Dewasa🌶🌶🌶
"Apa? Pacaran sama Om? Nggak mau, ah! Aku sukanya sama anak Om, bukan bapaknya!"
—Violet Diyanara Shantika—
"Kalau kamu pacaran sama saya, kamu bakalan bisa dapetin anak saya juga, plus semua harta yang saya miliki,"
—William Alexander Grayson—
*
*
Niat hati kasih air jampi-jampi biar anaknya kepelet, eh malah bapaknya yang mepet!
Begitulah nasib Violet, mahasiswi yang jatuh cinta diam-diam pada Evander William Grayson, sang kakak tingkat ganteng nan populer. Setelah bertahun-tahun cintanya tak berbalas, Violet memutuskan mengambil jalan pintas, yaitu dengan membeli air jampi-jampi dari internet!
Sialnya, bukan Evan yang meminum air itu, melainkan malah bapaknya, William, si duda hot yang kaya raya!
Kini William tak hanya tergila-gila pada Violet, tapi juga ngotot menjadikannya pacar!
Violet pun dihadapkan dengan dua pilihan: Tetap berusaha mengejar cinta Evan, atau menyerah pada pesona sang duda hot?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29. Modus William
William baru bisa menghela napas lega setelah mengantarkan Violet sampai ke kostannya. Tapi alih-alih langsung pergi, dia tetap bertahan di mobil, mengetuk-ngetukkan jarinya di atas setir, seolah ada sesuatu yang masih ingin ia katakan.
"Hari ini kamu mau ke kampus?" tanyanya akhirnya. Suaranya terdengar santai, tapi sebenarnya otaknya sedang berpikir keras.
"Iya, tapi mungkin agak siangan, sekitar jam sebelas lah Om," jawab Violet sambil melepas seatbelt.
"Memang kamu berangkatnya pakai apa?"
"Pakai taksi."
William mengernyit. "Memang kamu yakin taksi itu aman?"
Violet tertawa kecil. "Ya aman lah, Om. Selama ini juga aku kalau kemana-mana pakai taksi kok."
"Tapi emangnya nggak sayang duit kamu? Kan naik taksi itu mahal,"
Violet menghela napas, setengah mengeluh. "Ya sayang sih, Om. Apalagi skincare-ku udah pada habis. Tapi kalau nggak naik taksi, mau gimana? Papaku nggak ngebolehin aku pakai motor sendiri. Bahkan pakai ojek motor pun nggak boleh. Rawan kecelakaan katanya,"
"Jangan, bener papa kamu. Emang bahaya kalau naik motor," gumam William, seolah terlihat setuju, padahal dalam hati dia justru melihat ada kesempatan.
Violet hanya berdecak. Semua bapak-bapak sama aja, batinnya.
William melirik jam tangannya, pura-pura berpikir. Lalu, dengan nada yang dibuat terdengar biasa saja, dia menawarkan, "Mau saya antar nggak?"
Violet spontan menoleh, matanya membesar. "Eh? Om? Mau antar aku ke kampus?"
William tersenyum tipis, mengangkat bahu. "Ya mumpung saya nanti mau jalan ke arah sana, jadi sekalian. Tapi kalau kamu nggak mau, ya nggak apa-apa sih."
Violet langsung terbelalak, buru-buru meraih lengan William. "Mau, Om! Mau!"
William menahan tawa melihat reaksi cepat gadis itu. Dalam hati, dia merasa puas, tapi wajahnya tetap berusaha terlihat biasa saja. "Oke, nanti jam setengah sebelas saya jemput. Awas kalau kamu belum siap saat itu."
Violet menyeringai senang. "Siap, Bos!"
William terus berusaha menahan senyumnya saat Violet membuka pintu mobil.
"Bye, Om!" seru gadis itu sebelum menutup pintu.
Begitu Violet benar-benar masuk ke dalam kostnya, barulah William menyandarkan kepala ke kursi, dan senyum lebarnya muncul.
"Yes!" gumamnya puas.
...----------------...
Sepeninggal William, Violet pun berjalan masuk ke dalam kostannya sambil bersenandung riang. Tanpa ia sadari, ada sepasang mata yang memperhatikannya dari kejauhan. Sosok itu berdiri diam, mengamati setiap gerak-geriknya dengan intens, bahkan setelah Violet menghilang di balik pintu kamarnya.
Tanpa merasa ada yang aneh, Violet tetap melanjutkan aktivitasnya dengan santai. Lagipula, pikirannya masih dipenuhi kegembiraan karena mendapat tebengan gratis dari William. Ia melirik jam dinding yang baru menunjukkan pukul sembilan pagi.
"Hoaaam... Aku masih ngantuk. Tidur dulu aja deh. Satu jam cukup lah ya..."
Sambil menguap kecil, ia mengambil ponselnya dan menyetel alarm. Setelah itu, ia berjalan menuju meja rias, berniat mencuci muka sebelum tidur. Meskipun hari ini hanya dihabiskan untuk bersih-bersih di apartemen William, dia tetap memakai full makeup agar tetap terlihat cantik.
Saat sedang mencari skincare nya, alis Violet sedikit berkerut. Matanya tertuju pada salah satu pintu lemarinya yang sedikit terbuka.
"Loh? Emangnya tadi aku tinggalin kebuka ya?" gumamnya heran.
Ia mencoba mengingat-ingat, tapi tidak menemukan jawaban yang pasti. Setelah beberapa detik, ia menggelengkan kepala.
"Ah, mungkin aku lupa," katanya sambil menutup pintu lemari itu lagi.
Tanpa memikirkannya lebih jauh, Violet kemudian beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya.
Begitu selesai, ia langsung merebahkan diri di kasur. Dalam hitungan menit, matanya pun terpejam, tenggelam dalam tidur yang lelap, tanpa menyadari ada sesuatu yang tidak beres di dalam kamarnya.
...----------------...
Di apartemen, Evan mengernyit bingung saat melihat papanya mondar-mandir sejak tadi. Awalnya, William pamit keluar sebentar untuk membeli sarapan—setidaknya, itulah yang ia katakan pada Evan. Padahal sebenarnya, ia kan mengantar Violet. Tapi begitu pulang, William malah langsung masuk kamar dan sibuk mencari sesuatu.
Yang membuat Evan semakin heran, papanya bukan cuma mencari sesuatu, tapi juga gonta-ganti pakaian berkali-kali.
Pertama kali keluar kamar, William memakai kemeja polos biru yang dipadukan dengan jas. Tapi saat melihat pantulan dirinya pada kaca televisi, ia bergumam, "Kayaknya terlalu monoton deh." Kemudian, tanpa menjelaskan apa pun, dia kembali masuk.
Kedua kalinya keluar, William mengenakan kemeja motif garis-garis. Tapi tak berselang lama dia berdecak, ekspresinya terlihat tidak puas. "Kenapa kesannya kayak bapak-bapak banget ya?"
Lalu William menghilang ke kamar lagi.
Evan, yang sejak tadi memperhatikan papanya dengan ekspresi bingung, akhirnya tak bisa menahan diri. "Papa sebenarnya ngapain sih? Dari tadi gonta-ganti baju mulu," tanyanya.
William tersentak, tak menyangka gerak-geriknya begitu diperhatikan oleh sang putra. "Ah, nggak apa-apa kok, Papa cuma nggak nyaman sama baju yang tadi," jawabnya santai, berusaha terdengar meyakinkan.
"Oh gitu..." Evan mengangguk-angguk, tapi sorot matanya menyipit curiga. "Tapi kenapa dalam penglihatanku sekarang, Papa kayak orang yang mau pergi kencan ya?"
"Hah? Ngomong apa sih kamu!" sentak William, sedikit panik. "Papa tuh mau ngantor, ada-ada aja kamu ini!"
Evan terkekeh. "Ya udah sih, Pa, santai aja. Nggak usah ngegas." Ia lalu melirik jam dinding. "Lagian, udah jam segini kok baru berangkat ngantor? Biasanya kan Papa selalu berangkat pagi. Kalau udah kesiangan gini, biasanya papa WFH kan?"
William terbatuk kecil, mencari alasan. "Gapapa, ada keperluan mendadak aja," katanya cepat. Ia lalu melirik jam tangannya dan menghela napas. "Ck, kenapa masih jam setengah sepuluh sih," gumamnya pelan, merasa tak sabar.
Evan semakin curiga. "Papa ini beneran mau ke kantor, kan?"
William langsung meraih kunci mobilnya. "Ya iyalah, emangnya kemana lagi? Udah ya, Papa berangkat sekarang."
Tapi baru saja William melangkah keluar apartemen, beberapa detik kemudian dia kembali lagi.
"Kamu jangan ke mana-mana dulu," pesannya pada Evan. "Istirahat aja di rumah. Kalau butuh apa-apa, langsung telepon Papa, oke?"
Evan hanya mengangkat jempolnya. "Oke, oke."
William pun buru-buru turun ke basement dan masuk ke mobilnya. Namun, begitu duduk di balik kemudi, dia malah terdiam.
Janjinya dengan Violet masih jam setengah sebelas. Itu artinya masih ada satu jam lagi.
"Mau ke kantor juga percuma, semua sudah di-handle sama sekretarisku. Tapi kalau balik lagi ke apartemen, Evan pasti makin curiga,"
Setelah berpikir sejenak, akhirnya William memilih untuk pergi lebih dulu ke area dekat kostan Violet. Ia memarkir mobilnya di gang seberang dan menunggu di dalam mobil.
Sambil menunggu, William mengamati sekeliling dari dalam mobil. Setelah beberapa lama, pandangannya tertuju pada seseorang yang baru saja keluar dari kostan Violet.
"Itu... bukannya penjaga kosannya Violet?"
William mengenali pria itu karena beberapa kali melihatnya saat mengantar Violet. Tapi dari dulu, ada satu hal yang mengganjal di pikirannya.
Kenapa yang menjaga kostan khusus perempuan ini malah laki-laki? Aneh sekali.
Matanya tanpa sadar terus mengikuti gerak gerik pria itu. William semakin heran ketika melihat pria itu berhenti di sebelah kostan dan mulai mengais-ngais tumpukan sampah.
"Hah? Ngapain sih dia? Jorok banget," gumamnya pelan.
Tapi sebelum ia bisa mengetahui apa yang dilakukan pria itu lebih jauh, alarm ponselnya berbunyi. William melirik layar, sudah pukul setengah sebelas tepat.
Senyum lebar langsung terbit di wajahnya. Dengan semangat, ia melajukan mobilnya mendekati kostan Violet.
ngakak brutal ya allah
"mertuaku, mantan musuh bebuyutan ku..
atau
"mertuaku, besty SMA ku?
kalau sempat tau, habis kau om jadi dendeng balado..🤣🤣🤣
dia jujur gak tu depan bapak nya si cowok..😭😭