"Syukurlah kau sudah bangun,"
"K-ka-kamu siapa? Ini… di mana?"
"Tenang dulu, oke? Aku nggak akan menyakitimu.”
Ellisa memeluk erat jas yang tadi diselimuti ke tubuhnya, menarik kain itu lebih rapat untuk menutupi tubuhnya yang menggigil.
"Ha-- Hachiiih!!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sam tidak pulang
Tidak terasa sudah tiga hari Sam tidak pulang ke rumah. Selama itu, ia larut dalam masalah perusahaan yang semakin krusial, terutama ancaman keamanan yang membayangi proyek besar mereka di IT Tower.
Waktu terasa begitu cepat berlalu di tengah rapat-rapat darurat, koordinasi dengan tim keamanan, dan diskusi mendalam untuk mencari solusi.
Namun, malam ini ada secercah kelegaan. Tim IT mereka akhirnya berhasil memperbaiki sistem keamanan proyek, memperketat pengawasan, dan memastikan data sensitif tidak lagi rentan terhadap ancaman.
Bahkan, Sam sendiri sudah mengirimkan peringatan resmi kepada Aksara Techno, perusahaan milik Reno Arista, yang diduga mencoba menyabotase proyek mereka.
Dengan tubuh yang lelah, Sam akhirnya memutuskan pulang. Malam sudah larut ketika ia tiba di rumah. Tanpa mengganti pakaian formalnya yang kusut, ia langsung berjalan ke ruang tengah dan merebahkan diri di sofa.
Penampilannya tampak jauh dari biasa; kemeja yang dikeluarkan dari celana, dasi yang longgar melingkar di leher, dan rambutnya yang acak-acakan.
Lingkaran gelap di bawah matanya menunjukkan betapa berat hari-hari yang baru saja ia lalui.
Dalam keheningan malam, tubuhnya menyerah pada kelelahan. Sam tertidur dengan posisi yang tidak nyaman di sofa, satu tangan menutupi wajahnya, dan satunya menggantung di sisi sofa.
Lampu ruang tengah yang redup memperlihatkan sosoknya yang rapuh, berbeda dari pria penuh wibawa yang dikenal banyak orang.
Di sudut ruangan, Ellisa muncul dari kamar, matanya masih setengah mengantuk. Ia mengenakan piyama sederhana, rambutnya tergerai berantakan.
"Kak Sam, pulang." Gumamnya. Rasa kantuknya seketika hilang karena merasa senang melihat pria yang dia rindukan akhirnya pulang.
Melihat Sam yang tertidur di sofa dengan penampilan yang berantakan membuat hatinya bergetar.
"Kak Sam, apa kamu selelah ini," ucapnya sendiri sembari jongkok menatap wajah damainya. Ia membelai rambut Sam dengan lembut.
Sam merasakan sentuhan lembut tangan Ellisa yang membelai keningnya. Kehangatan itu membangunkannya perlahan dari tidur yang singkat namun lelap.
Dengan refleks, tangan kekarnya meraih pergelangan tangan Ellisa. Mata Sam terbuka samar, menatap wajah gadis itu yang tampak ragu.
“Maaf, Kak. Aku... membangunkanmu, ya?” Ellisa bertanya cemas.
“Ellie,” jawab Sam dengan suara berat, penuh kelelahan. Ia bangun perlahan, bersandar di sofa. Wajahnya masih tampak letih, namun kehadiran Ellisa seperti menjadi oase di tengah gurun.
“Kak Sam baik-baik saja? Aku bisa ambilkan makan atau minum kalau kamu lapar,” tawar Ellisa sambil sedikit menunduk.
“Nggak usah. Nggak perlu,” ucap Sam. Ia meraih Ellisa dengan lembut, lalu membuat gadis itu duduk di sofa. bersandar tepat di depan dadanya.
Tanpa berkata apa-apa, Sam melingkarkan kedua lengannya di sekitar tubuh kecil Ellisa, memeluknya dari belakang. Hangat dan erat.
“Ini udah malam, Ellie. Kenapa kamu masih bangun?” tanya Sam, menyandarkan dagunya di pundak gadis itu.
Ellisa membeku sejenak. Tubuh Sam yang bersandar padanya terasa berat, sementara lengannya yang besar mengunci tubuhnya yang kecil dalam pelukan. Jantung Ellisa berdebar kencang, namun ia tidak tahu harus merespons bagaimana.
“Ellie, kok diam?” Sam menggerakkan dagunya sedikit, menoleh untuk menatap sisi wajah Ellisa.
“Aku... aku selalu menunggumu pulang, Kak,” jawab Ellisa akhirnya. “Setiap malam, aku selalu menengok ke ruang tamu untuk memastikan apakah kamu sudah pulang atau belum.”
Sam terdiam sejenak. Hatinya terenyuh mendengar pengakuan tersebut. “Jadi, ini kebiasaanmu juga ya,” gumamnya sambil tersenyum kecil, matanya terpejam lelah.
Ellisa menoleh sedikit, berusaha melihat wajah Sam. “Aku selalu mencemaskanmu, kak. Aku cuma pengen tahu kamu baik-baik saja.”
Sam semakin mengencangkan pelukannya sedikit, seakan menjadikan Ellisa tempat bersandar dari segala beban yang ia tanggung. “Ellie, apa tubuhku berat?" Tanyanya.
Ellisa tertegun mendengar itu. Wajahnya memerah, namun ia tetap membiarkan Sam bersandar di pundaknya.
Keheningan itu terasa nyaman, meskipun denyut jantung mereka berdua terasa berirama cepat.
“Kak, tidurlah di kamar. Aku yakin kamu akan lebih nyaman daripada tidur di sofa,” kata Ellisa dengan nada lembut, mencoba membujuk Sam.
Sam mengangkat alisnya sedikit, tersenyum tipis. “Apa kamu bisa menggendongku ke kamar, Ellie?” tanyanya tiba-tiba, nada suaranya terdengar menggoda.
“Eh?” Ellisa terkesiap.
“Kalau kamu bisa menggendongku,” lanjut Sam sambil memasang ekspresi serius yang jelas-jelas pura-pura, “aku siap tidur di kasur.”
“Ma-mana kuat aku, Kak,” jawab Ellisa tergagap.
Tubuhnya yang kecil sudah cukup tegang menahan berat Sam yang bersandar padanya sejak tadi. Namun, meski lelah, ia tak punya keberanian untuk memintanya melepas pelukan itu.
Sam terkekeh pelan, matanya menatap Ellisa yang terlihat gelagapan. “Sini, Ellie,” ucapnya sambil mengangkat kepalanya dari pundak gadis itu. “Berikan wajahmu.”
Ellisa menoleh. Wajah mereka langsung berhadapan, begitu dekat hingga ia bisa merasakan napas Sam yang hangat.
Tanpa peringatan, Sam menunduk dan mencium bibir Ellisa dengan lembut. "Chup~" Sentuhannya penuh kehangatan.
Pipi Ellisa perlahan memerah seiring kecupan lembut yang Sam berikan padanya.
"Emh~"
"Aku akan tidur di kamar. Tapi dengan satu syarat," kata Sam.
“Syarat? Syarat apa?” tanya Ellisa.
“Kamu temani aku sampai aku tidur,” jawab Sam santai, berjalan pelan menuju kamar.
Ellisa terdiam sejenak, menatap punggung Sam yang terlihat lebih kokoh meski tubuhnya sedang kelelahan.
Ia menghela napas pelan, lalu mengikuti langkah pria itu. “Baiklah, tapi hanya sampai kamu tidur ya. Setelah itu aku akan kembali ke kamar Elmira,” ujarnya dengan nada setengah protes.
Sam hanya tersenyum tipis.
Sam duduk di tepi kasur. Pundaknya merosot, kedua tangannya lunglai tergantung di atas pahanya. Wajahnya menunduk, matanya setengah terpejam, terpaut antara kantuk dan kelelahan.
“Kak,” panggilnya lembut. Ia melangkah mendekat, tangannya terulur membelai rambut Sam yang jatuh acak menutupi wajahnya.
Sam mengangkat wajahnya perlahan, matanya menatap Ellisa dengan sorot yang sulit diterjemahkan—antara letih dan rasa nyaman karena keberadaannya.
"Chup~" Ellisa mengecup lembut kening Sam. Bibirnya menyentuh area dekat alis pria itu. Sentuhan itu sederhana, namun hangat dan menenangkan.
Sam terdiam. Kecupan itu membuat dadanya terasa lebih ringan, seolah kelelahan yang menghantuinya selama beberapa hari terakhir sirna begitu saja.
“Ellie...” gumam Sam, kedua tangannya meraih pinggang ramping Ellisa.
“Istirahatlah, Kak. Aku hanya ingin kamu merasa lebih baik.”
Sentuhan Sam menuntun Ellisa untuk duduk di pangkuannya. Menghadap dirinya. Sam menatapnya, senyum kecil tersungging di bibirnya. “Kamu selalu tahu bagaimana caranya membuatku merasa lebih baik, Ellie.”
Ellisa tersenyum tipis, pipinya merona. “Tidurlah. Aku akan menunggu sampai kamu benar-benar terlelap.”
Sam menarik Ellisa mendekat, “Kamu yang seharusnya istirahat, Ellie. Tapi kamu malah mengkhawatirkanku terus.”
Ellisa menggeleng pelan. “Aku hanya ingin Kak Sam kembali jadi Kak Sam yang ceria seperti biasanya.”
Sam tertawa kecil, “Aku beruntung punya kamu di sini.” Tangan Sam berjalan melepas kancing demi kancing yang menutup rapat dada Ellisa yang tampak mengencang itu.
Namun, sebelum itu. Ellisa teringat sesuatu, dia segera menghentikan tangan Sam. "Kak!"
"Ellie?"
BTW gantian ke cerita ku ya Thor. Poppen. Like dn komen kalo bs. /Grin/