Memiliki julukan sebagai anak pembawa sial, tak membuat gadis bernama Chessy larut dalam kesedihannya. Ya, anak pembawa sial adalah julukannya sejak dia di lahirkan, karena kelahirannya yang berbarengan dengan kematian kedua orang tuanya.
Kehidupan yang begitu menderita membuatnya tak lantas putus asa, dia selalu meyakinin bahwa akan ada pelangi setelah hujan, akan ada kebahagiaan setelah penderitaan, dan inilah yang selalu di rindukan Cheesy, Merindukan Pelangi saat hujan.
Dapatkah Cheesy menemukan kebahagiaannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma Banilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Uwiw...Wiuh..
Terdengar suara ambulance yang baru saja datang di gedung kosong itu setelah beberapa menit seorang anggota kepolisian menghubunginya.
Gilang segera di bawa masuk ke dalam ambulance bersama langit yang terus menemaninya.
Setelah mendapat sedikit perawatan saat di ambulance, Gilang sempat membuka matanya.
"Gilang bertahanlah, kita akan segera sampai rumah sakit. Kamu pasti akan baik baik saja." Ucap Langit menggenggam tangan Gilang.
"Komandan, sa.. saya ti..dak se..kuat... itu.. Ka..kalau te..terjadi se..suatu pa..da Sa..saya to..long ja..ga is..istri d..dan a..anak Sa..ya Pak." Ucap Gilang terbata.
"Kamu akan baik baik saja Gilang, saya mohon bertahanlah." Ucap Langit di sela isak tangisnya.
Saat ini langit begitu takut akan kehilangan Gilang, karena Gilang adalah sahabatnya dari kecil, setelah lama terpisahkan karena Langit harus ikut dengan kedua orang tuanya pindah keluar kota, namun pada akhirnya mereka di pertemukan kembali dalam satu ikatan Dinas yang sama.
Bayang bayang saat kecil pun kembali berputar di otak langit, dimana saat itu kedua anak laki laki tengah bermain bersama teman temannya yang lain.
FlashBack On
"Kalian jadi penjahatnya, aku dan Gilang yang akan jadi polisinya." Ucap langit kecil.
"Oke." Sahut teman teman lainnya, lalu mereka pun berlari.
Gilang dan Langit bersikap layaknya polisi yang sedang mengejar para penjahat dengan tangan menyerupai pistol.
"Jangan lari, aku akan menangkap kalian." Teriak Gilang kecil yang terus mengejar temannya untuk menangkap mereka satu persatu.
Gilang dan langit pun berhasil menangkap teman temannya dan membawa mereka lalu mendudukan nya di bawah pohon yang rindang.
"Berhasil, misi selesai." Ucap Langit dan Gilang lalu keduanya melakukan tos.
Flashback Off
"Arrgggghhh." Pekik Gilang kesakitan.
"Gilang bertahanlah, sebentar lagi kita sampai rumah sakit, kamu harus kuat Gilang." Ucap langit.
Hingga akhirnya Gilang kembali tak sadarkan diri lagi.
"Gilang, Bangun, Bangun Gilang." Pekik Langit histeris saat Gilang tak membuka matanya kembali.
***
"Astagfirullah, Mbak Gita." Pekik seorang perempuan yang merupakan istri dari Langit, Ia berlari saat melihat Gita tergeletak di teras rumah.
Langit memang menghubungi sang istri untuk menemani Gita setelah beberapa saat meminta Gilang untuk segera merapat.
Langit sedikit khawatir mengingat kehamilan Gita sudah memasuki usia sembilan bulan, jadi dia meminta istrinya untuk menemani Gita selama Gilang bertugas.
Namun saat Ranti datang, Ia begitu terkejut saat melihat Gita yang sudah tak sadarkan diri dengan begitu banyak darah yang keluar dari jalan lahirnya.
"Pak tolong angkat Mbak Gita dan bawa ke mobil." Teriak Ranti pada sang sopir.
Sopir itu segera berlari mendekat dan membopong tubuh lemah Gita lalu memasukannya ke dalam mobil.
"Kita ke rumah sakit sekarang Pak." Ucap Ranti.
Mobil yang di kendarai oleh seorang supir pun segera melaju dengan kecepatan tinggi sesuai permintaan majikannya agar cepat sampai rumah sakit.
***
Sesampainya dirumah sakit,
"Tolong.. ada yang mau melahirkan." Teriak Ranti saat keluar dari mobil.
Para perawat yang sedang berjaga segera mendorong brangkar ke arah Ranti yang sudah membuka pintu mobil dimana Gita berada.
"Dia tidak sadarkan diri Mas, karena mengalami pendarahan yang cukup banyak." Ucap Ranti.
Para perawat segera membantu mengeluarkan Gita dan membaringkan nya ke brangkar.
Para perawat mendorong brangkar dengan cepat menuju ruang tindakan, Ranti mengikuti para perawat yang mendorong brangkar. Tatapan matanya tidak lepas dari wajah Gita yang sudah mulai memucat.
"Mbak Gita, kamu harus kuat demi anakmu Mbak." Ucapnya menggenggam tangan Gita.
"Maaf Bu, silahkan menunggu di luar." Ucap perawat wanita mencegah Ranti ikut masuk ke dalam ruang tindakan.
Saat ini Gita sudah di bawa ke dalam ruang tindakan untuk segera mendapat penanganan dari dokter. Ranti menunggu di depan ruang tindakan dengan perasaan campur aduk.
"Ya Allah selamatkan mbak Gita dan juga anaknya." Lirih Ranti yang tak henti hentinya berdoa untuk keselamatan Gita dan juga anaknya.
Tak lama setelah Gita masuk ruang tindakan, mobil ambulance yang membawa Gilang pun sampai, para petugas medis segera mendorong brangkar Gilang menuju ruang tindakan yang ternyata bersebelahan dengan ruang tindakan tempat Gita berada.
"Mas Langit." Teriak Ranti saat melihat suaminya sedang mendorong brangkar.
Ranti segera menghampiri suaminya dan terkejut saat melihat seseorang yang terbaring di atas brangkar adalah Gilang.
"Mas, kenapa dengan Mas Gilang?" Tanya Ranti.
"Sebentar sayang." Langit menunda untuk menjawab karena harus berbicara pada sang suster.
"Sus dia tertembak saat bertugas, tolong selamatkan dia Sus." Ucap Langit pada perawat yang hendak menutup pintu ruang tindakan.
"Kami akan berusaha Pak, selebihnya kita serahkan pada yang maha Kuasa, permisi." Ucap suster itu lalu segera menutup pintu ruang tindakan.
"Mas, apa yang terjadi dengan Mas Gilang?" Tanya Ranti lagi.
"Dia tertembak sayang, Mas gagal melindunginya." Ucap Langit lalu segera memeluk sang istri.
Sebagai seorang komandan, langit merasa gagal melindungi anak buahnya. Terlebih Galang juga merupakan Sahabatnya, dia merasa tidak berguna sebagai seorang sahabat.
"Yang sabar ya Mas, kita berdoa semoga Mas Gilang baik baik saja." Ucap Ranti berusaha menenangkan sang suami sembari mengusap punggungnya.
"Oh ya, kamu kenapa ada disini? Mas kan minta sama kamu untuk menemani Gita di rumahnya sayang?" Tanya Langit setelah melerai pelukannya dan menatap sang istri.
"Iya Mas, aku tadi ke rumah Mbak Gita, tapi.. tapi.. Pas aku sampai Mbak Gita sudah tak sadarkan diri di teras rumah, Mbak Gita pendarahan Mas." Jawab Ranti tak bisa menahan air matanya yang jatuh.
"Sekarang Mbak Gita sedang di tangani dokter Mas." Terang Ranti sontak membuat langit terkejut, Langit berpegangan pada kursi tunggu dan duduk disana.
"Astagfirullah, kenapa jadi seperti ini." Lirih Langit menyugar rambut dan mengusap kasar wajahnya, karena merasa bersalah pada sahabat dan juga istri sahabatnya.
Ranti yang melihat sang suami tampak Syok segera memeluknya, Ranti tau Gilang adalah sahabat suaminya, sudah pasti suaminya sangat terpukul dengan kejadian yang menimpa Gilang dan istrinya.
"Keluarga Bu Gita." Teriak seorang perawat yang baru saja keluar dari ruang tindakan tempat Gita di tangani.
Ranti dan Langit menoleh ke sumber suara dan segera berlari menghampiri sang perawat.
"Kami sahabatnya Sus." Ucap langit setelah berdiri di hadapan perawat.
"Apa suami Bu Gita ada?" tanya perawat itu.
"Suaminya ada di ruang sebelah dok. sedang mendapat penanganan juga." Jawab Langit sendu.
"Bagaimana kondisi Gita dok?" Tanya Ranti.
"Pasien kritis, kami harus segera melakukan tindakan operasi untuk menyelamatkan bayinya, tapi kami butuh persetujuan suaminya." Jawab perawat itu.
"Lakukan saja apapun yang bisa menyelamatkan Gita dan anaknya sus, saya yang akan bertanggung jawab." Ucap Langit yang tidak ingin Gita terlambat mendapat penanganan.
"Baik, silahkan Bapak tandatangani surat persetujuan ini." Ucap perawat itu lalu menyodorkan sebuah Map yang berisi surat persetujuan tindakan operasi caesar.
Langit segera menerima Map itu dan menandatanganinya, setelah itu Ia berikan kembali pada perawat.
"Terimakasih, kami akan segera melakukan tindakan operasi." Ucap perawat itu lalu kembali masuk ke dalam.