⚠️Warning⚠️
Cerita mengandung beberapa adegan kekerasan
Viona Hazella Algara mendapatkan sebuah keajaiban yang tidak semua orang bisa dapatkan setelah kematiannya.
Dalam sisa waktu antara hidup dan mati Viona Hazella Algara berharap dia bisa di beri kesempatan untuk menembus semua kesalahan yang telah di perbuatnya.
Keluarga yang dicintainya hancur karena ulahnya sendiri. Viona bak di jadikan pion oleh seseorang yang ingin merebut harta kekayaan keluarganya. Dan baru menyadari saat semuanya sudah terjadi.
Tepat saat dia berada di ambang kematian, sebuah keajaiban terjadi dan dia terbawa kembali ke empat tahun yang lalu.
Kali ini, Viona tidak bisa dipermainkan lagi seperti di kehidupan sebelumnya dan dia akan membalas dendam dengan caranya sendiri.
Meskipun Viona memiliki cukup kelembutan dan kebaikan untuk keluarga dan teman-temannya, dia tidak memiliki belas kasihan untuk musuh-musuhnya. Siapa pun yang telah menyakitinya atau menipunya di kehidupa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Gloretha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20
"Eh, bro. Inget dia cewek!." Kata Fero bersiap mengulurkan tangannya untuk menghentikan Billy. Namun, Billy mendorong Fero dan melewatinya begitu saja.
Bukannya panik, Viona justru duduk di sofa dengan tenang, dia sama sekali tidak bergerak saat memperhatikan Billy yang marah mendekatinya.
Namun, begitu Billy sudah cukup dekat, Viona melayangkan tatapan tajamnya kearah lelaki itu dan tiba-tiba menendangnya dengan gerakan cepat dan tegas, tendangan itu mengenai tangan Billy, membuat botol alkohol yang dipegangnya jatuh ke lantai. Kemudian, Viona berdiri dan langsung menjambak rambut Billy, membanting kepalanya dengan keras ke meja didepannya, membuat meja kaca itu retak.
"Argh!." Billy menjerit kesakitan. Semua ini terjadi dalam hitungan detik, membuat yang lainnya tercengang dan terdiam.
Freya dan Veyra duduk meringkuk bersamanya, keduanya terkejut dan takut dengan apa yang baru saja mereka lihat.
Raut wajah Ziya menjadi pucat dan dia akhirnya menyadari bahwa Viona benar-benar tahu bagaimana caranya bertarung.
"Maafin gue! Viona, tolong lepasin gue! Gue salah karena udah macem-macem sama lo!." Kepala Billy masih terasa pusing karena pukulan keras yang diterimanya. Ketika ia sadar, ia mulai meratap dan melolong seperti hantu.
"Viona, stop! Lo bisa Billy kalau kayak gini!." Seru Ziya terkejut.
'Ck! Berurusan sama sampah kayak dia cuma tugas kotor bagi gue!.' Cibir Viona. Matanya bersinar dengan cahaya dingin dan Viona segera melempar Billy dengan mudah ke lantai.
"Jadi, gini kesepakatannya, Billy. Kalau lo mau pergi dari tempat ini hari ini. Lo harus naked pas keluar dari sini!." Tatapan mata Viona terlihat mengancam dan dia tidak terlihat sedang main-main atau bercanda.
Mendengar hal itu, kaki Billy gemetaran. Dia telah berurusan dengan gadis gila! Di bawah tatapan mematikan Viona, dia gemetaran saat terpaksa melepaskan celana jeans nya, menyisakan celdamnya, Billy menatap Viona dengan tatapan mata memohon, berharap belas kasihan dari Viona.
Fero tidak tahan lagi untuk menyaksikan semua ini. Dia memutuskan untuk buka suara, berharap Viona mau memberikan pengampunan pada Billy.
"Viona, lupain ini semua. Kenapa lo harus sampe kayak gini?."
Viona langsung menoleh, menatapnya. "Lo lupa ya? Dia yang mulai duluan dan bukan gue. Sekarang, dia pantes dapetin ini. Kalau aja gue yang kalah hari ini, apa menurut lo Billy akan ngelepasin gue dengan mudah?." Sebelah alisnya terangkat, menunggu balasan Fero yang ia tahu bahwa lelaki itu tidak punya apa pun untuk dikatakan padanya.
Fero terdiam setelah mendengar perkataan Viona. Memang benar, Billy telah mengajak teman-temannya dan bersekongkol untuk melawan Viona terlebih dahulu. Ia sangat mengenal Billy dengan baik. Jika situasinya dibalik hari ini, Billy tentu saja tidak akan melepaskan Viona begitu saja dan bahkan teman-teman mereka yang lain juga ingin melihat Viona menderita.
Viona tertawa dingin, nadanya penuh sarkasme, membuat Billy gemetar ketakutan. Apakah hidupnya akan berakhir di sini dari hari ini?
Tiba-tiba, terdengar suara ketukan di pintu ruangan. Pintu terbuka dan memperlihatkan manager Klub Starlight. Setelah manager itu melihat kejadian di dalam ruangan itu, kedua matanya berkedip ketakutan, sebelum akhirnya dengan tenang dia menyapa Viona yang berdiri didekat sofa. "Nona Viona, apa bisa anda keluar sebentar?."
"Ada yang mencari anda."
"Siapa yang nyari gue?." Viona terlihat bingung. Dia memiringkan kepalanya dan berpikir sejenak sebelum akhirnya menganggukkan kepalanya. "Ya udah deh, ayo pergi." Dengan itu, senyum manis mengembang di wajahnya yang cantik jelita, membuatnya tampak lebih cantik dari sebelumnya. Sulit dipercaya bahwa malaikat yang sama ini baru saja hampir memukuli seseorang hingga mati.
Saat Viona melangkah keluar dari ruangan tersebut, dia hampir menginjak seseorang yang tergeletak didepan pintu. "Ih, apa-apaan sih ini?!." Dia tidak bisa menahan diri untuk tidak mengumpat.
Setelah mengamati lebih dekat, Viona menyadari bahwa seseorang yang tergeletak itu adalah Leo, masih berlumuran muntahan dari minuman keras yang mungkin tidak betah berada didalam perutnya.
Viona mengernyitkan hidungnya karena merasa jijik. Bagaimana dirinya bisa jatuh cinta pada lelaki seperti ini di kehidupan sebelumnya?
"Nona, bagaimana kalau kita membawa dia masuk ke ruangan?." Tanya manager itu.
"Ngga perlu, pak manager." Jawab Viona sembari menatap Leo yang tergeletak tak sadarkan diri di lantai dengan sedikit rasa jijik di matanya. "Biarin aja dia di sini, palingan ngga lama juga dia sadar."
Leo, lelaki bajingan itu sudah menipu Viona habis-habisan bersama dengan Ziya di kehidupan yang sebelumnya, dan Viona sendiri yang memastikan bahwa Leo akan mendapatkan balasan yang setimpal di kehidupan ini.
"Ya sudah kalau begitu, Nona." Jawab manajer itu dengan hormat tanpa menanyakan alasannya. Bagaimanapun, Varell telah memerintahkan mereka untuk melakukan apa pun yang di katakan oleh Viona.
"Oh ya, pak Manager. Siapa yang tadi nyariin aku?." Tanya Viona.
"Ah, iya. Tuan Bramasta, nona." Kata manager itu.
Mendengar hal itu kedua mata Viona terbelalak lebar. "Maksudnya Om Galen? Ngga mungkin..."
"Maksud saya Tuan muda Bramasta, tuan Varellino." Managers itu tidak langsung mengatakan nama Varellino, melainkan menggunakan nama marga. Jadi, siapa pun yang mendengar hal itu pasti mengira bahwa itu adalah Galen Pradipta Bramasta
"Tuan muda tadi menelpon saya dan bilang kalau beliau sudah berkali-kali menelepon nona Viona, tapi tidak diangkat."
Mendengar hal itu, Viona segera mengeluarkan ponselnya dari dalam saku dan ketika membuka layar terlihat ribuan notifikasi berupa panggilan tak terjawab dari Varellino
Viona langsung merasa bersalah. Dia terlalu asyik bermain dadu bersama 'teman-teman' sehingga ia tidak memperhatikan bahwa ponselnya berdering berkali-kali. Dia segera menelpon kembali. Sembari menunggu panggilannya di jawab, Viona tidak bisa tidak bertanya-tanya apa yang mungkin diinginkan Varell di jam seperti ini. Hatinya berlari dengan penuh harap dan gugup. Namun, Viona tidak perlu menunggu terlalu lama, karena Varell langsung menjawab telepon darinya dalam hitungan detik.
"Viona, kenapa kamu dari tadi ngga jawab panggilan dari aku?." Suara Varell yang memikat terdengar dari ujung panggilan.
"Oh... haha, aku minta maaf, karena keasyikan main... aku jadi ngga denger kalau ada yang telfon." Jawab Viona sembari tertawa gugup.
"Apa yang kalian lakuin di sana?."
"Cuma ngobrol-ngobrol santai sama makan, itu doang. Kita ngga ada ngelakuin hal-hal yang menarik kok." Jawab Viona, wajahnya memerah karena malu.
Saat Viona sedang asyik mengobrol bersama Varell, sang Manager teringat dengan dadu-dadu yang berserakan dan Billy yang seperti terlempar ke lantai juga terpaksa harus menanggalkan pakaiannya hingga hanya menyisakan celdamnya. Manager itu tetap diam dan dia tidak yakin harus mengatakan apa.
"Ngomong-ngomong, tumben kamu telfon aku. Ada apa?." Tanya Viona, suaranya nyaris hampir terdengar seperti sedang berbisik. Meski begitu, dia masih merasa gugup ketika mendengar suara Varell.
Varell terkejut mendengar pertanyaan Viona. Mengapa Varell menelpon? Pria itu tidak bisa mengatakan bahwa dirinya hanya ingin mendengarkan suara Viona. Varell menempelkan jarinya di bibirnya dan berpikir sejenak sebelum akhirnya memberanikan diri untuk berkata. "Ngga, ngga apa-apa."
'Hah? Jadi Varell cuma pengen ngobrol sama gue?.' Batin Viona.
"Ayo dong, Varell. Aku tau kok kalau kamu kangen kan sama aku? Ngaku aja deh! Aku tahu kamu cowok yang keras kepala dan ngga mau ngelepas gengsinya!." Goda Viona, diam-diam dia merasa senang kabar dari Varell, tetapi dia juga sedikit kesal dengan kurangnya kejujuran Varell.
Tepat di saat Viona hendak kembali buka suara, Varell telah lebih dulu menyelanya. "Satu minggu."
"Maksudnya? Satu minggu buat apa?." Tanya Viona.
"Aku mau pulang satu minggu lagi." Jawab Varell.
"Oke, kalau gitu aku jemput kamu di bandara!." Kata Viona sembari merasakan jantungnya berdebar kencang.
Viona bertanya-tanya pada dirinya sendiri mengapa ia merasa gugup lagi dan meletakan tangannya di dadanya untuk menenangkan dirinya.
"Hm... oke." Jawab Varell. "Kalau gitu aku tutup telfonnya."
"Oke, sampai ke ketemu seminggu lagi." Setelah Viona mengatakan hal itu, panggilan mereka langsung terputus secara sepihak oleh Varell.
Viona dapat merasakan perasaan yang aneh dalam dirinya, ia merasa seperti bahagia dan juga merasa ketidakpastian. Dia tidak sabar lagi ingin bertemu dengan Varell, tetapi dia juga tidak tahu kemana arah hubungannya dengan Varell.
Viona memutuskan untuk menjalani semuanya selangkah demi selangkah dan menikmati momen itu. Dia menarik napas dalam-dalam dan menepuk dadanya, lalu menatap manajernya dengan tatapan rumit dan tersenyum percaya diri. "Pak manajer, bapak ngga akan lapor sama Varell tentang apa yang terjadi didalem, kan?."
"Apa yang terjadi, Nona Viona? Hari ini saya tidak melihat apa pun di ruangan itu." Jawab sang Manager itu sembari membetulkan posisi kacamatanya.
Viona sangat senang dengan reaksi Manager itu dan menepuk bahunya. "Bapak, emang Manager terbaik. Nanti aku yang akan urus kenaikan gaji buat bapak."
Menjadi seorang bos ternyata terasa hebat, meskipun posisi yang Viona miliki saat ini hanyalah sebagai figur pemimpin.
"Nona Viona, Tuan muda pernah memberitahu saya kalau nona datang ke Klub Starlight, beliau punya hadiah untuk nona dan ingin saya mengajak Nona pergi ke sesuatu tempat." Kata manager itu.
"Hadiah?." Viona langsung terlihat bersemangat. "Tunggu bentar! Aku mau ambil tas dulu dari ruangan, setelah itu kita bisa pergi."
Viona sedang dalam suasana hati yang baik saat dia bergegas kembali ke ruangan klubnya.
Saat masuk, Viona melihat Freya sedang memegangi celana jeans Billy, mencoba menyuruhnya untuk segera memakai pakaiannya kembali.
Sementara itu, Billy terlihat ragu-ragu dan terpaku saat melihat kedatangan Viona. "Viona, gue ngga ngelakuin apa pun!." Katanya sambil gemetar.
Viona menoleh, menatapnya dengan jijik. 'Hahaha... Pengecut banget! Belaga bisa ngalahin gue dengan kemampuan dia yang sekecil itu.' Batin Viona, kemudian memutar matanya ke arah lain dan berjalan ke sofa, meraih tasnya dari samping kursi.
"Gue mau pergi." Kata Viona sembari meraih tasnya dengan penuh semangat.
"Viona, Lo mau pergi kemana? Bukannya kita seharusnya pulang bareng?." Tanya Ziya dengan nada mendesak.
Untuk sejenak, Viona terlihat ragu-ragu. Tetapi, dia tidak bisa membiarkan Ziya ikut dengannya untuk melihat hadiah itu. "Ah, Manager tadi bilang kalau Leo ngga ada. Gue ngga yakin apa dia mabuk dan pingsan di kamar mandi atau ditempat lain. Jadi, gue harus pergi cari dia." Jawab Viona berpura-pura.
Mendengar hal ini, sikap Ziya langsung berubah. "Oh, ya udah kamu bisa pergi sekarang. Dia tadi udah minum banyak buat lo, jadi sebaiknya lo pergi dan cari." Kata Ziya mendesak Viona, tidak dapat menahan rasa tidak sabarnya.
Saat Viona menyadari ekspresi gembira di wajah Ziya, Viona tidak bisa menahan diri untuk tidak memutar matanya ke dalam. Viona mengaitkan tasnya sebelum akhirnya berjalan menuju pintu keluar. Saat melewati di depan Billy, Viona tiba-tiba berhenti dan mengulurkan tangannya.
"Apa yang mau lo lakuin?." Tanya Billy terkejut secara naluriah memeganginya kepalanya. Namun kemudian dia terkejut ketika melihat Viona hanya menguap.
"Haaaahh!." Viona menguap. "Apa lo belum pernah liat orang lagi nguap? Kenapa lo berlebihan banget?."
Billy benar-benar tidak dapat menahan rasa takutnya!