NovelToon NovelToon
Andai

Andai

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Mamah Mput

Andai .... kata yang sering kali diucapkan di saat semua sudah berlalu. Di saat hal yang kita ingin gapain tersandung kenyataan dan takdir yang tidak bisa terelakan. Kadang aku berpikir andai saja waktu itu ibuku tidak meninggal, apakah aku masih bisa bersamanya? ataukah justru jika ibuku hidup kala itu aku bahkan tidak akan pernah dekat dengannya.

Ahhh ... mau bagaimana lagi, aku hanyalah sebuah wayang dari sang dalang maha kuasa. Mengikuti alur cerita tanpa tau akhirnya akan seperti apa.

Kini, aku hanya harus menikmati apa yang tertinggal dari masa-masa yang indah itu. Bukan berarti hari ini tidak indah, hanya saja hari akan terasa lebih cerah jika awan mendung itu sedikit saja pergi dari langitku yang tidak luas ini. Tapi setidaknya awan itu kadang melindungiku dari teriknya matahari yang mungkin saja membuatku terbakar. Hahaha lucu sekali. Aku bahkan kadang mencaci tapi selalu bersyukur atas apa yang aku caci dan aku sesali.

Hai, aku Ara. Mau tau kisahku seperti apa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mamah Mput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kenapa se khawatir itu

Sepekan sudah aku ijin tidak masuk sekolah. Ini adalah hari pertama aku kembali masuk. rasanya sangat tidak sabar bertemu dengan Hilda, Ayumi, dan juga Rahes. Ya, meski dia menyebalkan tapi jujur aku merindukan kejahilannya.

Setelah menyiapkan sarapan, aku mengetuk pintu kamar Alan agar dia segera turun dan pergi sarapan bersama. Bukan hanya itu, aku takut datang terlambat ke sekolah. Ini hari Senin.

Tidak lama kemudian dia keluar dari kamar.

"CK, ada cermin gak sih di kamar kakak? Ini loh, masa dasinya miring. Jongkok!"

Alan merendahkan tubuhnya agar aku bisa merapikan dasi yang tidak rapi itu.

"Nah, ini baru bener. Ayo kita sarapan dulu, takut telat ke sekolah."

Dia menurut saja dengan apa yang aku katakan. Kami sarapan dengan berbagai celotehan tidak penting dariku. Sementara dia hanya mendengarkan dengan seksama. Sesekali dia tersenyum, kadang juga dia menyeka makanan yang menodai sudut bibirku. Tentu saja hal itu membuat aku terdiam untuk sesaat. Pun dengan nafas dan jantungku.

"Wa aja ya nanti pulang nya jam berapa?"

"Iya, Kak."

"Uang jajan nya masih ada?"

"Gak ada. uang aku di ATM, belum sempet ngambil. Papa udah ngasih tau kalau uang jajan Minggu kemarin dan Minggu ini udah ditransfer."

"Jangan gunakan uang itu lagi. Sebisa mungkin kita jangan memakai uang yang ada kaitannya dengan eyang, oke."

"Iya, Kak."

"Mulai detik ini, hidup kamu adalah tanggung jawabku. Ingat itu."

"Siap! Kalau gitu aku turun ya, kakak hati-hati di jalan."

"Hmmm."

Turun di halte yang cukup jauh dari sekolah, membuatku harus berlari agar tidak terlambat dan mendapat hukuman.

Beruntung begitu sampai gerbang, pintu gerbang masih terbuka meski pak Warino sudah siap dengan pluitnya di mulut.

Benar saja, begitu aku masuk melewati gerbang, Pluit legend itu berbunyi. Anak-anak yang masih berada di luar berlari dengan sangat putus asa.

Aku tidak sempat masuk kelas karena yang lain sudah siap berbaris di lapangan untuk melakukan upacara. Aku simpan tas di sembarang tempat. Yang penting bisa upacara saja dulu tanpa hukuman.

Hilda dan Ayumi melambaikan tangan padaku.

"Lo udah sehat?" bisiknya.

Sehat? Apa kak Alan ijin sakit selama aku tidak sekolah kemarin?

Aku mengangguk ragu.

"Syukurlah, tadinya kami mau jenguk hari ini. Eh Lo udah masuk. baguslah."

"Iya, makasih."

Sementara di ujung sana, di mana anak laki-laki berbaris, Rahes menyapaku dengan jari tengahnya. Tentu saja aku balas dengan gak serupa.

"Eh, guru baru yang kemarin, gimana? Udah belajar sama dia kan waktu kamis?"

"Udah, ternyata orangnya asik tau. Gak bosenin," jawab Hilda.

"Masa?"

"Iya, kemarin juga dia nanyain Lo terus. Khawatir kali," timpal Ayumi.

"Oh."

"Dia beneran temen ibu Lo? Wah, asik dong Lo bisa nanya-nanya tentang masa muda ibu Lo dulu."

"Iya, sih, Da. Cuma kan gue gak tau dia temen baik atau temen jahatnya ibu gue. Siapa tau dia jahat sama ibu gue kan?"

"Lo kata ini film."

Ssssttttt. Anak lain mengisyaratkan agar kamu berhenti bergosip.

Setelah upacara selesai, aku mengambil tas lalu masuk ke dalam kelas bersama kedua sahabatku.

"Woiiii, Lo bisa saki juga ternyata? Gue pikir nenek sihir kayak Lo gak aja sakit. Abadi gitu."

"Mulai."

"Sakit apaan Lo? Kayaknya segar-segar aja tuh badan. Makin bahenol aja malah."

Bugh! Aku melempar tas tepat di badan si tukang jahil itu.

Kami segera duduk karena pelajaran pertama akan segera dimulai.

"Eh!" Rahes menendang kursiku.

"Seriusan Lo sakit apa? Gak parah kan?"

"Peduli apa Lo? Mau syukuran ya kalau gue sakit parah."

"Nah tuh, Lo tau."

"Sialan!"

"Cowok yang jemput Lo waktu itu siapa? Ganteng banget. Kok ada yang cowok seputih dia."

"Kenapa? Lo naksir?"

"Idiiihhhh, amit-amit jabang bayi. najis banget!" ujarnya sambil mengetuk-ngetuk meja.

Aku dan Ayumi tertawa.

Kami memang sangat suka becanda, namun saat ada guru kami semua diam mendengarkan dengan seksama. Tidak ada suara jika bukan sesi tanya jawab.

Pelajaran pertama usai.

"Ra, kemarin gue ketemu guru baru. Dia nanyain Lo. Kayaknya dia khawatir sama keadaan Lo."

"Ya udah sih, mungkin karena dia temen mendiang ibu gue. Wajar lah."

"Iya, sih. cuma emang harus se khawatir itu ya? Katanya dia ke rumah Lo, tapi Lo nya gak ada."

"Hah? Hes, Lo seriusan dia ke rumah gue?"

"Serius. kapan gue bohong?"

"Seriiinnnggggg." aku dan kedua sahabatku menjawab kompak.

Dia ke rumah? Siapa yang di temui di sana? Kenapa gak ada yang bilang sama aku?! Apa dia bertemu nenek juga?

Aku mencoba memahami jika dia khawatir padaku karena aku anak temannya. Tapi ke rumah? Rasanya itu terlalu berlebihan, oke jika dia wali kelasku. Tapi dia hanya sebagai guru mata pelajaran di sini.

"Ara." seseorang memanggil namaku saat aku hendak ke kantin bersama yang lain.

"Eh, pak."

"Kamu udah sehat?"

"Udah, Pak. Bapak ke rumah saya ya waktu itu?"

"Hmm, tapi kamu gak ada. Katanya kamu sedang berobat ke luar kota."

"Siapa yang bapak temui waktu ke rumah?"

"Katanya dia kakak kamu. Siapa ya namanya, lupa saya."

"Bryan?"

"Bukan, tapi yang tinggi judes itu."

"Alan?"

"Nah, iya. Saya tidak sengaja bertemu sama dia. Nampaknya dia juga baru datang saat itu karena dia ada di luar hendak masuk ke rumah."

"Oh, iya. Maaf ya, Pak. Waktu itu saya malah gak ada di rumah. Terimakasih juga sudah mau menjenguk saya."

"Iya, sama-sama. Emmm, Ara. Nanti kapan-kapan saya ingin bicara berdua sama kamu di luar sekolah. Bisa?"

Di luar jam sekolah? Gimana caranya meminta ijin sama kak Alan?

"Saya usahakan ya, Pak. Tapi saya gak janji, soalnya kakak-kakak saya protektif banget kalau saya sama cowok."

"Hahaha. padahal saya udah tua loh, ya. Maksudnya gak akan mungkin ngapa-ngapain kamu. Tapi syukurlah, saya senang jika kamu disayangi sebegitu besarnya oleh mereka."

Aih, apa banget sih ini guru. Udah kek omongan orang tua ke anaknya aja.

"Iya, Pak. Mereka memang sangat baik. Pak, saya permisi dulu ya mau ke kantin."

"Iya, iya, silakan. Saya sampai lupa kamu mau istirahat."

"Permisi, Pak." Aku dan yang lainnya berpamitan.

1
Sahriani Nasution
wuih cool
Mamah Mput: iya dia cool banget, suami aku sebenarnya dia tuh 🤧😂😂
total 1 replies
mly
plot twist nya alan Sma ara suami istri wokwok
Mamah Mput: mau kondangan gak? hahaha
total 1 replies
nowitsrain
Ini visualnya Alan?
Mamah Mput: iya kak itu Alan.
total 1 replies
nowitsrain
Ayuhhh, yang dikerjain guru baru 🤣
nowitsrain
Yah, usil banget bocah
Timio
belum apa apa udah nyakitin aja kalimatnya tor 😭
Mary_maki
Bagus banget ceritanya, aku udah nggak sabar nunggu bab selanjutnya!
Mamah Mput: terimakasih kak. tiap hari aku up ya 💜💜
total 1 replies
y0urdr3amb0y
Suka banget sama ceritanya, harap cepat update <3
Mamah Mput: terimakasih 😘
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!