Aruna, namanya. Gadis biasa yatim-piatu yang tidak tau darimana asal usulnya, gadis biasa yang baru memulai hidup sendiri setelah keluar dari panti asuhan di usianya yang menginjak 16 tahun hingga kini usianya sudah 18 tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandri Ratuloly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
lima
Bel pulang sudah berbunyi dengan nyaring, kelas telah usai. Teman-teman kelas lainnya sudah berbondong-bondong keluar setelah guru yang mengajar hari ini sudah terlebih dahulu pamit keluar.
Aruna masih duduk di kursinya, kepalanya sedikit menunduk menatap buku catatannya di atas meja dengan tatapan kosong. Rara disampingnya sudah pergi keluar kelas meninggalkan Aruna seorang diri di kelas.
'Hhaaahh'
Hembusan nafas putus asa Aruna keluarkan, menatap sebentar pada kursi samping milik Rara. Ucapan menyakitkan Rara tadi di taman masih terus terngiang-ngiang di kepalanya. Keduanya tampak berperang dingin, tak bertegur sapa dan saling menoleh. Rara pun seperti cuek-cuek saja, tidak merasa bersalah atas ucapannya yang menyakitkan hati Aruna.
Mengambil ponsel Android jadul miliknya di bawah kolong meja, melihat jam berapakah sekarang. Aruna harus kerja, cukup sudah liburnya dua hari ini, pasti di cafe. Arjun dan Kinan tampak keteteran karena bekerja hanya berdua saja.
Aruna bangun dari duduknya, kakinya melangkah menuju toilet perempuan untuk mengganti seragamnya dengan pakaian kerjanya. Setelah tubuhnya sudah terbalut kemeja putih dan celana hitam panjang, Aruna keluar toilet dengan cepat, takut dirinya sampai ke cafe terlambat.
Saat melewati jalur dekat lapangan bola basket. Aruna tidak menyadari bahwa dibelakang tubuhnya-lapangan basket sana, ada beberapa pasang mata yang menatapnya hingga hilang dari pandangan mereka.
"Lu kenal tu cewek siapa? " itu suara Tama yang bertanya pada teman se-club basketnya.
"Aruna? Dia teman seangkatan kita, anak MIPA². Orangnya emang pendiam dan suka duduk berdiam di kelas makanya lo gak begitu kenal sama Aruna." jawab Adit, Tama hanya mengangguk mengerti atas jawaban Adit.
kedua orang itu lah yang sedari tadi menatap intens Aruna hingga menghilang dari pandangan keduanya.
"Jadi namanya, Aruna? " gumamnya dalam hati.
"Kok lo bisa tau sedetail itu sama tuh cewek?" tanya Tama kembali, sepertinya masih penasaran dengan Aruna bagaimana.
"Lo kan tau kelas gua kayak gimana, lihat cewek cantik sedikit matanya langsung menyalah. Aruna tuh termasuk cewek cantik di sekolah. Makanya banyak cowok-cowok yang penasaran, lo tau si Doni anak kelas MIPA³? " tanya Adit yang di angguki Tama, dia tau siapa itu Doni.
"Tuh cowok suka sama Aruna, Doni suka banget mondar-mandir di depan kelas MIPA² cuman mau lihat Aruna, Doni si playboy aja gak berani dekatin Aruna, tuh cewek kayak ada aura tersendiri yang buat kita mau dekat aja jadi segan. " jelas Adit panjang lebar.
"Udahlah, yok kita lanjutin main basketnya. Seminggu lagi udah mau ujian, gua gak bisa lagi main basket, nyokap pasti suruh-suruh gua buat belajar terus nanti. " Adit menepuk bahu Tama sebelum kembali pada perkumpulan teman-teman yang lain untuk melanjutkan bermain basket.
Sedangkan, Tama. Laki-laki itu masih terpaku, pikirannya menerawang mengingat kejadian bejat yang dilakukannya pada perempuan polos dan pendiam itu.
Aruna.
•••••••
Aruna tiba di cafe. Melihat Kinan yang tengah menyapu, cafe sore ini tampak begitu sepi, tidak ada pelanggan satupun yang terlihat.
"Sore, kak Kinan. " sapa Aruna pada Kinan.
"Eh? Sore, Aruna. Udah masuk hari ini? Udah sembuh kamu? " tanya Kinan, dia menatap Aruna yang tampak menyegir, wajahnya tampak begitu cerah, tidak sepucat terakhir kali dilihatnya.
"Udah, kak. Makanya aku masuk kerja hari ini, lagi bersih-bersih ya kak? Cafe sore ini lagi sepi banget ya, aku bantu-bantuin lap meja ya, kak. Kali aja nanti ada pelanggan datang." Aruna jalan kebelakang, menyimpan tas sekolahnya terlebih dahulu. Aruna mengambil kain lap bersih juga penyemprotan dan kembali ke depan.
"Mas Arjun, di mana kak? Kok dibelakang aku gak lihat tadi. " tanya Aruna di selah kegiatannya.
"Ada keluar sebentar, ada urusan mendadak katanya tadi, paling juga balik sebentar lagi." anggukan mengerti Aruna berikan sebagai jawaban, saat pekerjaan me-lap mejanya telah selesai, Arjun tiba-tiba datang bersamaan dengan gerombolan pemuda-pemudi yang masuk kedalam cafe.
"Wih, pembawa rezeki banget mas, Arjun. Datang-datang langsung ada pelanggan aja." ucap Aruna menggoda Arjun, laki-laki itu langsung mendengus jengkel. Sementara Kinan yang melihat itu cuman geleng-geleng kepala aja, sudah biasa melihat Aruna dan Arjun yang seperti kucing dan tikus.
"Berisik, kamu! Datang nih hari emang udah sehat kamu?" Arjun menempelkan punggung tangannya di dahi Aruna, mengecek apakah perempuan kecil itu sudah sembuh apa belum dengan merasakan apakah dahi itu panas apa tidak. Walau tadi dia kelihatan kesal sekali sama Aruna yang menggodanya, Arjun tetap begitu perhatian pada Aruna
Aruna mengangguk cepat, "Udah, mas. Lihat mukaku nih hari gak pucat kayak kemarin-kemarin, kan? Setelah minum obat dan istirahat dengan cukup aku udah kembali sehat sentosa, jadi nih hari udah bisa masuk sekolah dan kerja lagi seperti biasa."
Arjun mengelus sayang rambut Aruna yang terikat, kalau orang lain lihat kedekatan keduanya pasti mikir kalau Arjun dan Aruna itu sepasang kekasih yang saling cinta. Arjun udah nganggap Aruna seperti adek kandungnya sendiri begitupun juga dengan Aruna sebaliknya, perasaan lain seperti laki-laki dan perempuan tidak pernah terbesit diantara keduanya.
Aruna anak yatim-piatu yang asal usulnya dari panti asuhan merasakan adanya kekeluargaan setelah mengenal Arjun, sebaliknya pun Arjun yang memang anak tunggal sudah menganggap Aruna seperti adek kandungnya sendiri.
Walaupun perempuan kecil itu begitu sangat menyebalkan, suka sekali menggoda Arjun hingga tensi laki-laki berumur 27 tahun itu sering kali naik.
"Jaga-jaga kesehatan kamu, mas gak mau ya dengar lagi kamu jatuh sakit kayak kemarin." tangannya masih terus mengelus rambut Aruna, "Nanti kapan-kapan kerumah, ya? Mama di rumah nanyain kamu mulu, katanya kamu kapan main ke rumah, temenin mama bikin kue lagi."
Senyum Aruna merekah mendengar ucapan Arjun, "Sehabis aku ujian nanti, aku janji bakal main kerumah. " serunya begitu senang, kangen juga dengan mama Arjun yang sudah menganggapnya seperti anak kandung.
Sepasang ibu dan anak itu begitu menyayangi Aruna seperti keluarga, bahkan melebihi keluarga kandungnya sendiri.
"Mas pegang janji kamu. Sana, kamu layanin tuh pelanggan, nanyain mereka mau pesan apa. Mas kebelakang dulu. " anggukan mengerti Aruna berikan.
Mengeluarkan buku catatan dan pulpen dari dalam saku apron di gunakannya, Aruna melangkah menuju meja yang sudah terisi pelanggan seorang pemuda yang berisikan empat orang itu.
"Permisi, kak. Mau pesan apa? "
•
•
•
jangan lupa vote, komen dan bintang limanya ya....