Di sekolah, Dikta jatuh hati pada gadis pengagum rahasia yang sering mengirimkan surat cinta di bawah kolong mejanya. Gadis itu memiliki julukan Nona Ikan Guppy yang menjadi candunya Dikta setiap hari.
Akan tetapi, dunia Dikta menjadi semrawut dikarenakan pintu dimensi lain yang berada di perpustakaan rumahnya terbuka! Pintu itu membawanya kepada sosok gadis lain agar melupakan Nona Ikan Guppy.
Apakah Dikta akan bertahan dengan dunianya atau tergoda untuk memilih dimensi lain sebagai rumah barunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yellowchipsz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siksaan
...٩꒰。•‿•。꒱۶...
...𝙏𝙐𝘼𝙉 𝙆𝙐𝘿𝘼 𝙇𝘼𝙐𝙏 & 𝙉𝙊𝙉𝘼 𝙄𝙆𝘼𝙉 𝙂𝙐𝙋𝙋𝙔...
...© Yellowchipsz...
...—Tidak ada balasan kebaikan untuk niat kotor. Aku akan menghukum sampai takdir yang menghentikan.—...
...꒰˘̩̩̩⌣˘̩̩̩๑꒱♡...
Sesampainya di bagian pertengahan atap sekolah, angin berdesir mengibarkan surai mereka.
Puri meninjau keadaan sekitar, tidak ada sosok yang dia pikirkan sejak tadi. "Mana Dikta?" tanya Puri celingak-celinguk.
Lingga melantas waspada, memegang erat lengan Puri saat dirinya menyaksikan ada beberapa anak bandel dari berbagai jurusan menghalangi pintu dan sudah bertebaran menampakkan diri.
Puri merasa ada yang tidak beres. "Ga, kita pergi dari sini," bisiknya takut.
Tubuh Lingga terhempas ke lantai saat Arjuna menendangnya dengan brutal. Lengan kirinya yang masih sakit itu menjadi penghambat gerakannya untuk melindungi diri.
"Lingga!" teriak Puri yang ingin menghampiri. Namun, tubuh Puri langsung dikurung oleh beberapa cowok berandal yang ingin menyentuhnya, membuat Puri menjerit.
"Jangan sentuh Puri gue!!!" marah Lingga yang mencoba berdiri kembali untuk melawan.
Arjuna terkekeh menyaksikan itu, lalu menawarkan, "Gue pastiin cewek lo aman, asal lo nurutin kemauan gue."
Lingga merasa sangat bodoh sudah percaya begitu saja dengan kedustaan Arjuna untuk mengajaknya ke atap.
"ARJUNA!" suara imut Saila membentak marah.
Arjuna syok melihat kehadiran Saila ke atap ini sampai memergoki dirinya melakukan hal tak terpuji. "S-saila! Kamu ngapain ke sini??? Kupikir udah pulang dijemput mama! Ayo, kita pulang!"
"Mau kamu apain Lingga sama Puri?!" todong Saila ingin meninju badan Arjuna. "Kamu 'kan udah janji sama aku, nggak akan berhubungan lagi sama mereka!" tunjuk Saila tidak suka pada berandal-berandal itu. Saila sudah lelah melihat Arjuna berkomunikasi dengan anak-anak bandel demi memenuhi keinginan Arjuna sendiri.
Arjuna menangkis pukulan kecil Saila. "Kita pulang!" tarik Arjuna paksa.
Saila memicing ke arah sekumpulan berandal sekolah yang mengenakan jaket tengkorak bertuliskan Skull.
"Aku mau pulang kalau Lingga dan Puri juga pulang!" pinta Saila meronta di cengkeraman Arjuna.
"Saila ...," panggil bos dari geng itu, Bruno Gwang. "Makin cantik aja!" tatapnya begitu dalam pada tubuh Saila dari rambut sampai ke ujung sepatu hitam cantik itu.
Saila menatap balik dengan sengit dan berpesan, “Bruno Gwang! Kamu nggak usah mempengaruhi Juna dengan hal-hal negatif!”
“Duh! Makin seksi aja Saila kalau marah,” gemas Bruno agak mendekat untuk berbicara imut mengikuti gaya Saila itu, “Aku dibayar sama Junamu, jadi bukan aku aja yang negatif. Juna negatif sesuai dengan keinginannya.”
Arjuna memperingati Bruno, "Jalankan tugas lo! Jangan ganggu hal yang jelas-jelas milik gue!"
Bruno tersenyum getir. Dia lekas memerintah anak buahnya untuk merampas tas dan smartphone milik Lingga dan Puri. Dengan cepat mereka injak semua benda itu sampai hancur.
"Pergi kalian!!!" amuk Puri memukuli dan menendang beberapa berandal itu sekuat tenaganya. Namun, itu tak berarti bagi mereka.
Berikutnya, Bruno dengan kasar menarik rambut Puri. Dia menatap kecantikan Puri dari dekat. "Gue cium cewek lo!" kata Bruno berniat mendekatkan bibirnya pada wajah Puri.
Lingga menubruk segera badan Bruno sampai bos Skull itu melepas Puri. "Gue bersumpah, tangan lo akan menerima akibatnya karena udah nyakitin dia!" sumpah Lingga tidak ikhlas melihat Puri menangis kesakitan.
"Cium kaki gue!" perintah Arjuna pada Lingga, "Lo dan Puri bisa pulang dengan selamat."
"Jangan, Lingga!" larang Puri tidak rela akan hal itu.
Lingga juga tidak sudi melakukannya.
"Kenapa?" tantang Arjuna dengan tilikan yang mencemooh, "Cium kaki gue yang udah lo katain cupu!" Rahang Arjuna makin mengeras lantaran Lingga tidak kunjung bersujud di hadapannya. Arjuna pun memerintah geng skull, "Pukul dia sampai dia mau nyium kaki gue."
Pukulan dan tendangan keroyokan mulai menghantam badan Lingga yang hanya bisa menangkis dan menendang sebisanya. Beberapa pukulan ke lengannya membuat rasa ngilu kian menjalar ke seluruh raganya.
"Berhenti!" mohon Puri menangisi Lingga yang dipukuli dan dihajar membabi buta. Puri makin mengamuk karena tubuhnya dipegangi oleh berandal lainnya. "LINGGAAA!!!"
Tatapan Saila meremang dengan air mata tak kuasa atas sikap Arjuna yang gila. Satu tangannya yang tidak digenggam kuat oleh Arjuna pun merogoh smartphone dari saku roknya. Dengan kepanikannya, Saila mengklik nomor telepon teratas yang baru dia simpan, yaitu nomor Dikta. Mumpung Arjuna sedang tak fokus padanya, Saila segera menelepon Dikta.
Syukurnya, panggilan dijawab cepat oleh Dikta, hingga Saila mengatakan, "Diktaaa! Ke atap gedung besar sekarang!!!"
Arjuna merebut cepat smartphone Saila dengan tatapan mengeruh.
Dalam tangisnya, Saila memohon, "Juna jahat! Kasihan Lingga sama Puri! Hentikan mereka! Nanti aku laporin hal ini ke Ayahmu!"
Arjuna pun memerintah geng Skull untuk berhenti. Namun, Bruno tidak ingin berhenti karena punya alasan tersendiri untuk menghajar habis Lingga.
"Woy, Bruno! Berhenti!" perintah Arjuna, tapi kali ini tak didengar oleh para berandal itu.
Bruno menggeleng dan dengan buas membanting tubuh Lingga ke dinding di bagian kiri atap. "Gue mau hajar dia sampai habis nyawanya sekalian! Dulu dia udah berani ngatain geng Skull rendahan! Mentang-mentang ada Dikta di dekatnya, Lingga sialan ini berani ngerendahin gue! Lo bukan Dikta, lo Lingga binat*ng kotor!"
Seluruh tubuh Lingga hampir tak kuat lagi menahan terjangan biadab, lalu diterkam rasa sakit tiada tara. Kulit tubuhnya banyak terkoyak dengan menerima hantaman di berbagai bagian vital. Darah keluar dari mulutnya sampai memancar ke dinding tempatnya dihantam. Sesak dadanya memuncak, lalu Puri yang menangis sesenggukan berhasil merebutnya dari amukan geng Skull.
"Ling-ga!" tangis sesak Puri meraba-raba wajah Lingga yang penuh luka.
Sosok Dikta muncul perlahan di dekat pintu besi yang separuh terbuka.
Arjuna merangkul paksa Saila, lalu memarahi geng Skull yang berada di ujung atap. "Gue nyuruh kalian nakut-nakutin dia, bukan nyiksa sampai mati!" cemas Arjuna seperti akan ketiban masalah besar.
Dikta meyakinkan dirinya untuk bergerak lebih maju, setapak demi setapak hingga dia menyaksikan pemandangan cat merah belepotan memenuhi dinding putih kusam. Tidak, itu bukan cat, malah lebih kental dan pekat.
Lemas jantung Dikta saat menyaksikan raga Lingga bersimbah darah dan babak belur, berada di pelukan Puri yang remuk hati. Tas dan buku pelajaran mereka koyak-mengoyak, dilengkapi smartphone yang hancur tak karuan wujud lagi.
Fokus nanar Dikta menangkap semua objek di sana, ada geng SKULL dengan lambang tengkorak pada jaket identitas mereka. Anggotanya ada belasan, berisi kumpulan berandal sekolah dari berbagai jurusan dan tingkat kelas, diketuai oleh seseorang yang paling bejat dari 12 IPS 5.
Saila menangisi keadaan Lingga yang parah. Sampai dia menyadari kehadiran Dikta yang mematung dengan tatapan pedih.
Banyak sekali pertanyaan bergugus di kepala Dikta, tentang mengapa Puri dan Lingga terperangkap di sini? Mengapa kondisi Lingga sampai parah begini? Mengapa Saila ada di sini, bukankah sudah pulang dijemput mamanya?
"Diktaaa!" panggil Saila sebagai tanda menangisi keadaan Lingga yang mengerikan, juga keadaan Puri yang gemetaran hebat memangku tubuh Lingga.
Arjuna kaget ketika baru menyadari kehadiran Dikta yang datang kemari. Padahal, niatnya Arjuna ingin mengajak semuanya pergi sebelum Dikta datang gara-gara telepon dari Saila. Namun, kalau Dikta sudah datang segesit ini, berarti Dikta memang masih berada di sekitar lingkungan sekolah.
Mendengar Saila meneriaki nama seorang Dikta, Puri meluapkan semua emosi buruknya yang tertahan sejak tadi, sampai menangis panjang memeluk Lingga yang sekarat.
Dikta bertanya pada Arjuna dengan nada gemetar, "Jelaskan, ini apa?"
Parahnya, beberapa berandal masih lanjut menendangi badan Lingga sampai Puri dan Saila menjerit histeris.
"BRUNOOO!!!" amuk Dikta tak menerima kegilaan di depan matanya.
Bersambung ... 👑
dipikir saila mainan?/Sob/