Wanita tegar dan nampak kuat itu ternyata memiliki luka dan beban yang luar biasa, kehidupan nya yang indah dan bahagia tak lagi ada setelah ia kehilangan Ayah nya akibat kecelakaan 10 tahun lalu dan Ibunya yang mengidap Demensia sekitar 7 tahun lalu. Luci dipaksa harus bertahan hidup seorang diri dari kejinya kehidupan hingga pada suatu hari ia bertemu seorang pria yang usianya hampir seusia Ayahnya. maka kehidupan Luci yang baru segera dimulai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahayu Dewi Astuti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penawaran Menarik
"Maaf Luci aku baru bisa mengunjungimu setelah malam itu." ucap Sabrina sembari mengelus tangan Luci tak enak.
"ah tidak apa-apa aku juga tidak terluka." ungkap Luci melerai rasa tak enak yang ditunjukan Sabrina.
"Bagaimana keadaan kamu sekarang, aku turut berduka cita atas kepergian Ayahmu, Luci." ungkap Sabrina begitu tulus.
Mengungkit kejadian lama membuat Luci merasa teringat dengan kejadian 10 tahun lalu, saat pulang sekolah mendapatkan kabar jika Ayahnya meninggal dunia. Rasanya dunia Luci runtuh, ia benar-benar tak bisa membayangkan hidup hanya berdua dengan sang Ibu.
namun kemalangan juga kembali menindas Luci, saat lulus SMA ibunya tiba-tiba menjadi sosok pribadi yang pemarah, sering berbicara sendiri dan memaki sang Ayah karena dianggap tak pernah pulang dan menelantarkan anak dan istri. hingaa saat, Luci membawa sang Ibu untuk diperiksa ternyata sang Ibu mengalami Demensia.
Sabrina memperhatikan Luci yang diam sejak ia mengajukan pertanyaan tadi, rasa tak enak mulai kembali menghujani perasaan nya.
"Luci..." panggil nya pelan, "maaf jika pertanyaanku menyinggung perasaanmu."
"Ah Sabrina, tak apa aku hanya tiba-tiba saja mengingatnya setelah sekian lama. setelah Ayah meninggal aku harus berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup dan juga biaya rumah sakit Ibu." ungkap Luci dengan senyuman kecut.
Sabrina tak tahu apa yang terjadi dengan Ibu Luci, karena memang saat itu Sabrina harus ikut pindah kota bersama keluarganya yang miskin. Ayah Sabrina hanya seorang pegawai bangunan yang pekerjaan nya berpindah-pindah dan penghasilannya tak menentu. dikarenakan saat itu ada proyek pembangunan dari pemerintah diluar kota Ayah sabrina memutuskan untuk memboyong keluarganya pindah untuk mencari peruntungan, dari situ hubungan Sabrina dan Luci benar-benar terputus.
Seharian ini Sabrina benar-benar menemani Luci menjaga toko roti, jika ada pelanggan maka Luci akan melayani nya sebentar kemudian berbincang lagi bersama Sabrina. bahagia rasanya, setelah bertahun-tahun Luci tak pernah mengobrol dengan seorang teman.
"Sabrina, aku sangat senang melihat perubahan drastis dalam diri kamu." ungkap Luci dengan bangga.
"terima kasih, jika bukan karena pekerjaanku sekarang mungkin aku selamanya akan menjadi orang miskin."
"Wah, pasti keluargamu bangga memiliki putri cantik yanh sudah sukses. selamat ya."
"Luci, apa kamu mau bekerja denganku? aku merasa jika kamu hanya menjadi karyawan toko roti sulit untuk mendapatkan banyak uang." Sabrina dengan hati-hati menawarkan pekerjaan pada Luci.
belum tau apa pekerjaan Sabrina saja membuat Luci merasa besar hari jika sahabatnya itu mengajak dirinya bekerja, Sabrina pasti ingin sekali melihat dirinya sukses batin Luci.
"Ta..tapi aku tidak bisa apa-apa, penampilanku tak semenarik kamu." ucap Luci tak percaya diri.
Sabrina tertawa kecil, "Kalau kamu mau, aku bakal merubah seluruh penampilan kamu. kamu akan terlihat lebih cantik dan menarik."
"Kalau boleh tau, pekerjaan seperti apa yang kamu tawarkan?" tanya Luci ragu.
"Ah.. gampang saja, kamu hanya bekerja sebagai penuang minuman untuk tamu VIP di club. selain kamu akan mendapatkan gaji pokok, bonus dari para tamu juga akan sangat besar." bisik Sabrina.
mendengar hal itu membuat jantung Luci berdegup kencang, rupanya Sabrina bekerja di sebuah club malam, istilah penuang minumam mungkin hanya kiasan dari seorang wanita penghibur.
selama ini Luci tak pernah mencoba hal-hal aneh ataupun tabu, jangankan menjadi wanita penghibur yang duduk di club menemani para pria hidung belang berpacaran saja belum pernah padahal usianya kini sudah 25 tahun.
"hmm, maaf Sabrina sepertinya pekerjaan seperti itu tidak cocok denganku. Aku rasa menjadi pegawai di toko roti sudah menjadi pekerjaan yang tepat untukku." Luci mencoba menolak Sabrina dengan hati-hati, ia tak ingin melukai perasaan sahabat lamanya yang baru saja ia temui.
"Kamu bisa mendapatkan uang 3-5 juta perhari, dengan pekerjaan yang jauh lebih mudah. bukankah itu lebih besar dari gajimu satu bulan?" Sabrina mencoba menawarkan sesuatu yang jauh lebih menarik.
tentu saja itu angka uang yang sangat besar, gaji Luci satu bulan saja hanya 2,5 juta dan sebagian besar harus ia bayarkan kerumah sakit tempat ibunya dirawat Jika satu malam saja ia bisa menghasilkan 3 juta maka satu bulan ia akan bisa mengantongi uang 90 juta. nominal uang yang tak pernah Luci bayangkan sebelumnya. benar-benar penawaran yang menarik.
"Tak perlu terburu-buru, kamu boleh memikirkannya dan jika sudah punya jawaban yang bulat maka hubungi aku." Sabrina menyimpan beberapa lembar uang 100 ribu-an diatas meja dan pergi meninggalkan tokok roti itu.
selama bekerja, perasaan serta pikiran Luci berkecamuk ia memang membutuhkan penghasilan yang banyak, untuk membayar rumah sakit, untuk merubah kehidupannya. namun sekali lagi Luci berpikir apakah menjadi seorang wanita penghibur adalah solusinya?
Luci nampak tidak fokus, bahkan saat seseorang memasuki tokok rotinya saja Luci tak menyadarinya. Nyonya Misca, wanita berusia 60 tahun pemilik tokok roti tempat Luci bekerja datang, ia berdiri memerhatikan Luci yang sedang duduk dengan tatapan kosong.
Tuk...tuk...tuk
ketukan Nyonya Misca pada meja kasir menyadarkan Luci seketika. Luci kalang kabut saat mengetahui siapa yang datang.
"Nyonya, maaf saya tidak menyadari kedatangan Anda." ucap Luci dengan perasaan tidak enak.
"Apa ada sesuatu yang sedang kamu pikirkan?" tanya wanita itu lembut.
"Ah... saya hanya memikirkan keadaan ibu saya, Nyonya." Bohong! ya Luci baru saja berbohong.
Nyonya Misca mengelus tangan Luci, "apa dia baik-baik saja?" tanyanya ingin tahu.
"ya tentu saja, hanya saya belum sempat mengunjunginya beberapa bulan terakhir ini. ah ngomong-ngomong ada apa Nyonya datang ke tokok? apa sedang butuh beberapa roti?" tanya Luci pada Boss nya itu.
"Ah.. tidak-tidak, ada hal yang perlu saya bicarakan dengan kamu. tapi rasanya bingung harus mulai dari mana." ungkap Nyonya Misca ragu.
dari raut wajahnya saja Luci dapat membaca jika sesuatu yang akan di bicarakan oleh Misca bukanlah hal baik.
"Ada apa Nyonya, tak perlu sungkan." ucap Luci.
"Maaf Luci, sepertinya akhir minggu ini saya harus menutup tokok roti ini. Tubuh saya sudah terlalu tua, maka dari itu saya secepatnya akan mengikuti anak-anak ke Jerman." Nyonya Misca nampak sedih.
jantung Luci terasa akan lepas mendengar kabar tak baik ini, bagaimana bisa ia harus kehilangan satu-satunya mata pencahariannya. Bagaimana dengan biaya Rumah sakit, bagaimana dirinya bisa hidup.
butiran air mata Luci jatuh, ia hanya merasa kesialan terus saja menghampiri dirinya. melihat hal itu Nyonya Misca dengan hangatnya memeluk gadis cantik yang sudah ia temui sekitar 4 tahun lamanya. dielus rambut panjang berwarna coklat itu hingga kepunggung serta ucapan maaf yang tak henti-henti dari mulut Nyonya Misca kepada Luci.
"Maafkan saya Luci..." Nyonya Misca ikut terisak.
"Tak apa, anda sudah mengambil keputusan terbaik. jaga selalu kesehatan anda Nyonya, dan hidup bahagialah." Luci mencoba tegar, mungkin sudah saat nya bagi Luci untuk mencari pekerjaan yang lain.
setelah berbincang banyak dengan Nyonya Misca, kini Luci hanya terdiam seorang diri. berpikir sembari merencanakan hal yang harus ia lakukan setelah tidak bekerja disini.
"Apa aku harus menerima tawaran Sabrina?"