NovelToon NovelToon
Warisan Dari Sang Kultivator

Warisan Dari Sang Kultivator

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Harem / Balas Dendam
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Sarif Hidayat

Seorang pemuda berusia 25 tahun, harus turun gunung setelah kepergian sang guru. Dia adalah adi saputra.. sosok oemuda yang memiliki masa lalu yang kelam, di tinggalkan oleh kedua orang tuanya ketika dirinya masih berusia lima tahun.

20 tahun yang lalu terjadi pembantaian oleh sekelompok orang tak di kenal yang menewaskan kedua orang tuanya berikut seluruh keluarga dari mendiang sang ibu menjadi korban.

Untung saja, adi yang saat itu masih berusia lima tahun di selamatkan okeh sosok misterius merawatnya dengan baik dari kecil hingga ia berusia 25 tahun. sosok misterius itu adalah guru sekaligus kakek bagi Adi saputra mengajarkan banyak hal termasuk keahliah medis dan menjadi kultivator dari jaman kuno.

lalu apa tujuan adi saputra turun gunung?

Jelasnya sebelum gurunya meninggal dunia, dia berpesan padanya untuk mencari jalan hidupnya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sarif Hidayat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 2 kepergian sang guru

"Guru, aku sudah menyiapkan beberapa ekor daging kelinci untukmu."

Setelah berhasil berburu, Rayan langsung memanggang buruannya di depan gubuk. Tak berselang lama, aroma sedap masakan matang tercium mengikuti arah angin berembus.

"Guru," panggilnya.

Merasa tidak ada sahutan dari dalam dan gurunya tak kunjung keluar, Ryaan segera melangkah memasuki gubuk.

"Guru?"

Ia memanggil lagi. Dilihatnya sang guru tengah terbaring di atas tikar, matanya terpejam. Kondisinya tampak sangat lemah, dan rayan merasakan suhu di dalam gubuk itu turun drastis, diselimuti dingin yang menyengat.

"Guru!"

Panggilan itu tidak menghasilkan gerakan apa pun. Rayan segera mendekat, dan betapa terkejutnya ia saat menyentuh denyut nadi gurunya: kosong. Pria tua itu telah pergi.

"Guruuuu...!"

"Kenapa—kenapa Guru pergi begitu cepat?! Kenapa Guru tidak memberitahuku!"

Air mata langsung membanjiri wajah Rayan. Ia berulang kali menyentuh denyut nadi gurunya, berharap mukjizat masih ada.

"Hiks, hiks, Guru... bagaimana Guru tega meninggalkanku? Apa yang harus aku lakukan di masa depan?" lirihnya.

Hatinya hancur. Pria tua ini telah merawatnya selama dua puluh tahun, mengajarkannya banyak hal, dan menguatkan dirinya setelah tragedi yang menimpa kedua orang tuanya. Dan kini, satu-satunya sosok pelindungnya di dunia ini telah pergi—meninggalkannya saat ia bahkan tidak berada di sampingnya.

Rayan terus terisak di dalam gubuk. Tepat ketika ia sedang menangis, sebuah suara yang sangat ia kenali tiba-tiba menusuk telinganya.

"Haisssh. Bocah bodoh, mau sampai kapan kamu menangis seperti itu?"

Rayan terkejut hebat. "Guru, ka-kamu...?"

Ia memandangi wajah gurunya, tetapi tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana."Aneh sekali, aku jelas mendengar suara guru," pikirnya, merasa aneh.

"Guru, maafkan aku jika selama ini aku selalu membebanimu. Aku berjanji akan selalu mengingat semua kebaikan dan pesan-pesan darimu." Rayan berusaha keras menekan kesedihannya.

"Bocah bodoh."

"Eh?"

Rayan tersentak. Suara gurunya terdengar lagi. Tanpa sadar, ia mendongak ke atas.

"Gu-Guru...?"

Ia akhirnya menyadari: suara itu berasal dari gumpalan energi jiwa sang guru yang melayang tepat di atas kepalanya.

"Bocah bodoh, kamu bahkan tidak menyadari kehadiranku," ucap gumpalan energi jiwa tersebut.

"Guru, aku... Guru, maafkan aku..." Rayan tak tahu harus berkata apa.

"Sudahlah, jangan bersedih lagi atas kepergianku. Semua ini sudah menjadi takdir dari Sang Pencipta. Dengarkan baik-baik, muridku. Memiliki murid sepertimu membuatku bisa pergi dengan tenang."

"Jagalah dirimu dengan baik. Manfaatkan semua ilmu yang aku ajarkan padamu untuk kebaikan. Lupakan kebencian dalam hatimu."

"Selama ini aku telah sangat lama hidup di alam ini. Semua tempat di negara ini telah aku jelajahi. Meski kedua orang tuamu telah meninggalkanmu lebih dulu, kamu masih memiliki seorang kakek dan beberapa saudara dari ayahmu yang kedudukannya cukup tinggi di kota. Temuilah mereka, dan mulailah perjalanan hidupmu yang sesungguhnya."

"Tapi Guru, aku—aku tidak mungkin menemui mereka," ucap Rayan. Dari ingatan ayahnya yang telah diberikan gurunya, ia tahu segalanya tentang asal-usul keluarganya, terutama sang ayah yang berasal dari salah satu keluarga terkuat di kota.

"Itu semua kamu yang memutuskan. Waktuku sudah habis. Kuburkanlah tubuhku di bawah air terjun dan ambillah warisan terakhir dariku di balik air terjun itu. Ingat, warisan yang aku tinggalkan itu bukanlah sesuatu yang bisa dimiliki orang lain di zaman ini."

"Dan jangan terlalu menunjukkan keahlian dan kekuatanmu. Karena di zaman ini, semua keahlian yang kamu miliki berada di luar nalar mereka."

"Meski begitu, jangan lupa untuk terus berlatih. Entah mengapa, aku punya firasat akan ada beberapa orang kuat dari alam lain yang datang ke dunia ini."

Ucapannya perlahan meredup. Gumpalan energi jiwa tersebut memudar..

"Aku—aku akan selalu mengingat pesan Guru."

Meskipun ada kebingungan tentang pesan terakhir gurunya, Rayan hanya bisa pasrah melepaskan kepergian gurunya. Air mata kembali mengalir saat ia memandangi senyuman gurunya sebelum akhirnya menghilang sepenuhnya.

"Guru.........?"

*******

Penemuan Warisan

Setelah menguburkan jasad gurunya, Rayan langsung melompat ke balik air terjun. Ia menemukan sebuah ruangan cukup besar. Ia tertegun. Terdapat banyak tanaman herbal, dan sebuah kolam yang di tengahnya terdapat daratan kecil, di mana di atasnya diletakkan sebuah peti berwarna emas.

"Guru benar-benar hebat," lirihnya. Gurunya bahkan bisa menciptakan sebuah ruangan tersembunyi di balik air terjun ini.

Rayan terus memandangi setiap sudut ruangan itu sambil berjalan mendekati kolam.

"Air ini bahkan mengandung banyak energi murni."

Air kolam itu tampak seperti air susu, memancarkan aura lembut.

Rayan melompat ke daratan kecil di tengah kolam tempat peti emas itu berada..

"Guru, sebenarnya aku tidak mengharapkan warisan apa pun lagi darimu. Semua ilmu yang kamu ajarkan sudah lebih dari cukup, dan takkan bisa aku membalasnya."

Usai berkata demikian, rayan perlahan meneteskan darahnya pada peti emas itu. Detik berikutnya, peti itu terbuka, memancarkan sebuah cahaya menyilaukan mata selama beberapa saat.

"Sial, apa-apaan cahaya ini! Kalau saja aku tidak menguasai Mata Kebatinan, mataku pasti sudah langsung buta," gerutunya.

Tak lama setelah cahaya meredup, Rayan melihat isinya: sebuah kitab yang tampak tua, satu senjata berupa pedang, dan Cincin Penyimpanan milik gurunya. Namun, perhatian rayan lebih tertarik pada selembar kertas yang juga ada di dalamnya.

(Muridku, jika kamu membaca surat ini, itu artinya waktuku bersamamu telah habis, dan sudah saatnya kamu mengamalkan semua ilmu yang telah aku ajarkan padamu.)

(Jadilah orang yang bijak dalam menyikapi semua masalah yang akan kamu temui.)

(Aku meninggalkan beberapa harta untukmu. Salah satunya adalah kitab misterius yang membuatku memiliki umur yang panjang, meski pada akhirnya takdir berkata lain.)

(Jagalah baik-baik semua benda yang aku tinggalkan itu. Juga, akan ada rahasia yang kamu temui di kehidupan yang akan kamu jalani.)

(Dan lagi, rendamlah tubuhmu selama beberapa hari di dalam kolam itu. Aku telah mempersiapkannya untukmu.)

(Jaga dirimu baik-baik.)

Tes.

Air mata rayan kembali mengalir saat membaca isi surat itu. Ia tidak menyangka rupanya gurunya sudah mempersiapkan kematiannya sendiri.

"Guru, rahasia apa yang Guru maksud?" pikirnya, mengingat perkataan terakhir gurunya.

Kemudian, rayan mengambil Cincin Penyimpanan gurunya. Gurunya memang pernah mengatakan akan mewariskan cincin itu padanya, dan saat itu ia hanya perlu meneteskan darahnya agar bisa menggunakannya.

Tes.

Setelah darahnya terserap oleh cincin itu, seketika kesadaran rayan langsung memasuki ke dalam ruang cincin. Betapa terkejutnya rayan mendapati betapa luasnya dimensi di dalam sana.

Bahkan terdapat ribuan tanaman herbal mengapung di udara, juga beberapa ribu senjata tingkat rendah sampai tingkat atas tersimpan rapi. Bagaikan dunia lain di dalam cincin itu. Semua pertanyaan yang selama ini ada di benaknya akhirnya terjawab sudah—selama dua puluh tahun ini, gurunya memang sering mengeluarkan sesuatu dari dalam cincin itu.

"Benar-benar benda yang aneh. Jika cincin ini dijual, aku tidak bisa membayangkan berapa harga pasarannya," pikir rayan. Ia bahkan melihat ada sebuah taman yang cukup indah, meski tak ada seekor pun binatang yang menghuninya.

Gurunya pernah berkata, bahwa selain bisa menyimpan benda mati, cincinnya itu dapat menyimpan makhluk hidup tak terkecuali manusia.

Usai kesadarannya kembali, rayan langsung menggerakkan tangannya, dan seketika peti berwarna emas itu lenyap begitu saja (disimpan ke dalam cincin).

Tak melupakan pesan gurunya, Rayan melepaskan pakaiannya dan melompat, merendamkan tubuhnya di dalam kolam yang tampak seperti air susu itu.

1
Jujun Adnin
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!