned kali.."
"Ish Abang apaan sih.." kok, bawa bawa si Juned sih, Alya mah ogah.
Kedua kakaknya tertawa melihat raut Alya yang memberengut.
"Ada apa sih seru banget" sang Ayah ikut duduk di kursi di dekat Alya yang duduk lesehan di karpet.
"Ini Yah, Alya pengen di kawinin"
Like..
komen..
vote ..