Indah, seorang gadis dari kampung yang merantau ke kota demi bisa merubah perekonomian keluarganya.
Dikota, Indah bertemu dengan seorang pemuda tampan. Keduanya saling jatuh cinta, dan mereka pun berpacaran.
Hubungan yang semula sehat, berubah petaka, saat bisikan setan datang menggoda. Keduanya melakukan sesuatu yang seharusnya hanya boleh di lakukan oleh pasangan halal.
Naasnya, ketika apa yang mereka lakukan membuahkan benih yang tumbuh subur, sang kekasih hati justru ingkar dari tanggung-jawab.
Apa alasan pemuda tersebut?
Lalu bagaimana kehidupan Indah selanjutnya?
Akankah pelangi datang memberi warna dalam kehidupan indah yang kini gelap?
Ikuti kisahnya dalam
Ditolak Camer, Dinikahi MAJIKAN
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25
Pagi telah tiba, Indah dan Rama telah selesai bersiap, keduanya telah tampak rapi, saat Daniel sang asisten mengabarkan bahwa hidangan pagi telah disiapkan untuk mereka sekeluarga.
“Aku dan istriku akan turun sebentar lagi. Kamu juga ikutlah bergabung sarapan dengan kami!” Rama yang membuka pintu menjawab laporan Daniel. Asisten yang selalu mengikuti segala aktivitas Rama itu pun menganggukkan kepala kemudian pergi dari sana.
Sekarang dia tak lagi perlu menyiapkan segala sesuatu yang bersifat pribadi. Tugas itu telah digantikan oleh istri Tuan Rama.
“Kamu sudah siap?” Tanya Rama pada istrinya.
“Aku sudah siap Mas,” jawab Indah.
Rama segera mengajak Indah untuk turun. Pria itu mengulurkan sikunya agar Indah melingkarkan tangannya. Indah merasa canggung, tetapi melakukannya juga. Wajah wanita itu sudah bertemu merah, dan itu membuat Rama merasa gemas melihatnya.
Rama membawa istrinya menuju sebuah lift yang akan membawa mereka ke lantai bawah di mana ruang makan yang memang khusus untuk keluarga pemilik hotel berada.
Di ruang makan yang luas, tampak Nyonya Felly dan keluarga Indah sudah menunggu.
“Ahh,,, ini dia mereka pengantin barunya sudah datang!” Nyonya Felly berseru girang. Wanita yang masih tetap terlihat cantik di usianya yang sudah mencapai 60 tahun itu, bahkan tak segan berdiri dari tempat duduknya untuk menyambut kedatangan menantu kesayangan.
“Assalamualaikum, Ma.” Indah meraih tangan wanita itu dan menciumnya.
“Waalaikumsalam, Sayang!” membalas dengan membawa tubuh wanita yang sedang hamil 5 bulan itu ke dalam pelukan.
Di tempat duduknya, Bu Narsih lagi-lagi mengusap air matanya, merasa terharu dan bahagia atas kebahagiaan yang kini diterima oleh putrinya.
“Assalamualaikum, Pak, Bu,” Indah juga melakukan hal yang sama pada kedua orang tuanya. Menikah dengan orang kaya tak lantas membuat Indah melupakan kebiasaan itu. Kedua orang tua Indah menyambut itu dengan bahagia dan penuh syukur.
Rama menarik sebuah kursi agar Indah duduk berdampingan dengannya.
“Ayo makan, Yah, Bu,,!” Rama membuka pembicaraan. Indah dengan sigap membuka piring Rama lalu mengambil sedikit nasi dan lauk. Bukan hal yang aneh, karena Indah memang sudah terbiasa melayani Rama sejak sebelum mereka menikah.
“Kamu juga ikutlah sarapan dengan kami, Daniel!” Nyonya Felly yang melihat keberadaan asisten putranya, berseru.
“Terima kasih, Nyonya.” Daniel yang memang sudah terbiasa dengan semua itu, segera mengambil tempat duduk di dekat pak Wawan. Tuan Rama akan marah, jika dia menolak ajakan itu. Dalam hatinya dia selalu mengagumi tuannya yang tak pernah membedakan status mereka.
Pak Wawan dan Bu Narsih terlihat sedikit kikuk. Pria tua itu menggeser kursinya sedikit, merasa tidak nyaman. Ini pertama kalinya beliau duduk berhadapan dengan aneka hidangan mewah seperti itu. "Ini semua sangat mewah, Nak," ucapnya.
Bu Narsih mengangguk, "Iya, ibu sampai bingung mau ambil yang mana. Dan makanan sebanyak ini apa kita bisa menghabiskannya?” Bu Narsih mengingat kilasan keseharian mereka di desa. Jangankan untuk hidangan mewah seperti yang saat ini berada di depan matanya, untuk makan sederhana saja dulu mereka sulit. Semuanya baru berubah menjadi lebih baik setelah Indah mulai bekerja di kota.
Sementara Resti, mata gadis itu membulat sempurna. Hidangan mewah yang saat ini ada di hadapannya, biasanya hanya dia lihat di media sosial, postingan dari selebritis idolanya. Tapi sekarang semua itu ada di hadapannya, dan dia bisa menikmatinya sepuas hati. Wah wah, Apakah ini benar-benar nyata ataukah hanya mimpi.
Bibir gadis itu sedikit terbuka, seakan ingin mencicipi semuanya sekaligus. "Ini banyak sekali, dan semua terlihat enak. Aku makan yang mana dulu, Bu?" seru Resti.
Bu Narsih, merasa sedikit malu akan tingkah putrinya itu, segera mencubit pinggang Resti. "Resti! Yang sopan" bisik Bu Narsih.
Resti tersentak lantas meringis, "Maaf, Bu."
Bu Narsih melihat ke arah Nyonya Felly, dia merasa sungkan.
“Tidak apa-apa, Besan. Ayo, Resti. Makan yang banyak, ya.” Nyonya Felly sama sekali tidak merasa terganggu dengan sikap Resti. Nyonya Felly pernah mendengar dari indah, bahwa keluarga mereka memang sangat miskin, hingga beliau memaklumi, jika keluarga Indah belum pernah mencicipi makanan tersebut.
***
“Kak, sebentar lagi Resti lulusan. Habis gitu Resti kuliah, kan?” Resti bertanya pada kakaknya yang saat ini menungguinya yang sedang berkemas. Sebentar lagi sopir dari tuan Rama akan mengantarkannya ke bandara. Sudah satu minggu mereka berada di sana, dan sini sudah saatnya mereka akan pulang kembali ke kampung halaman. Untung saja acara pernikahan kakaknya diadakan bertepatan dengan liburan semester, sehingga dia bisa ikut menghadirinya dengan bebas.
“Tentu saja. Kamu harus melanjutkan kuliah. Kamu harus menempuh pendidikan setinggi mungkin. Agar setelah itu kamu bisa mengangkat derajat keluarga kita. Jangan khawatir, Kak Indah pasti bisa membiayai kuliahmu sampai selesai.” Indah tentu saja tidak ingin adiknya gagal melanjutkan kuliah seperti dirinya dulu.
“Emmm, Kak. Boleh tidak kalau aku melanjutkan kuliah di kota. Kalau aku kuliah di sini, Aku bisa sambil menjaga Kakak.” Rasti mengungkapkan keinginan yang telah dipendam sejak kemarin.
Indah mengerutkan keningnya, mencoba menimbang apa yang baru saja disampaikan oleh Resti. Bukannya dia tidak mau menerima kehadiran adiknya. Tetapi dia juga merasa tidak tidak berhak membuat keputusan sendiri.
“Emm,,, Resti, maafkan kakak. Untuk hal seperti ini kakak tidak bisa mengambil keputusan sendiri. Kakak harus membicarakannya dulu dengan suami dan mertua kakak. Tetapi menurut kakak, lebih baik kamu tetap kuliah di sana, dan kakak akan mengirimkan uang untuk biayanya, sekaligus untuk bapak dan ibu setiap bulan. Lagi pula kalau kamu juga pergi ke kota, lalu siapa yang akan menemani bapak dan ibu di sana?”
Resti mendengus kesal. Dia merasa kecewa dengan jawaban kakaknya. Memang apa salahnya kalau dia ikut tinggal di rumah besar itu? Bukankah sekarang kakaknya sudah menjadi Nyonya di sini? Ataukah kakaknya saja yang memang berubah menjadi pelit.
“Kak,,, emm itu,,,?” Seperti ada yang ingin gadis itu utarakan, tapi entah apa yang membuatnya ragu.
“Apa,,? Kamu pingin ngomong apa? Uang saku kamu bulan ini sudah Kakak titipkan sama Bapak. Nanti kalo kamu pegang sendiri gak akan cukup untuk satu bulan.” Indah mencoba menebak apa yang diinginkan adiknya.
“Ishh,,, Kak Indah sotoyy,,,!” Resti cemberut kesal.
“Ya apa,,,? Biasanya itu kan?”
“Bukan, Kak. Ish,,,! Aku cuma pingin nanya, itu,,, emm,,, yang selalu barengan Kak Rama itu,,, ??” Resti menghentikan ucapannya ragu-ragu untuk melanjutkan bertanya.
Indah mengurutkan kening. Yang selalu bersama dengan suaminya? Apakah itu,,, “Asisten Daniel…??” tanyanya ketika dia mengerti apa maksud arah pertanyaan Resti. “Kenapa dengan asisten Daniel?” Tanya Indah.
“Ah, tidak ada apa-apa kak Aku hanya bertanya saja.” Resti tiba-tiba saja menjadi gugup. Gadis itu menunduk menyembunyikan wajahnya yang memerah.
“Hemmm,,, Kak Indah tahu sekarang. Kamu diam-diam naksir ya sama asisten Daniel?” mata indah memicing memperhatikan meneliti perubahan raut wajah adiknya.
“Kak Indah apa-apaan sih. Sotoy tahu nggak. Mana ada aku gitu?” Resti menjadi salah tingkah.
“Dasar kecentilan.” Indah memberikan geplakan kecil di pucuk kepala Resti, membuat adiknya itu meringis. “Sana sekolah dulu yang benar, kalau sudah bisa kerja baru mikir pacaran.” Indah menegur sekaligus menasehati adiknya.
“Tinggal kamu satu-satunya yang bisa memberikan kebanggaan pada bapak dan ibu,” lanjut Indah. “Jangan seperti kakak. Bapak dan Ibu pasti malu karena perbuatan kakak.” Suara indah berubah lirih.
Resti terdiam melihat perubahan raut wajah kakaknya yang kini menjadi mendung. Dalam hatinya Gadis itu juga merasa heran. Dulu ketika kakaknya belum berangkat bekerja di kota, bisa dibilang kakaknya itu adalah kembang desa. Bukan satu dua pria yang mendekati kakaknya, tetapi tak satupun yang bisa membuat hati kakaknya luluh. Lalu kenapa ketika baru beberapa bulan saja berada di kota, kakaknya bisa melakukan kesalahan seperti itu? Apakah wajah pacar kakaknya, jauh lebih tampan daripada pemuda di desa?
“Resti, sudah apa belum berkemasnya? Bergegaslah, jangan membuat Pak Sopir menunggu!” Bu Narsih datang menghentikan percakapan mereka.
“Aku sudah selesai, Bu,” jawab Resti. Gadis itu sesegera mungkin menetralkan raut wajahnya. Begitupun juga dengan Indah.
“Nduk, Ibu sama Bapak pulang, ya? Kamu jaga diri baik-baik. Sekarang ini kamu sudah menjadi seorang istri, jadilah istri yang baik, jangan pernah membuat suamimu kecewa.” Bu Narsih menggenggam dua tangan putrinya.
“Iya Bu. Indah akan selalu ingat pesan ibu. Ibu, Bapak, sama Resti hati-hati di jalan ya.
Bu Narsih membawa Indah ke dalam pelukannya. Perempuan tua itu menangis tergugu. Begitupun dengan Indah. Gadis itu benar-benar merasa bersalah. Seandainya saja dia tidak terjerat dalam rayuan setan, dia tidak akan membuat Bapak dan ibunya kecewa. Tapi nasi telah menjadi bubur, yang bisa dia lakukan kini hanya mencoba memperbaiki diri.
“Resti pulang, ya, Kak.” Resti pun memeluk kakaknya untuk berpamitan.
“Ingat pesan kakak. Jangan pernah sekalipun membuat ibu dan bapak kecewa!” bisik indah di telinga adiknya. “Jangan ragu untuk hubungi Kakak sudah ada apapun. In Syaa Allah, Kakak pasti akan mengusahakan apapun, agar kamu bisa melanjutkan menggapai cita-citamu dengan baik.”
Resti mengangguk dalam pelukan. “Selama ini Kakak selalu berusaha memenuhi apapun yang aku butuhkan, bahkan jika aku meminta apapun yang kakak miliki, Kakak juga dengan senang hati akan memberikannya. Apakah Kakak juga akan memberikannya dengan sukarela, seandainya aku mengatakan kalau aku menyukai suami kakak?”
***
keselek biji kedondong gak tuh/Smug//Smug/